Buruh Tolak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Begini Respons Menteri

Aksi para buruh yang menolak Omnibus Law mendapatkan respons dari pemerintah, misalnya saja Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jan 2020, 06:36 WIB
Buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) berdemonstrasi di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (13/1/2020). Massa menyuarakan penolakan mereka terhadap Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. (Liputan6.con/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendatangi DPR RI untuk menyampaikan penolakan terhadap Omnibus Law dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada Senin 20 Januari 2020.

Presiden KSPI yang juga Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Said Iqbal mengatakan, pada dasarnya kaum buruh setuju dengan investasi.

Namun demikian, menurut Said Iqbal, kaum buruh dipastikan akan melakukan perlawanan jika demi investasi kesejahteraan dan masa depan mereka dikorbankan.

"Jika pemerintah serius ingin menghilangkan hambatan investasi dalam rangka penciptaan lapangan kerja, maka pemerintah jangan keliru menjadikan masalah upah, pesangon, dan hubungan kerja menjadi hambatan investasi," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin 20 Januari 2020.

Aksi para buruh yang menolak Omnibus Law tersebut mendapatkan respons dari pemerintah. Misalnya saja Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Moeldoko menegaskan, pemerintah menampung aspirasi para buruh. Tak hanya buruh, pemerintah juga menerima masukan dari pengusaha.

Berikut respons pemerintah terhadap aksi penolakan Omnibus Law dari para buruh dihimpun Liputan6.com:

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kata Menko Airlangga Hartarto

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan sudah berdialog dengan tujuh konfederasi dan 28 serikat buruh untuk membahas Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Dia mengklaim para buruh telah menyetujui aturan dalam omnibus law itu.

"Pada prinsipnya hampir seluruh konfederasi menerima omnibus law ini. Mereka menghendaki agar dilibatkan sebagai mitra dialog," kata Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.

Menurut dia, penolakan dari serikat buruh sebelumnya terjadi karena ada perbedaan persepsi mengenai Omibus Law Cipta Lapangan Kerja. Salah satunya yaitu, mengenai upah minimum.

"Jadi beberapa hal yang kemarin dibahas dengan konfederasi, beberapa hal yang memang informasinya belum sampai, ada perbedaan persepsi mengenai informasi," ujarnya.

Airlangga menjelaskan bahwa formulasi upah minimum hanya untuk pekerja baru yang bekerja kurang dari setahun. Pasalnya, selama ini informasi yang beredar adalah upah minimum berlaku untuk seluruh buruh.

"Jadi yang diatur adalah untuk entry level tenaga kerja," ucapnya.

Selain itu, dia menyebut para buruh akan mendapat jaminan kehilangan pekerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan melalui aturan baru ini.

Namun, Airlangga memastikan bahwa program ini bukan untuk menggantikan pesangon Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK).

"Jadi ini on top daripada PHK pesangon," tutur Airlangga.

Dia menuturkan lewat Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini, ada fleksibilitas waktu kerja. Kendati begitu, aturan lembur 40 jam kerja seperti UU saat ini akan tetap berlaku.

"Pemerintah akan memberikan dengan pelaksanaan daripada perundang-undangan ini. Akan ada terkait dengan sweetener terhadap pengupahan. Jadi ada hal baru yang akan diberikan kepada para pekerja," jelas Airlangga.


Permintaan Mahfud Md

Mahfud MD (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, Menteri Koordinator bidang politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md meminta para buruh tidak salah memahami Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

"Harus dipahami dulu bahwa omnibus law itu bukan omnibus untuk investasi. Omnibus law itu adalah omnibus tentang cipta lapangan kerja, nah cipta lapangan kerja itu maksudnya agar lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia itu semakin terbuka lebar," kata Mahfud di Kemenko Polhukam, Senin, 20 Januari 2020.

Mahfud mengakui, memang satu cara membuka lapangan kerja adalah dengan memudahkan perizinan investasi. Namun, ia memastikan bahwa penekanannya bukan soal investasi, tapi lapangan kerja yang terhambat karena perizinan investasi.

"Jangan keliru, kan lalu isunya liar, ini (Omnibus Law) untuk mempermudah orang asing, enggak, ini investasi biasa. Orang kamu pun semua mau investasi perizinannya akan dipermudah oleh ini," ujarnya.

Meski demikian, Mahfud mempersilakan para buruh menyampaikan aspirasi pada DPR apabila ada yang dinilai merugikan buruh.

"Ya disampaikan saja nanti ke DPR nanti, kalau sejauh yang saya ini justru buruh diutamakan di situ ya. Tapi coba di bagian yang mana yang buruh dirugikan sampaikan ke DPR sampaikan juga ke saya nanti saya salurkan," ujarnya.

"Yang penting paham masalahnya, ini adalah untuk mempermudah penciptaan lapangan kerja," tambahnya.

Saat ini, lanjut Mahfud, draf UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sudah beres dan akan segera dibahas DPR. "Sudah (drafnya), habis reses DPR kan terus mulai membahas itu," katanya memungkasi.


Moeldoko Serap Aspirasi

Kepala Staf Presiden Moeldoko saat wawancara dengan KLY di Jakarta, Rabu (16/1). Dalam wawancara tersebut Moeldoko memaparkan kinerja kerja pemerintahan Jokowi-JK hingga saat ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Disisi lain, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko menegaskan pemerintah menampung aspirasi para buruh terkait omnibus law. Tak hanya buruh, pemerintah juga menerima masukan dari pengusaha.

"Dalam sidang kabinet paripurna Presiden menyatakan supaya dari pemerintah sungguh-sungguh mendegarkan aspirasi-aspirasi teman-teman sekalian (buruh maupun pengusaha)," kata Moeldoko di Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin 20 Januari 2020. 

Moeldoko berjanji akan mencari jalan tengah antara tuntutan buruh dengan permintaan pengusaha. Jalan tengah tersebut nantinya diakomodir dalam Omnibus Law UU Cipta Lapangan Kerja.

"Intinya Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dibangun untuk menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya dan menata kembali perpajakan. Nanti Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja bisa menjadi sesuatu yang lebih memberikan kepastian, lebih memberikan kenyamanan, lebih bisa diterima oleh semua pihak," papar dia.

Mantan Panglima TNI ini berpendapat penolakan buruh terhadap RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja lantaran belum memahami betul isi draft tersebut. Termasuk anggapan Omnibus Law menghapus pesangon dan cuti melahirkan bagi pekerja.

"Cuti hamil katanya dihilangkan, padahal kata Pak Airlangga (Meko Perekonomian) tidak. Maka yang lebih penting lagi nanti ada pertemuan bisa akomodir semua pihak," ucapnya.

 

(Rizki Putra Aslendra)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya