Alokasi Pupuk Sesuai Kebutuhan, Kementan: Kebutuhan Petani atas Dasar Program Pemerintah

Hal itu tertuang di Pasal 1 dalam Surat Keputusan Menperindag No. 70/MPP/Kep/2/2003 tanggal 11 Februari 2003.

oleh stella maris pada 18 Jan 2020, 16:55 WIB
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim penggunaan pupuk sudah sesuai dengan alokasinya. Pasalnya, kebutuhan pupuk tidak saja didasarkan pada luas lahan baku sawah, tetapi akan lebih tepat jika dikaitkannya dengan luas pertanaman.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy menjelaskan, luas pertanaman adalah luas lahan baku dikalikan dengan indeks pertanaman (IP/crop intensity) atau berapa kali petani tanam dalam setahun.

"Maka jika diumpamakan luas lahan baku 7 juta hektare, petani tanam sekali setahun berarti luas pertanamannya tujuh juta hektare, jika 2 kali luas pertanamannya menjadi 14 juta hektare, dan menjadi 21 juta hektare jika ditanam tiga kali setahun," jelas Sarwo Edhy, Sabtu (18/1).

Oleh karena itu, jika penurunan lahan baku masih lebih kecil dari peningkatan luas pertanaman akibat naiknya indeks pertanaman, maka kebutuhan pupuk akan meningkat. Menanggapi tulisan dosen IPB bahwa turunnya lahan baku 600 ribu hektare (pada tingkat crop intensity 1.7) akan masih sangat lebih kecil dari peningkatan luas pertanaman akibat naiknya indeks pertanaman yang sudah melebihi 2 (IP 200).

"Pertambahan luas tanamnya 0.3 x 7 juta hektare setara 2.1 juta hektare. Yang dengan demikian kebutuhan pupuk pasti meningkat. Faktanya demikian, dimana jumlah kebutuhan pupuk subsidi yang diajukan petani melalui RDKK selalu jauh lebih tinggi dari alokasi yang disetujui DPR RI mengingat kemampuan keuangan Pemerintah," paparnya.

Tulisan tentang Anomali Subsidi Pupuk tampaknya kurang cermat dalam menganalisis permasalahan dan kurang mendasarkan pada data, fakta, dan bisnis proses subsidi pupuk. Faktanya, luas lahan baku sawah sesuai hasil validasi terakhir dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPB) serta Kementan disepakati seluas 74.463.948 hektare.

Sementara, dalam 5 tahun terakhir, alokasi pupuk bersubsidi tahun 2015 - 2019 sebagai berikut : tahun 2015 alokasi pupuk sebesar 9.550.000 ton dengan anggaran Rp 28,2 miliar, tahun 2016 alokasi pupuk sebesar 9.550.000 ton dengan anggaran Rp30 miliar, pada 2017 alokasi pupuk sebesar alokasi pupuk sebesar 9.550.000 ton dengan anggaran Rp31,1 miliar, pada 2018 alokasi pupuk sebesar 9.550.000 ton dengan anggaran Rp28,5 miliar dan pada 2019 alokasi pupuk sebesar 8.874.000 ton dengan anggaran Rp27,3 miliar.

"Kalau kita melihat dari luas lahan baku sawah untuk dihubungkan ke subsidi, sebenarnya tidak semua dari hal tersebut. Karena kan selain sawah juga sub sektor lainnya ada juga yang menggunakan," terangnya.

Terkait pengawasan dan pendistribusian pupuk, Kementan juga telah melakukan sejumlah upaya. Salah satunya menerapkan enam prinsip utama yang sudah dicanangkan atau disebut 6T. Yakni tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, dan tepat mutu.

Agar bisa memenuhi prinsip 6T, Kementan terus membenahi sistem pendistribusian pupuk subsidi. Di antaranya lewat e-RDKK dan penerapan kartu tani serta memperketat pengawasan.

Mengenai pupuk bersubsidi ini diatur dalam Surat Keputusan Menperindag No. 70/MPP/Kep/2/2003 tanggal 11 Februari 2003, tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian.

"Dalam Pasal 1 peraturan tersebut dijelaskan, pupuk bersubsidi pengadaan dan penyalurannya mendapatkan subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program pemerintah," ujar Sarwo Edhy.

Prinsip 6T ini, lanjut Sarwo Edhy, juga untuk mengimplementasikan rekomendasi yang diusulkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dimana Kementan diminta mendesain pola penyaluran pupuk bersubsidi langsung kepada petani.

Perintah melalui Kementerian Pertanian dan Kementerian Keuangan juga menetapkan single HPP sebagai acuan maupun evaluasi pembayaran. Kemudian PIHC diminta meningkatkan peran supervisi atas kegiatan pengadaan dan pengawasan penyaluran di tingkat anak perusahaan.

"Selain itu, Kementan juga meminta partisipasi masyarakat guna mengawasi pelaksanaan program subsidi," ungkapnya.

Kementan juga meminta dukungan semua pihak, terutama aparat, untuk mengawal distribusi pupuk bersubsidi sehingga tidak ada penyalahgunaan pupuk bersubsidi.

"Kita sudah menjalin kerja sama dengan pihak kepolisian dan TNI untuk mengawasi peredaran pupuk subsidi. Masyarakat juga kami minta turut mengawasi, silakan laporkan ke pihak berwenang bila menemukan kejanggalan," ujar Sarwo Edhy.

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya