Menag: Tak Ada Penghapusan Sertifikasi Halal di RUU Omnibus

Perjalanan pembahasan RUU Omnibus mulai banyak menuai kritik, terkait beberapa isu pemangkasan kebijakan yang dikhawatirkan oleh masyarakat.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jan 2020, 13:10 WIB
Menteri Agama Fachrul Razi (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Agama Fachrul Razi menegaskan tidak ada penghapusan sertifikasi halal untuk produk-produk yang beredar di Indonesia dalam RUU Omnibus Cipta Lapangan Kerja. RUU Omnibus hanya mendorong penyederhanaan proses sertifikasi halal. 

"Bukan istilah dihapus, bagaimana membuat mempercepat, membuat efisien,” kata Fachrul di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (22/1/2020).

Penyederhanaan proses sertifikasi halal produk-produk sesuai dengan arahan Presiden Jokowi. Jokowi selalu mewanti-wanti agar prosedur pengurusan apa pun dipangkas. 

"Bapak Presiden enggak mau lagi hal-hal yang menjadi berlambat-lambat. Harus ada kepastian. Bagus sekali niat Beliau itu," ujarnya. 

Perjalanan pembahasan RUU Omnibus mulai banyak menuai kritik terkait beberapa isu pemangkasan kebijakan yang dikhawatirkan oleh masyarakat. Mulai dari isu ketenagakerjaan hingga kewajiban sertifikasi halal.

Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ledia Hanifa Amaliah menilai munculnya berbagai kritik dan penolakan tersebut karena pemerintah dirasakan terlalu fokus menyuarakan kepentingan investasi dalam ide dasar pemunculan Omnibus Law.

Anggota Komisi X DPR RI ini menyatakan, rencana penyederhanaan peraturan perundangan untuk membuat regulasi yang efektif dan efisien adalah ide yang baik, tapi perlu dikuatkan dasar kepentingannya.

"RUU ini selayaknya dihadirkan, terutama untuk menguatkan kemunculan, perkembangan dan proteksi pada produk dalam negeri, pada para pengusaha mikro, kecil, menengah dan termasuk juga untuk memberi perlindungan pada tenaga kerja, konsumen dan masyarakat Indonesia secara umum," kata Ledia dalam siaran pers, Rabu (22/1/2020).

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Harus Prorakyat

Dengan demikian, ucap Ledia, keinginan pemerintah menyegarkan iklim investasi harus dilandasi dengan keberpihakan pada kepentingan seluruh rakyat, termasuk para pekerja dan konsumen muslim.

"Isu terhapusnya hak-hak dan perlindungan bagi pekerja, serta perlindungan konsumen muslim dari makanan yang tidak halal hanya sebagian dari contoh betapa perbincangan pembahasan RUU ini masih terkesan lebih berfokus pada bagaimana bisa membuka keran investasi seluas-luasnya, tapi abai pada perlindungan bagi masyarakat," kata dia.

Karenanya sebelum pembahasan RUU ini menjadi lebih teknis, Ledia mengingatkan pemerintah untuk menjadikan penguatan dukungan dan perlindungan pada produk dalam negeri, pengusaha UMKM, tenaga kerja dan masyarakat Indonesia secara luas sebagai landasan pembuatan naskah RUU.

"Jadi, meski kita sangat ingin melakukan penyegaran iklim investasi, dengan di antaranya menyederhanakan regulasi dan membuka jalan kemudahan bagi para investor, keberpihakan dukungan dan perlindungan pada masyarakat Indonesia harus diutamakan, bukan dikalahkan demi investasi," jelas Ledia.

Reporter: Titin Supriatin

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya