Mahfud MD Sebut Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Bakal Berantas Korupsi

Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dibentuk untuk menghilangkan praktik korupsi.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jan 2020, 12:17 WIB
Menko Polhukam, Mahfud Md bersiap meninggalkan Gedung KPK memberikan keterangan seusai menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di Jakarta, Senin (2/12/2019). Diberitakan sebelumnya, KPK mengimbau para menteri untuk melaporkan kekayaan mereka ke KPK. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Kemananan (Menko Polhukam), Mahfud MD menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dibentuk untuk menghilangkan praktik korupsi. Sebab, dalam proses perizinan investasi kerap kali ditemui proses yang berbelit dan panjang sengaja dibiarkan untuk kepentingan pejabat tertentu

"Tumpang rindih aturan itu bukan hanya sebatas administrasi, melainkan karena ada sisi korupsinya di sana. Hukum diatur sedemikian rupa untuk mendapat untung," ujar Mahfud di Jakarta, Rabu (22/1).

Mahfud menyebut banyak para investor yang akhirnya tidak jadi menanamkan modalnya ke Indonesia karena kehabisan modal hanya untuk mengurus persyaratan. Salah satunya yakni terkait dengan izin Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).

"Orang kadang mau investasi, lalu menunggu amdal, dua tahun uangnya sudah habis. Tiba-tiba ada pejabat apakah itu anggota DPR atau Kementerian, sini lewat saya saja. Tapi mereka dapat fee. Itu bener. Secara hukum berisiko kalau ketauan hancur dia," kata dia.

Selaian memininalisir terjadinya tindak korupsi, pemerintah juga berkomitmen untuk memangkas proses kegiatan-kegiatan berusaha lainnya. Seperti dalam hal dwelling time di pelabuhan yang disoroti Presiden Joko Widodo.

"Sampai sekarang belum juga selesai. Proses bongkar muat itu lama karena BNN memeriksa narkoba, BPNT memeriksa barang-barang terorisme, Bea Cukai periksa cukai, macam-macam banyak sekali. Kalau merevisi UU masing-masing akan lama. Jadi diangkat saja semua pasal yang jadi masalah ke omnibus law," tandasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Reporter: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Jembatani Keinginan Pengusaha dan Buruh

Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko memberi paparan dalam Dialog Nasional II Pembangunan Ibu Kota Negara, di Jakarta, Rabu (26/6/2019). Moeldoko memaparkan terkait kondisi keamanan dan pertahanan Indonesia menghadapi rencana ibu kota dipindahkan ke Kalimantan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Buruh yang tergabung dalam aliansi gerakan buruh bersama rakyat (Gebrak) melakukan aksi unjuk rasa pada Senin ini. Mereka menolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja karena dianggap merugikan.

Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko menegaskan pemerintah menampung aspirasi para buruh. Tak hanya buruh, pemerintah juga menerima masukan dari pengusaha.

“Dalam sidang kabinet paripurna Presiden menyatakan supaya dari pemerintah sungguh-sungguh mendegarkan aspirasi-aspirasi teman-teman sekalian (buruh maupun pengusaha),” kata Moeldoko di Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin (20/1/2020). 

Moeldoko berjanji akan mencari jalan tengah antara tuntutan buruh dengan permintaan pengusaha. Jalan tengah tersebut nantinya diakomodir dalam Omnibus Law UU Cipta Lapangan Kerja.

“Intinya Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dibangun untuk menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya dan menata kembali perpajakan. Nanti Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja bisa menjadi sesuatu yang lebih memberikan kepastian, lebih memberikan kenyamanan, lebih bisa diterima oleh semua pihak,” jelasnya.

Mantan Panglima TNI ini berpendapat penolakan buruh terhadap RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja lantaran belum memahami betul isi draft tersebut. Termasuk anggapan Omnibus Law menghapus pesangon dan cuti melahirkan bagi pekerja.

“Cuti hamil katanya dihilangkan, padahal kata Pak Airlangga (Meko Perekonomian) tidak. Maka yang lebih penting lagi nanti ada pertemuan bisa akomodir semua pihak,” ucapnya.

Reporter: Titin Supriatin

Sumber: Merdeka.com 


Tolak Omnibus Law, Buruh Kepung Gedung DPR

Massa buruh berjalan menuju Istana Negara saat aksi Hari Buruh di Jakarta, Senin (1/5). Dalam aksinya para buruh meminta sistem kerja kontrak dan upah rendah dihapus. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Sebelumnya, ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) hari ini kembali mendatangi DPR RI untuk menyampaikan penolakannya terhadap omnibus law dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Senin (20/1/2020).

Tidak hanya di Jakarta, gerakan penolakan, serentak juga dilakukan di berbagai provinsi lain di Indonesia. Misalnya Aceh, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Gorontalo.

Presiden KSPI yang juga Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Said Iqbal mengatakan, pada dasarnya kaum buruh setuju dengan investasi. Namun demikian, kaum buruh dipastikan akan melakukan perlawanan, jika demi investasi kesejahteraan dan masa depan kaum buruh dikorbankan.

Said Iqbal khawatir, keberadaan omnibus law cipta lapangan kerja akan merugikan kaum buruh. Hal ini jika dalam praktiknya nanti, omnibus law menghilangkan upah minimum, menghilangkan pesangon, membebaskan buruh kontrak dan outsoursing (fleksibilitas pasar kerja), mempermudah masuknya TKA, menghilangkan jaminan sosial, dan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha.

"Jika pemerintah serius ingin menghilangkan hambatan investasi dalam rangka penciptaan lapangan kerja, maka pemerintah jangan keliru menjadikan masalah upah, pesangon, dan hubungan kerja menjadi hambatan investasi," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (20/1/2020).

Menurut World Economic Forum, kata Said Iqbal, dua hambatan utama investor enggan datang ke Indonesia adalah masalah korupsi dan inefisiensi birokrasi. "Jadi jangan menyasar masalah ketenagakerjaan," tegasnya. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya