Film Porno Bikin Gairah Seks Lesu?

Zachary Zane, seorang penulis, pembicara, dan aktivis yang berbasis di Brookly mengibaratkan film porno ini seperti makanan. Menurutnya, tidak semua makanan buruk, karena kita butuh makanan untuk hidup.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 23 Jan 2020, 23:00 WIB
Ilustrasi pasangan menonton film porno (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Ada anggapan, menonton film porno bisa menganggu aktivitas seksual. Namun tahukah Anda, teori tersebut ternyata tidak terbukti.

Zachary Zane, seorang penulis, pembicara, dan aktivis yang berbasis di Brookly mengibaratkan film porno ini seperti makanan. Menurutnya, tidak semua makanan buruk, karena kita butuh makanan untuk hidup.

"Tapi ketika seseorang lupa memperhatikan kesehatan atau mengonsumsi dalam porsi berlebih, tentu akan menjadi buruk dampaknya," katanya, seperti dilansir Menshealth.

Bila sebelumnya para ahli mengklaim kalau film porno bisa merusak gairah seks pasangan, sebuah studi di tahun 2015 yang diterbitkan dalam Journal of Sexual Medicine menemukan sebaliknya.

"Pria yang menonton porno semakin terangsang dan memiliki keinginan yang lebih kuat untuk berhubungan seks dengan pasangan. Selain itu, mereka tidak melihat hubungan antara penggunaan porno dan disfungsi ereksi," kata peneliti.

Bahkan, peneliti di Kinsey Institute dan penulis Tell Me What You Want, dr. Justin Lehmiller, mengatakan bahwa disfungsi ereksi pada laki-laki tidak bisa disebut akibat film porno. "Sebagian besar orang justru mengaku film porno membuat hubungan seks mereka lebih baik."

 

Simak video menarik berikut ini:


Butuh Terapi

Ilustrasi menonton film porno - seks - gadget (iStockphoto)

Di sisi lain, Direktur Center for Intimacy Recovery, Gary Katz, LCSW, CSAT mengatakan, ada kalanya ketika film porno memang berakibat buruk. Seperti misalnya bila seseorang terlalu berlebihan menonton film porno.

"Anda harus belajar bagaimana menavigasi emosi-emosi itu dan memiliki hubungan seksual dalam semua kompleksitas itu. Tetapi ilmu pengetahuan mengatakan bahwa pornografi tidak akan sampai menghancurkan hubungan romantis pria," ujar Katz.

Katz membenarkan, penelitian tahun 1989 menemukan film porno berkaitan dengan gairah seks pasangan. Namun saat studi ini direplikasi kembali pada 2017 dengan melibatkan 10 kali lipat peserta, para ahli tidak melihat hubungan tersebut.

Lehmiller menambahkan, konsumsi porno bukanlah akar masalah seksual atau hubungan apa pun. Sebaliknya, konsumsi porno merupakan gejala dari masalah mendasar lainnya, seperti konflik hubungan, perbedaan hasrat seksual, dan kecemasan.

“Untuk memahami efek dari pornografi, kita benar-benar perlu mempertimbangkan konteks pribadi dan sosial di mana pornografi digunakan. Misalnya, ketika pornografi menjadi pengganti total untuk pendidikan seks, yang ada malah mengarahkan pada ide yang salah tentang seks dan tubuh manusia." ujar Lehmiller.

Lehmiller juga menambahkan, "Ketika orang menggunakan pornografi hingga akhirnya malas bercinta, hal ini dapat menyebabkan perasaan bersalah, malu, dan cemas. Solusi untuk masalah ini yaitu tidak harus menghilangkan porno, melainkan hanya perlu perlu terapi."

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya