Liputan6.com, Tasikmalaya Keabsahan surat rekomendasi Kesultanan Selacau Tunggul Rahayu atau Selaco, di Kecamatan Parung Ponteng, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, yang diakui lembaga Unesco, PBB, dipersoalkan warga.
Sesepuh masyarakat Tasikmalaya, Anton Charliyan, mempertanyakan kebenaran dan keabsahan surat rekomendasi itu. Selama ini, Unesco yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terbilang sulit memberikan surat rekomendasi.
"Mohon maaf, PBB ini bukan sebuah lembaga yang bisa mensahkan sebuah negara. Seandainya ada di PBB, nanti di PBB bisa bikin negara-negara di dunia," ujarnya, Rabu (22/1/2020).
Sebelumnya, Sultan Patra Kusumah VIII alias Rohidin, Sultan Kesultanan Selacau Tunggul Rahayu, mengklaim lembaganya telah diakui PBB, sebagai warisan kultur budaya peninggalan Kerajaan Padjajaran, sejak 2018 lalu.
Baca Juga
Advertisement
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan PBB dalam keputusan itu, yakni akta nomor warisan dan izin pemerintahan kesultanan, serta izin referensi tentang keprajuritan, lisensi seni dan budaya.
Dalam pernyataannya, Rohidin menyatakan bahwa kehadiran Kesultanan Selacau sebagai upaya nyata melestarikan warisan budaya leluhur keturunan Kerajaan Padjadjaran di era kepemimpinan Raja Surawisesa.
Anton menilai klaim Rohidin mengenai pernyataan itu terlalu dini. Menurut dia, PBB hanya sebuah lembaga perdamaian dunia, bukan lembaga yang bersifat power atau kekuasaan, untuk melegalkan sebuah lembaga termasuk negara.
"Begitu pun Unesco dalam menetapkan sebuah situs, itu perlu sebuah proses panjang, dan itu pun pasti akan melalui sebuah negara, pemerintahan yang resmi," papar dia.
Ia kemudian membandingkan Kampung Naga yang berada di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Tasikmalaya, dengan silsilah lengkap, tapi harapan untuk menjadi desa adat yang melaksanakan administrasi sendiri, hingga kini sulit terwujud.
"Jadi memang tidak semudah itu (diakui PBB)," ujar dia mengingatkan.
Simak video pilihan berikut:
Settingan
Anton menyatakan, munculnya fenomena Kesultanan Selacau dan lainnya harus disikapi pemerintah dengan serius, sehingga tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.
"Ini tantangan bagi penyidik maupun penyelidik dan saya yakin ini ada yang mendesain," ungkapnya.
Menurutnya, kemunculan isu sejarah dan budaya dengan memunculkan kerajaan dan kesultanan baru yang terjadi saat ini, menjadi salah satu celah terjadinya disintegrasi bangsa.
"Mungkin karena kurang berhasil menjual melalui agama, kini sekarang akan mengobok melalui sejarah dan budaya," papar dia.
Dugaan itu ujar dia, mudah difahami, sebab selama ini kerajaan dan kesultanan baru, muncul secara tiba-tiba dengan sistem dan pola yang hampir menyerupai.
"Makanya saya berkali-kali mengatakan, tolong dicari dalangnya, karena saya yakin yang satu dan lainnya berhubungan," kata dia.
Mantan Kapolda Jawa Barat ini kemudian mencontohkan kemunculan Keraton Agung Sejagat di Purworejo, dengan Sunda Empire, di Bandung, yang memiliki hubungan di antara pejabat terasnya.
"Puworejo itu (Keraton Agung Sejagat) sekjennya dari Bandung Empire. Apalagi seragamnya hampir sama, mungkin tukang jahitnya sama antara yang di Empire dan Purworejo," ujar dia sedikit bercanda.
Advertisement