Menteri Terawan Cari Obat Buat Sembuhkan BPJS Kesehatan

Terawan mengatakan, akar permasalahan BPJS Kesehatan harus diteliti satu persatu.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Jan 2020, 20:40 WIB
Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto bersama BPJS Kesehatan dan DJSN rapat Komisi IX DPR RI soal iuran BPJS Kesehatan dan pengadaan alat kesehatan di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta pada Kamis (12/12/2019). (Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto masih mencari upaya untuk membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Hingga kini pihaknya masih mencari data yang mendukung. Dia pun mengibaratkan masalah BPJS Kesehatan dengan terapi penyakit.

"Ya belum waktunya (upaya baru). Kalau datanya sudah saya dapat lengkap, ya sama kayak kalau saya mau memberikan terapi ya saya harus diagnosis yang tepat. Kalau tidak tepat saya takut salah kasih solusi," ujar Terawan usai mengikuti rapat kerja dengan DPR di Senayan, Jakarta, Senin (20/1).

Terawan mengatakan, akar permasalahan BPJS Kesehatan harus diteliti satu persatu. Termasuk masalah ketidaktransparan lembaga jaminan sosial kesehatan tersebut.

"Kita harus singkronkan semua. Istilahnya kita kalau mau diagnosa detail satu per satu, kalau ada yang kurang kita tanyakan lagi. Kalau saya masih belum lengkap apa jadi penyakitnya ya kita tidak berani kasih solusi," paparnya.

Dia menambahkan, Kementerian Kesehatan akan terus berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait seperti Dewan Pengawas, kementerian terkait dan BPJS Kesehatan sendiri.

"Ya tadi hasilnya, ya kami koordinasi lagi lah dari hasil rapat itu kami tindak lanjuti. Kami koordinasi dengan BPJS, DJSN, dewan pengawas dan sebagainya. Ya itu sebagai langkah perjuangan kita," tandasnya.

Reporter: Anggun P Situmorang

Sumber: Merdeka.com


BPJS Kesehatan Harus Terima Sanksi bila Manfaatkan Dana Jaminan Sosial

Warga mengurus iuran BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Senin (4/11/2019). Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia memprediksi akan terjadi migrasi turun kelas peserta BPJS Kesehatan akibat kenaikan iuran 100 persen pada awal 2020. (merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, BPJS Kesehatan akan menghadapi sanksi berat jika menerapkan pemanfaatan surplus Dana Jaminan Sosial (DJS) untuk membayar selisih kenaikan iuran BPJS peserta mandiri kelas III. Iuran peserta mandiri kelas III (yang naik Rp42.000, sebelumnya Rp25.500), dalam hal ini peserta tetap membayar Rp25.500, lalu selisih Rp16.500 ditutupi dari surplus DJS Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Pakar hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono memaparkan, seandainya pemanfaatan surplus DJS tetap dilakukan, jajaran direksi BPJS Kesehatan terancam hukuman sanksi. 

"Direksi BPJS Kesehatan punya fungsi yang dibatasi undang-undang. Pasal 24 ayat 1 Undang-undang BPJS Kesehatan menyebut, penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS yang menjamin peserta mendapatkan manfaat sesuai haknya," jelas Bayu saat ditemui di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ditulis Jumat (17/1/2020)."

Hal ini merujuk pada operasionalisasi tugas BPJS pada pasal 10 UU BPJS Kesehatan untuk menagih pembayaran iuran. Pada pasal 10 UU BPJS, sama sekali tidak menyebutkan tugas BPJS melakukan pembayaran selisih peserta dengan menggunakan surplus PBI APBN sebagai aset dana jaminan kesehatan."

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya