Buruh di Tangerang Akan Unjuk Rasa Tolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

Aksi ini sebagai bentuk penolakan mereka terhadap Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jan 2020, 08:28 WIB
Buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) berdemonstrasi di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (13/1/2020). Massa menyuarakan penolakan mereka terhadap Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. (Liputan6.con/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ribuan buruh dari berbagai elemen dan serikat pekerja di Kota Tangerang, akan berunjuk rasa di depan plaza Pusat Pemerintahan Kota Tangerang. Aksi ini sebagai bentuk penolakan mereka terhadap Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Lebih kurang 5.000 buruh akan turun ke jalan siang nanti. "Kami sampaikan maaf kepada masyarakat karena demo," ujar Ketua DPD KSPSI Provinsi Banten, Dedi Sudarajat, Rabu (22/1/2020).

"Hampir semua karyawan akan ikut total demo ini. Jadi, kami menolak Omnibus Law Ketenagakerjaan karena sistem ini menghancurkan kesejahteraan buruh," sambungnya.

Menurutnya, para buruh akan bergerak dari sejumlah titik. Bahkan akan ada long march atau konvoi kendaraan.

Konvoi buruh dimulai dari wilayah barat dan timur Tangerang, dengan titik temu massa di bilangan Tanah Tinggi untuk bersama-sama menuju Gedung DPRD Kota Tangerang di kawasan Puspemkot Tangerang.

"Mulai pukul 6 pagi, satgas serikat pekerja mulai menduduki semua pintu kawasan industri di Kota Tangerang," tutur Dedi.

Dedi menambahkan, aksi unjuk sudah diberitahukan ke kepolisian beberapa hari lalu.

"Jadi, jika polisi membubarkan, jelas kami akan melawan," kata dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Berkumpul di DPRD

Terpisah, Sekretaris Dinas Ketenagakerjaan Kota Tangerang, Prapti, mengaku telah mendapatkan surat pemberitahuan unjuk rasa buruh terkait Omnibus Law Ketenagakerjaan.

"Mereka aksi titik kumpulnya di DPRD Gedung Pusat Pemerintahan Kota Tangerang. Estimasi massa yang gelar aksi besok sekitar 2.000 orang. Intinya mereka menuntut menyangkut kesejahteraannya," kata Prapti.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya