Seluk Beluk Kesultanan Selacau, Awal Mula Berdiri hingga Terdaftar di Pemkab

Kesultanan Selacau berbeda dengan Keraton Agung Sejagat, di Purworejo, Jawa Tengah atau pun Sunda Empire di Bandung, Jawa Barat.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Jan 2020, 06:30 WIB
Rohidin, alias Sultan Patra Kusumah VIII, Sultan Kesultanan Selacau di Tasikmalaya, Jawa Barat (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Jakarta - Kesultanan Selacau Tunggul Rahayu di Kecamatan Parung Ponteng, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat belakangan menarik perhatian.

Kesultanan Selacau berbeda dengan Keraton Agung Sejagat, di Purworejo, Jawa Tengah atau pun Sunda Empire di Bandung, Jawa Barat.

Perbedaannya adalah Kesultanan Selacau yang didirikan Rohidin alias Sultan Patra Kusumah VIII itu tetap menyatakan dukungan dan bergabung dengan pemerintahan sah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak 2004.

"Selacau itu punya dua literatur leluhur yang saya ajukan pada tahun 2004," ujar Rohidin, Sabtu (18/1/2020).

Berikut seluk-beluk berdirinya Kesultanan Selacau yang dipimpin oleh Rohidin alias Sultan Patra Kusumah VIII dan respons pemerintah setempat:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Awal Mula

Muncul lagi Kesultanan Selacau di Kecamatan Parung Ponteng, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Rohidin mengaku sebagai keturunan kesembilan Surawisesa, Maharaja Kerajaan Pajajaran yang kemudian di tahun 1527 dikudeta saudaranya sendiri.

Surawisesa lalu mengungsi ke Parungponteng. Maharaja Surawisesa disebut memiliki lima anak, di antaranya Raden Patrakusumah.

"Nah saya keturunan ke delapan dari Raden Patrakusumah," kata dia saat ditemui wartawan di istananya, Kamis, 23 Januari 2020.

Keberadaan kesultanan tersebut sudah diketahui sejak lama oleh masyarakat sekitar. Kesultanan tersebut pun memiliki istana yang berdiri hingga saat ini.

Raden Rohidin mengklaim bahwa Kesultanan Selaco telah mendapatkan legalitas fakta sejarah yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa Bangsa di 2018, sebagai putusan warisan kultur budaya peninggalan sejarah Kerajaan Pajajaran di kepemimpinan Raja Surawisesa. Bahkan dia mengaku memiliki dua literatur leluhurnya yang diajukan di 2004.

"Akhirnya di 2018 keluar putusan warisan kultur budaya peninggalan sejarah di kepemimpinan Surawisesa. Fakta sejarah ini dikeluarkan lembaga PBB, yang pertama nomor warisan dan juga izin pemerintahan kultur. Keduanya izin referensi tentang keprajuritan, lisensi seni dan budaya," papar Rohidin.

Ia menyebut bahwa pendirian Kesultanan Selaco menjadi upayanya dalam melestarikan warisan leluhur dan sebagai keturunan Kerajaan Pajajaran.

Selama ini, kesultanan yang dipimpinnya berbentuk yayasan hingga memiliki kabinet layaknya kerajaan dan juga memiliki batas wilayah.

 


Penggiat Budaya

Muncul lagi Kesultanan Selacau di Kecamatan Parung Ponteng, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Rohidin menyebut, kesultanannya berdiri mulai dari wilayah Garut, Tasikmalaya, Ciamis, dan Pangandaran bagian selatan.

Meski begitu, ia memastikan tetap mengaku sebagai bagian dari Negara Indonesia.

"Kesultanan ini adalah upaya untuk melestarikan kebudayaannya saja karena selama ini sebagai penggiat budaya. Di kesultanan ini kami memiliki kabinet menteri yang berjumlah enam orang dan deputi hingga pejabat daerah yang baru disahkan di 2018 sejak mendapatkan legalitas dari keputusan PBB," kata Rohidin.

Dia menjelaskan, dalam struktur organisasi untuk setingkat menteri disebut mangkubumi, sedangkan pemimpin di tingkat kabupaten adalah tumenggung atau demak.

 


Miliki Sumber Dana

Teller menunjukkan mata uang rupiah di bank, Jakarta, Rabu (22/1/2020). Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan penguatan nilai tukar rupiah yang belakangan terjadi terhadap dolar Amerika Serikat sejalan dengan fundamental ekonomi Indonesia dan mekanisme pasar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Untuk pendanaan kesultanan, Raden Rohidin mengungkapkan pihaknya memiliki sumber pendanaan yang berasal dari sertifikat Phoenix melalui Grantos yang bernama M Bambang Utomo.

Selain itu juga ia memiliki proyek Phoenix atau uang yang berasal dari luar negeri, tepatnya di Bank Swiss yang hanya bisa diambil oleh seorang Grantos.

"Nantinya bisa digunakannya, terutama dalam pembangunan kesultanan termasuk menyejahterakan masyarakat hingga para pejabatnya dari uang tersebut. Tetapi sekarang uang proyek Phoenix telah dikuasai oleh negara dan para pemimpin Negara Indonesia pasti tahu sekarang ini dan kami buka saja," papar Rohidin.

Atas kesultanan yang didirikannya, Raden Rohidin memersilakan kalau ada pihak yang ingin menelusuri keabsahan sejarah kesultanannya. Menurut dia, penelusuran sejarah tidak boleh ada yang menutup-nutupi.

"Saya terbuka terhadap pihak yang ingin menelusuri. Bisa juga menelusuri di Balai Arkeologi Bandung," ucap dia.

 


Ada Makam Leluhur

Karangan bunga diletakkan di batu nisan sebuah kuburan di Taman Pemakaman Umum di Jakarta Selatan. (Liputan6.com/Heppy Wahyudi)

Raden Rohidin menyebut, di kompleks kesultanan Selaco terdapat sejumlah makam leluhur, termasuk Maharaja Surawisesa dan Raden Patrakusumah.

Keberadaan makam-makam leluhur tersebut menjadikan tugas kesultanan untuk merawatnya, bukan untuk mendirikan kerajaan di dalam negara.

"Sejak dahulu kesultanan Salaco juga telah bergabung dan mengakui Indonesia. Kita sebenarnya diangkat lagi saat ini, gara-gara pemberitaan adanya kerajaan di daerah lain. Jadi terkena dampak saja," tandas Rohidin.

 


Tanggapan Pemerintah

Muncul lagi Kesultanan Selacau di Kecamatan Parung Ponteng, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tasikmalaya melalui Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya, Mohammad Zein menilai keberadaan Kesultanan Salaco atau Selacau Tunggal Rahayu di wilayahnya tidak pernah menimbulkan keresahan warga. Sejak kesultanan dideklarasikan, ia menyebut belum ada warga yang melapor terganggu atas kehadirannya.

Atas kondisi tersebut, Zein meminta agar seluruh pihak tidak berbuat berlebihan karena keberadaan Kesultanan Selaco hanya untuk merawat cagar budaya yang dianggap peninggalan leluhurnya.

"Masyarakat jangan langsung menghakimi keberadaannya karena selama ini kami belum ada laporan kegiatan yang meresahkan dari warga. Ini karena kebetulan saja efek dari kejadian di daerah lain," kata Zein.

Meski begitu, Zein mengatakan, pihaknya tetap akan menelusuri status hukum kesultanan tersebut termasuk asal usul sejarahnya.

"Jika mengklaim sebagai kesultanan harus jelas asal-usul sejarahnya. Jika ditemukan ada yang tidak sesuai aturan atau melenceng dari sejarah, kita bersama kepolisian tentu akan mengambil langkah untuk mengatasinya," ungkapnya.

"Saya belum bisa menjelaskan secara spesifik terkait keberadaan kesultanan itu. Tentunya itu harus melalui dulu beberapa kajian-kajian yang mendalam," tambah dia.

Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Tasikmalaya menyebut, Kesultanan Selaco didirikan Raden Rohidin Patra Kusumah pada 2004.

 


Terdaftar dalam Kesbangpol

Ilustrasi, Juanda Surabaya menampilkan acara kesenian tari dari Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumenep. (Suarasurabaya/juanda-airport.com)

Kepala Seksi Kewaspadaan Daerah Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Piping Noviati mengatakan, kesultanan itu tidak terdaftar dalam catatan Kesbangpol.

Namun, kata dia, Kesbangpol mencatat Polsif (Police Selaco International Federation) terdaftar sebagai perkumpulan dan memiliki akta notaris dan berbadan hukum dari Kemenkum HAM.

Kesbangpol diakui Piping sudah melakukan pendekatan terhadap Kesultanan Selaco, namun Raden Rohidin tidak pernah datang ke kantornya untuk mendaftar.

"Kalau Polsif-nya terdaftar di kita sebagai perkumpulan, namun kesultanannya memang belum terdaftar ada," ucap Piping.

Selain itu, lanjut Piping, Kesbangpol pun pernah mencopot spanduk yang isinya ajakan mendirikan Daerah Istimewa Provinsi Priangan yang diduga dipajang oleh Kesultanan Selaco beberapa tahun lalu.

"Pencopotan tersebut pun tidak ada perlawanan dari pihak kesultanan. Setelah itu tak pernah ada laporan meresahkan dari masyarakat," tutupnya.

 

Reporter : Mochammad Iqbal

Sumber : Merdeka

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya