Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah sedang gencar menyusun RUU sapu jagat Omnibuslaw, baik yang mengatur perihal Ketenagakerjaan maupun Perpajakan.
Secara spesifik, dalam omnibus law Perpajakan terdapat beberapa cluster yang dibahas, salah satunya pemberian insentif pajak yang digadang bisa menarik investor.
Meski demikian, Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Bhima Yudistira berpendapat, masuknya investor ke Indonesia sebenarnya tidak dipengaruhi oleh insentif pajak saja, bahkan prioritasnya lebih rendah dibanding korupsi dan regulasi yang berbelit.
"Jika dilihat dari data faktor penghambat investasi, faktor tax rates (pajak) berada dalam peringkat ke 8, sedangkan ketenagakerjaan berada dalam peringkat 7," ujar Bhima saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (21/1/2020).
Baca Juga
Advertisement
Menurut data The Most Problematic Factors for Doing Business (World Economic Forum Global Competitiveness Report 2016-2017) yang dilampirkan Bhima, ada 5 faktor teratas penghambat investasi di Indonesia.
Faktor itu ialah korupsi, birokrasi pemerintah yang berbelit, ketidaksiapan infrastruktur, akses finansial dan inflasi.
"Jadi lebih baik pemerintah fokus saja bersihkan korupsi di Indonesia karena itu faktor paling utama dalam meningkatkan ease of doing business di Indonesia," lanjutnya.
Dirinya tak menampik jika Omnibuslaw, baik Perpajakan maupun Ketenagakerjaan berdampak baik, namun dalam penyusunannya harus memperhatikan pihak-pihak lain yang terkena dampaknya, seperti buruh.
"Jadi penyampaian dan diskusi itu penting sekali, agar buruh merasa diajak dan diikutsertakan dalam menyusun regulasi tersebut. Jika tidak, nanti kemungkinan besar akan ada desakan untuk revisi lagi di masa depan," tuturnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Gandeng KPK, Luhut Ingin Cegah Tindak Korupsi di Sektor Investasi
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengundang komisioner KPK untuk melakukan pencegahan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme. Sebab di bawah kepemimpinannya banyak investasi masuk.
"Karena pengalaman kemarin nikel ore dampaknya besar," kata Luhut di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Jakarta, Rabu (15/1/2020).
Tujuan lainnya adalah agar pemerintah tidak mempersulit perizinan investasi. Luhut menginginkan lewat deputi pencegahan ada unsur dari KPK yang ikut serta dalam tiap rapat pembahasan investasi.
Jangan sampai kata Luhut investasi di Pulau Janda Berpias-Batam tidak terulang kembali. Sudah ada investor yang memberikan investasi senilai USD 1 miliar gagal.
"Itu orang investasi USD 1 miliar ke Sinopec Engineering Group, muter-muter, enggak jadi-jadi. Sekarang kita turunin biar KPK lihat sendiri, kan bagus pencegahan daripada OTT saja," papar Luhut.
Dia menegaskan bukan berarti tindakan operasi tangkap tangan tidak diperbolehkan. Namun kata Luhut jika OTT dengan barang bukti Rp 50 juta, jumlahnya sangat kecil.
"Padahal ini angkanya banyak sekali yang ratusan ribu dolar, atau ratusan juta NPM. (Kalau) itu disikapi dan mental kita tambah baik lagi," kata Luhut menerangkan.
Advertisement