Cegah Alih Fungsi Lahan Pertanian, Kementan Dapat Dukungan dari DPR RI

Itu karena konversi lahan merupakan faktor esensial dalam kemajuan pertanian Indonesia.

oleh stella maris pada 17 Jan 2020, 14:38 WIB
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Liputan6.com, Jakarta Upaya Kementerian Pertanian (Kementan) dalam mencegah maraknya alih fungsi lahan pertanian mendapat dukungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI). Wakil Ketua DPR RI Rahmat Gobel meminta daerah terlibat dalam mencegah alih fungsi lahan pertanian.

"Kami akan mendorong daerah untuk memiliki pemikiran yang sama. Pencegahan alih fungsi lahan pertanian, bukan hanya tugas Kementerian Pertanian (Kementan) atau pemerintah pusat saja. Pemerintah kabupaten, kota, atau provinsi harus ikut terlibat. Untuk itu, dibutuhkan komitmen yang sama dalam mewujudkannya,” ungkap Rahmat seusai bertemu Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, di Kantor Pusat Kementan, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (14/1) siang.

Menurut Rahmat, meningkatnya laju konversi lahan karena masyarakat belum melihat bertani sebagai usaha yang menguntungkan. Padahal bila dikelola secara profesional, pertanian bisa menghasilkan keuntungan yang besar.

"Banyak yang menjual lahan pertaniannya karena menganggap pertanian itu keuntungannya kecil. Sebetulnya keuntungan dari usaha pertanian tidak kalah dengan industri jika dikelola dengan benar," jelas Rahmat.

Rahmat menyebutkan, laju konversi lahan pertanian perlu untuk dikendalikan karena lahan merupakan faktor esensial dalam kemajuan pertanian Indonesia. Pertanian, bagi Rahmat, merupakan ujung tombak dan fondasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

"Negara kita adalah negara besar. Untuk bisa mewujudkan NKRI yang kuat, maka pertanian kita harus menjadi fondasi yang kuat. Bagaimana kita bisa mewujudkan kedaulatan tentunya dimulai dengan ketahanan pangan," jelas Rahmat.

Sementara, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menegaskan bahwa pihaknya akan melawan usaha mengalihfungsikan lahan pertanian. Ia minta agar perlawanan pada alih fungsi lahan dilakukan secara sinergi dengan pro-aktifnya peranan pemerintah daerah melakukan pencegahan optimal.

Secara hukum, pengalihfungsian lahan pertanian sudah diatur dalam kitab Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Aturan ini mengancam siapa saja yang secara tidak langsung melakukan alih fungsi lahan.

Pelanggar dalam aturan tersebut akan masuk ranah tindak pidana dengan ancaman kurungan selama lima tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp5 miliar.

"Ada 267 juta penduduk Indonesia ada di tangan kita, yang harus dipenuhi pangannya. Apa yang mereka makan tergantung kerja keras dan yang kita hasilkan. Oleh karena itu, kita tidak boleh main-main karena ini menyangkut harga diri bangsa kita. Persoalan alih fungsi lahan harus kita lawan secara bersama-sama," tegas Mentan SYL.

Di lain kesempatan, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy menambahkan, konversi lahan ini, khususnya sawah menjadi non-sawah, semakin meningkat pesat yang berpotensi mempengaruhi produksi padi nasional dan mengancam ketahanan pangan nasional. Pemerintah akan memberikan insentif kepada petani yang sawahnya masuk dalam Peta Lahan Sawah Dilindungi (PLSD).

"Perlu dilakukan percepatan penetapan PLSD dan pengendalian alih fungsi lahan sawah sebagai program strategis nasional," ujar Sarwo Edhy.

Perlindungan sawah terhadap alih fungsi sendiri sebetulnya sudah ada melalui UU No. 41 Tahun 2009 tentang Pelindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan beserta sejumlah PP sebagai produk hukum turunannya. Selain itu, ada UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang beserta PP-nya.

“Hal yang dibutuhkan sekarang adalah konsistensi dan komitmen para pemangku kepentingan, terutama Pemerintah Daerah,” tegas Sarwo Edhy.

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya