Liputan6.com, Jakarta - Kader PDI Perjuangan Harun Masiku, sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Harun diduga menyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Wahyu pun telah ditetapkan sebagai tersangka. Wahyu diduga meminta Rp 900 juta.
Kasus ini bermula ketika Harun Masiku diusulkan menjadi anggota DPR, menggantikan Nazarudin Kiemas. Padahal yang harusnya menggantikan Nazarudin Kiemas saat itu adalah Riezky Aprilia karena menempati suara terbanyak kedua di bawah Nazarudin. Sementara Harun menempati perolehan suara terbanyak urutan kelima.
PDIP pun ikut terseret dalam lingkaran kasus ini, sebab PDIP telah mengajukan gugatan Pasal 54 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. Saat itu, gugatan inipun dikabulkan oleh Mahkamah Agung dengan Putusan Mahkamah Agung RI No: 57P/HUM/2019.
Baca Juga
Advertisement
Meski begitu, KPK hingga kini masih terus memburu Harun Masiku yang belum diketahui keberadaannya. Ketua KPK Firli Bahuri memastikan, status politisi PDIP Harun Masiku sudah menjadi buron alias masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
"Sudah (Harun Masiku) sudah (menjadi DPO), belum lama," ujar Firli di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 20 Januari 2020.
Namun, kasus suap Harun Masiku dianggap janggal oleh berbagai pihak. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz melihat, adanya kejanggalan dalam upaya yang ditempuh PDIP memperjuangkan Harun Masiku untuk menggantikan Nazarudin Kiemas.
Berikut kejanggalan yang ditemukan seputar dugaan kasus suap politikus PDIP Harun Masiku dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kompak Sebut Harun Masiku di Luar Negeri
Eks Caleg PDIP Harun Masiku sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus suap pengurusan Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR.
Namun, KPK menyatakan Harun sudah berada di luar negeri sebelum operasi tangkap tangan atau OTT dilakukan yakni 8 Januari 2020.
"Dengan Imigrasi kita sudah koordinasi. Info yang kami terima malah memang sejak sebelum adanya tangkap tangan, yang bersangkutan sedang di luar negeri," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Senin, 13 Januari 2020.
Namun, berdasarkan keterangan Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri diketahui bahwa Harun masih berada di luar negeri dan belum kembali ke Indonesia sejak kepergiannya pada 6 Januari 2020. Hal tersebut berdasarkan informasi yang diperoleh dari imigrasi.
"Yang kami tahu dan kami yakini informasi dari humas Imigrasi bahwa yang bersangkutan (Harun) di luar negeri, dan belum ada informasi yang kami terima bahwa yang bersangkutan telah kembali ke Indonesia," kata Ali Fikri saat dikonfirmasi, Kamis 16 Januari 2020.
Hal yang sama pun diungkapkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Menurut Yasonna, Harun masih berada di luar negeri.
"Ke Singapura, jadi tanggal delapan OTT, tanggal 6 dia sudah di luar," kata Yasonna, Kamis 16 Januari 2020.
Advertisement
Dikabarkan Berada di Gowa, Sulsel
Hingga saat ini, Harun Masiku sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Ketua KPK Firli Bahuri memastikan akan mencari keberadaan Politikus PDIP tersebut.
Firli menyatakan bahwa KPK akan melakukan penelusuran menindaklanjuti dugaan bahwa Harun bersembunyi di kediaman sang istri di Gowa Sulawesi Selatan.
"Terimakasih informasi dari rekan-rekan, kita akan telusuri. Sampai sana kita akan telusuri, kita akan terima apapun informasinya dan tentu akan kita lakukan kroscek atas kebenaran seluruh informasi," ujar Firli di Gedung KPK, Senin malam, 20 Januari 2020.
Terkait dengan tangkapan layar mengenai kembalinya Harun dari Singapura pada 7 Januari 2020, Firli mengaku akan mendalami informasi tersebut.
"Itu informasi kita tampung semua, dan itu tindak lanjut yang harus dilakukan oleh tim penyidik kita," kata Firli.
Harun Masiku Dianggap Korban
Politikus PDIP Adian Napitupulu mempertanyakan posisi Harun Masiku sebagai pelaku suap kepada penyidik KPU Wahyu Setiawan. Lantas Adian menjelaskan keraguannya berdasarkan keputusan KPU yang berbeda dengan keputusan MA.
"Menurut saya itu dimulai dari suara tak bertuan, itu suaranya almarhum Nazarudin Kiemas, pertanyaannya adalah ketika dia meninggal, suara itu punya siapa, siapa yang berwenang yang meletakkan suara itu," kata Adian pada diskusi ILRNS di Tebet, Jakarta Selatan, Minggu 19 Januari 2020.
Adian menjelaskan, berdasarkan putuskan MA itu tetap menjadi suara sah bagi calon legislatif yang sudah meninggal, lalu keputusan kedua itu juga tetap dianggap suara sah untuk partai. Namun keputusan itu berbeda dengan PKPU yang mengatakan suaranya hanya untuk partai.
Selain itu, Adian menganggap bahwa Harun Masiku telah menjadi korban adanya iming-iming dari penyelenggara keputusan.
Menurut Adian, Harun punya hak menjadi anggota DPR berdasarkan keputusan partai yang diberikan berdasarkan keputusan MA, namun tak kunjung diberikan KPU lalu datanglah tawaran dari Wahyu Setiawan.
"Boleh tidak dia memperjuangkan haknya, kalau boleh dia berjuang. Mungkin caranya salah karena adanya tawaran, kira -kira seperti itu, tapi dalam hal ini harus jernih melihat, ada dua kemungkinan dia mungkin pelaku suap, kemungkinan kedua dia korban dari iming-iming penyelenggara," ucap Adian.
Selain Adian, Pakar Hukum Pidana Yenti Ganarsih juga mempertanyakan kondisi Harun dalam kasus suap tersebut. Yenti mengindikasikan kejadian yang menjerat Wahyu penipuan lantaran putusan KPU adalah kolektif kolegial.
Dalam hal ini KPU sempat menyatakan bahwa Harun tidak bisa menggantikan anggota DPR Nazaruddin Kiemas yang meninggal. Yenti mengatakan, ada kemungkinan oknum KPU meminta uang kepada Harun agar menjadi legislator DPR.
"Kalau penipuan memang 378 KUHP, ada inisiatif dari penipu yang menawarkan dan mengiming-imingi (Harun menjadi anggota DPR dengan mengeluarkan uang)," ujar Yenti Ganarsih dalam diskusi Ada Apa Dibalik Kasus Wahyu yang digelar di kawasan Tebet, Jakarta Pusat, Minggu 19 Januari 2020.
Advertisement
Bantah Bertemu Harun Masiku
Pada saat OTT yang dilakukan KPK kepada Wahyu Setiawan, di malam yang sama Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto diduga berada di PTIK bersama dengan Harun Masiku. Namun, PDIP melalui Sekretasris Fraksi PDIP DPR Andreas Hugo Pareira keberatan dengan cerita yang beredar tersebut.
Selain itu, dalam kasus suap pengurusan PAW anggota DPR ini, PDIP menegaskan bahwa ada pihak yang ingin sengaja menyudutkan PDIP.
"Dalam konteks saat ini, PDI Perjuangan adalah korban dari framing politik tersebut," jelas Andreas kepada wartawan, Selasa 14 Januari 2020.
Saat dikonfirmasi mengenai kebenarannya yang terjadi pada Rabu, 8 Januari 2020, Hasto mengaku tengah sibuk mempersiapkan Rapat Kerja Nasional PDIP yang saat itu juga bertepatan dengan perayaan HUT ke-47 PDIP di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Selain itu, Hasto juga mengaku tak mengetahui keberadaan dua stafnya tersebut dikarenakan tengah dalam kondisi tidak sehat.
"Saya tidak mengetahui karena sakit diare tadi, sehingga dalam konteks seperti ini kami fokus dalam persiapan HUT ke-47 dan rakernas yang pertama," kata Hasto.
(Winda Nelfira)