Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim kembali melakukan gebrakan dalam dunia pendidikan. Kali ini, mantan bos Gojek itu menggagas konsep Kampus Merdeka.
Konsep ini merupakan lanjutan dari konsep Meredeka Belajar yang diimplementasikan dalam perguruan tinggi. Terdapat empat poin kebijakan dalam Kampus Merdeka. Salah satunya mengenai penyederhanaan akreditasi perguruan tinggi.
Advertisement
Menurut Nadiem, selama ini proses akreditasi begitu menyita waktu para pendidik di lingkungan perguruan tinggi. Bahkan cenderung menjadi beban bagi mereka.
"Kenapa? Karena dilakukan secara manual tumpukan dokumentasi dan bukti bahwa universitas itu telah melakuman proses itu bertumpukan pada saat ancang-ancang dua tahun waktunya akreditasi banyak sekali mahasiswa pun sampai komplain, dosennya kemana ya?," kata Nadiem di Kemdikbud, Jakarta, Jumat (24/1/2020).
Di samping itu, Nadiem Makarim melanjutkan, banyak sekali antrean perguruan tinggi yang belum terakreditasi luar biasa panjangnnya. Hal ini karena prodi dan perguruan tinggi diwajibkan tiap lima tahun melakukan re-akreditasi.
"Sehingga perguruan tinggi yang kecil tidak punya resource yang banyak itu sampai nunggu bertahun-tahun. (Bahkan) sampai 20 persen permintaan akreditasi tidak terpenuhi di tahun itu," papar dia.
Di samping itu, prodi atau perguruan tinggi yang telah melakukan proses akreditasi berlevel internasional, dengan skema akreditasi saat ini ternyata masih diminati untuk akreditasi ulang melalui Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).
"Jadi apa kebijakan kita? Kemana arahnya akreditasi kita akan menggunakan tiga prinsip ke masa depan. Akreditasi harus mengarah ke sifat sukarela, dimana di negara maju sifatnya sukarela, kalau saya mau diakreditasi saya akan diprioritaskan tapi kalau tidak merasa butuh itu tidak apa-apa," katanya.
Kedua, lanjut Nadiem pihaknya akan mengutamakan peran masyarakat, industri dan peran asosiasi profesi untuk melaksanakan akreditasi tersebut dan bukan mengutamakan pemerintahan yang melakukan akreditasinya.
"Kenapa, karena semakin lama semakin lebih spesifik semua disiplin domain knowledge itu, tidak mungkin pemerintah bisa mengetahui semua domain informasi tersebut," terang dia.
Nadiem menilai bagaimana mungkin pihaknya bisa mengakreditasi semua prodi-prodi tersebut. Menurutnya akreditasi tersebut bisa dilakukan oleh asosiasi dari bidang keilmuan yang bersangkutan.
"Yang ketiga, harus mengikuti base practice international standard. Artinya semakin banyak akreditasi yang diberikan, juga diakui secara internasional semakin baik," pukasnya.
Dalam hal ini, Nadiem mengatakan pihaknya akan mendorong sebanyak mungkin akreditasi perguruan tinggi di luar negeri. Karena standar sudah harus mengikuti global.
"Pengetahuan sudah global, menurut arahan Bapak Presiden harus menjadi SDM unggul di panggung dunia bukan hanya di negara sendiri," ia menegaskan.
Sementara itu, bagi prodi atau perguruan tinggi yang merasa belum siap naik level akreditasi, makan akreditasi akan secara otomatis seperti sedia kala saat ia terakhir kali mendapatkan status akreditasi.
"Sekarang re-akreditasi karena sukarela, artinya bagi yang siap naik. Misalnya B mau naik ke A, dialah yang diprioritaskan (untuk diproses) oleh badan akreditasi kami (BAN-PT). Jadi sifatnya sukarela," terang dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tetap Diawasi
Sementara, Nadiem melanjutkan, bagi prodi yang mendapatkan akreditasi internasional dari beberapa badan akreditasi internasional yang ditetapkan oleh Kemdikbud di kemudian hari, maka prodi tersebut akan secara otomatis mendapatkan akreditasi A dari pemerintah.
"Dan tidak harus melalui proses lagi di tingkat nasional. Kita akan mengkurasi semua," ujarnya.
Kendati begitu, menurut Nadiem bukan berarti pihaknya tidak melakukan monitoring. Kata Nadiem, kapan pun kalau pemerintah mendapatkan pengaduan dari masyarakat ihwal penurun kinerja dari suatu perguruan tinggi atau prodi.
Atau status akreditasinya tidak sejalan dengan kualitas sesungguhnya, maka pihaknya akan bisa melakukan akreditasi sekali pun tanpa permintaan dari program studi maupun perguruan tinggi yang bersangkutan.
Advertisement