Jalan Panjang Ceres, Pabrik Cokelat Tertua di Asia

Sebagai market leader Indonesia, seluruh produk cokelat olahan di bawah bendera Ceres, nyaris menguasai seluruh jualan cokelat tanag air.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 21 Jan 2020, 02:00 WIB
Pabrik cokelat Ceres di jalan Cimanuk, Garut, Jawa Barat, nampak kumuh dibiarkan tanpa perawatan sejak lama (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut Sepintas, bangunan berpolet putih di jalan Cimanuk, Garut, Jawa Barat ini, nampak biasa tidak ada yang mencolok. Namun jangan salah, di dalamnya menyimpan sejarah penjang, sebagai pabrik cokelat pertama di Indonesia, warisan Belanda di tanah Jawa.

Sejak dulu, pabrik buatan 1890 ini, menjadi saksi bisu bagaimana Garut saat itu, sudah menjadi pusat salah satu makanan paling diburu masyarakat di kemudian hari. Budayawan Franz Limiart mengatakan, pabrik cokelat Ceres N.V di Garut didirikan atas kongsi bersama, antara keluarga Vanhotten, pengusaha asal Belanda dan Khoe Keg Goan, pengusaha Cina pribumi, yang ahli dalam mengolah makanan.

"Mereka berdua kemudian sepakat membuat pabrik cokelat terbesar saat itu, mungkin di Indonesia bahkan Asia,” kata Franz Limiart,  Ahad (19/1/2020).

Menggunakan baju casual oblong hitam bertuliskan Jeep, Franz sedikit banyak memiliki informasi ihwal pabrik tersebut. Selain terbesar di jamannya, pabrik cokelat Ceres itu, konon merupakan salah satu rintisan pabrik cokelat pertama di Indonesia.

Selain kina, Garut dikenal penghasil kopi yang menjadi komoditas utama di Eropa. Lainnya adalah cokelat berkualitas di pulau Jawa.

"Mungkin mereka selain membawa bahan mentahnya berupa biji kakao (cokelat), juga mulai memikirkan barang jadi," katanya.

Segendang sepenarian, keluarga Vanhotten yang merupakan salah satu baron ekonomi eropa dari Belanda saat itu, menemukan mitra Khoe Keg Goan, pengusaha Cina pribumi yang bergerak di bidang makanan.

"Khoe Keg Goan ini perintis awal pembuatan roti bagelen di Indonesia," kata dia.

Akhirnya, dengan proyeksi usaha yang mereka buat, tercatat mulai tahun 1890 an mereka mulai berproduksi, dengan pangsa pasar utama dalam negeri, serta beberapa negara tetangga se kawasan Asian Tenggara alias Asean, seperti Malaysia dan Singapura.

"Seperti saat ini, ceres sejak lama memang market leader di pasaran cokelat dalam negeri," kata dia.

 

 

 


Peralihan Kepemilikan

Ragam produk cokelat hasil olahan parbrik Ceres, menjadi bukti kuastnya penetrasi produk mereka di pasaran (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Kondisi itu mereka nikmati sampai awal 1940-an hingga akhirnya Jepang masuk ke Indonesia pada 1942 silam, tiga tahun sebelum Kemerdekaan Indonesia. Kondisi itulah yang membuat kongsi pengusaha Belanda dan Cina tersebut pecah. Dengan alasan keamanan, mereka akhirnya menjual perusahaan ke pihak lain dengan harga murah.

Adalah Ming Chee Chuang, pengusaha asal Burma, yang melanjutkan perusahaan Ceres tersebut. Ia cukup beruntung, sebab di kemudian hari seluruh merek dagang Ceres, cukup digandrungi lidah masyarakat Indonesia.

Untuk memudahkan pemasaran, M.C Chuang tetap memertahankan nama Ceres N.V., hingga akhirnya akhir 1940-an, mereka mulai memproduksi dan memasarkan cokelat batangan. Sejak 20 Januari 1950, Ceres N.V telah berubah nama menjadi PT. Ceres, dan kini menjadi Perusahaan Industri Ceres Grup.

Dalam beberapa kegiatan resmi kenegaraan, produk olahan cokelat Ceres, kerap digunakan sebagai cemilan resmi kegiatan. “Mungkin sudah jodohnya Ceres dengan lidahnya orang Indonesia,” kata Franz, sambil berkelekar.

Bahkan berdasarkan cerita yang beredar, bapak revolusi bangsa Presiden Soekarno, merupakan satu penikmat sejati produk cokelat olahan pabrik Ceres Garut. Soekarno enggan menikmati sajian cokelat lain, selain cokelat produksi Ceres.

Simak video pilihan berikut:


Relokasi Ke Bandung

Budayawan Garut Franz Limiart di depan Zocha Graha Kriya produk akar wangi miliknya (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Franz mengatakan, lama berproduksi di Garut. Akhirnya medio akhir 1990-an atau sebelum masuk milenium, pabrik Ceres hijrah ke Bandung. Tidak kondusifnya iklim usaha di Garut, mulai pungutan liar alias pungli, kemudian reaksi masyarakat sekitar yang kerap bersitegang, ditenggerai menjadi salah satu sebab perpindahan itu.

Loba rorongo (banyak penghambat) kalau istilah orang tua dulu,” kata dia.

Menurut Franz, sumbangsih pabrik cokelet Ceres bagi Garut tidaklah kecil, selain membuka lapangan kerja cukup besar bagi masyarakat, juga memberikan pendapatan asli daerah yang tidak sedikit bagi kas daerah.

Namun banyaknya pungli yang masuk, membuat perusahaan habis kesabaran hingga akhirnya memilih merelokasi usahanya dari Garut. “Jika mau dibuka semua (masalah) banyak lah, tapi intinya banyak rorongo (penghambat),” kata dia.

Kini pabrik cokelat legendaris Ceres itu, terongok tanpa perawatan. Beberapa kaca depan pabrik terlihat pecah tanpa perbaikan, menunjukan kesan angker, sementara beberapa bagian pabrik lainnya dibiarkan kosong tak bertuan.

Bahkan bagian depan pabrik mulai digunakan sebagai area jualan pedagang bunga dan aksesoris taman, sementara bagian pintu masuk pabrik, terlihat sebagai tempat menyimpan gerobak dagangan milik warga sekitar.

Jika dilihat sepintas, lokasi pabrik cokelat Ceres tersebut cukup strategis, selain berada di pusat kota Garut, juga memiliki akses transportasi yang cukup menguntungkan.

Berada dekat samping rel kereta api yang tengah memasuki proses reaktivasi dari pemerintah, juga berada di samping jalan utama kabupaten, memudahkan melakukan hilirisasi dan distribusi barang, ke seluruh Indonesia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya