Liputan6.com, Medan - Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumatera Utara (Sumut), Azhar Harahap menegaskan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut tidak pernah berencana melakukan pemusnahan massal ternak babi setelah virus African Swine Fever (ASF) mewabah.
Penegasan itu diucapkan Azhar menjawab munculnya gerakan #savebabi di media sosial yang menyebut Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, memiliki rencana untuk melakukan pemusnahan massal (stamping out) babi.
Azhar juga menegaskan bahwa stamping out bertentangan dengan peraturan yang ada di Indonesia. Stamping out boleh dilakukan bila hewan ternak terjangkit penyakit zoonosis, sedangkan ASF tidak tergolong zoonosis.
Baca Juga
Advertisement
"Tidak ada pernyataan Gubernur Sumut seperti itu. Itu hanya omongan orang tidak bertanggung jawab dan membuat masyarakat Sumut resah," ucap Azhar, Senin (20/1/2020).
Dia menjelaskan, di Indonesia stamping out sendiri bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 95 Tahun 2012. Stamping out bisa dilakukan, kecuali hewan yang terjangkit penyakit zoonosis (berbahaya bagi manusia) harus segera diputus penyebaran virusnya.
Sampai saat ini, tercatat babi yang mati baru mencapai sekitar 39 ribu ekor dari populasi 1.229.741 ekor. Menurutnya, Pemprov Sumut cukup berhasil menekan laju penyebaran virus ASF setelah terdeteksi ada babi yang terinfeksi pada bulan September 2019.
"Sampai saat ini dari hitungan saya, ada sekitar 302 ekor babi yang mati per hari. Padahal, di awal munculnya virus ini, kematian babi sekitar 1.000 ekor per hari," ujarnya.
Pemprov Sumut bekerja keras menekan laju penyebaran virus ASF dengan menerapkan berbagai tindakan seperti menghentikan lalu-lintas distribusi babi, baik yang masuk maupun yang keluar, menghentikan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH).
Kemudian membuat posko reaksi cepat di setiap daerah, disinfektan dan pendataan babi. Tindakan tersebut sesuai dengan Surat Edaran Menteri Pertanian Republik Indonesia (RI) Syahrul Yasin Limpo Nomor 13758 SE/PK.300/F/12/2019.
Bibit Babi
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Pertanian, Pemprov Sumut juga melakukan tindakan pencegahan seperti biosecurity, mendampingi dan membina peternak babi, sosialisasi terkait ASF kepada peternak secara intensif dan merespon cepat semua kasus kematian babi.
Selain China yang menjadi sumber ASF di Asia, Indonesia negara ke-11 yang terkena wabah ini setelah Vietnam, Filipina, Mongolia, Korea Utara, Korea Selatan, Jepang, Laos, Kamboja, Myanmar, dan Timor-Leste.
Azhar menyebut, ada tiga indikasi virus ini masuk ke Sumut dan sekarang menjangkit di 16 kabupaten/kota. Menurutnya, virus ini diduga masuk ke Sumut melalui produk olahan babi dari negara tertular, sisa-sisa makanan dari pesawat atau kapal dari negara terjangkit yang diberikan kepada hewan ternak.
"Juga masuknya babi dari pintu-pintu ilegal," terangnya.
Pemprov Sumut sedang mempertimbangkan tindakan selanjutnya dalam menangani wabah ASF, seperti mempertimbangkan memberikan hewan ternak lain kepada peternak babi yang terdampak ASF. Hewan ternak yang diberikan seperti sapi, kambing, ayam bahkan ikan, dana bantuan ini berasal dari APBN/APBD Provinsi dan Daerah.
"Kita tidak bisa memberikan babi lagi sampai Sumut bersih dari ASF," ucap Azhar.
Pemprov Sumut juga sudah menyiapkan tempat untuk restock bibit babi, yaitu Nias. Nias dipilih karena sampai sekarang masih steril dari virus ASF. Pemprov Sumut juga saat ini sedang memperketat pengawasan di Nias agar daerah ini tidak terjangkit ASF.
"Jadi, sekarang kita ketat mengawasi Nias, jangan sampai daerah ini terjangkit virus ASF," Azhar menandaskan.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement