Liputan6.com, Cilacap - Belakangan, nama Banyumas moncer sebagai penghasil durian jenis unggul. Salah satunya adalah durian Kromo atau lebih populer disebut dengan durian Bawor.
Bawor memang identik dengan Banyumas. Tak butuh lama, durian Bawor lantas melejit menjadi primadona petani dan para pecinta durian.
Di luar Banyumas, tentu saja Banjarnegara pantas disebut sebagai sentra durian di Jawa Tengah. Beragam durian unggul dengan berbagai varian rasa lahir di lereng Gunung Dieng ini.
Baca Juga
Advertisement
Namun sentra durian di eks-Karesidenan Banyumas tak hanya dua wilayah ini. Cilacap, yang lebih dikenal sebagai daerah pesisir rupanya juga sudah mulai melirik budidaya durian unggul.
Adalah petani di Desa Limbangan, Wanareja, Cilacap, yang telah memulainya sejak tujuh tahun lalu. Tahun 2020 ini adalah tahun ketiga pohon-pohon yang ditanam pada 2012 itu berbuah.
Tak main-main, di desa ini sudah ada lima hektare lahan yang ditanam durian. Jenis duriannya tak kalah unggul, yakni durian Montong Cane atau kerap hanya disebut durian Cane saja. Ukuran buahnya jumbo, kisaran tiga kilogram hingga tujuh kilogram.
Durian Cane dikenal dengan rasanya yang legit dengan aroma kuat. Manis, berpadu dengan sedikit pahit di pangkal lidah. Cita rasa khas durian ini lah yang dicari oleh pecinta durian.
“Kalau populasi awalnya itu sekitar 600 pohon. Tapi ada yang mati sekitar 100 pohon. Berarti yang sudah berbuah sekitar 500-an pohon,” kata Surur Hidayat, Koordinator PPL Kecamatan Wanareja, Rabu, 22 Januari 2020.
Harga durian Montong Cane di Limbangan pun masih cukup murah. Per kilogram hanya dihargai antara Rp35 ribu – Rp40 ribu di tingkat petani. Adapun di tingkat pengecer, harga Montong Cane kisaran Rp50 ribu per kilogram.
Simak video pilihan berikut ini:
Tanah Makam Diubah Jadi Surga Durian
Rupanya ada cerita unik di balik lahirnya kebun durian seluas lima hektare di Limbangan. Kepala Desa Limbangan, Harsono mengatakan semula lahan yang kini ditanami durian itu adalah tempat pemakaman umum (TPU) yang terlantar.
Pasalnya, tanah makam tersebut seluas tujuh hektare. Dari keseluruhan lahan, yang digunakan untuk area pemakaman hanya kisaran 25 persennya, atau sekitar dua hektare. Lainnya, ditumbuhi semak dan tanaman liar.
“Tadinya ini seperti lahan terlantar. Waktu dibuka itu tanahnya merah, seperti nggak bisa ditanam apa-apa,” ucap Harsono.
Lantas, usai berkomunikasi dengan Dinas Pertanian, lahan tersebut coba dimanfaatkan. Menilik jenis tanah, diputuskan untuk menanam durian. Kebun durian itu dikelola oleh 28 petani. Sembari menunggu durian berbuah, petani bertani tanaman sela.
Harsono bilang tahun-tahun pertama adalah masa terberat bagi petani. Sebab, durian masih rentan kekurangan air dan serangan penyakit. Petani mesti rutin menyiram pada musim kemarau.
Tanda-tanda keberhasilan baru terlihat pada tahun ketiga setelah tanam. Durian mulai berbunga, meski baru satu atau dua butir buah per pohon yang bisa bertahan hingga matang.
Memasuki tahun kelima hingga ketujuh setelah tanam, petani baru bisa merasakan peningkatan pendapatan yang signifikan. Pada tahun ketujuh usai penanaman, satu pohon bisa menghasilkan antara 20-60 butir, dengan bobot buah antara 2,5 – 6 kilogram.
“Sekarang sudah merasakan panen. Ini masih dikelola oleh masyarakat. Ke depan rencananya akan dibuat agrowisata durian,” dia menjelaskan.
Selain durian, Limbangan memiliki beragam potensi yang jarang ditemui di wilayah lainnya. Di antaranya, embung, curug atau air terjun dan perikanan.
Menurut dia, Desa Limbangan sangat berpotensi dikembangkan menjadi destinasi wisata alternatif. Agrowisata, ekowisata hingga wisata kuliner bisa menjadi andalan desa untuk memantik kunjungan wisatawan.
Advertisement
Komitmen Pemerintah
“Embung alhamdulillah selesai dibangun tahun ini. Ada rencana untuk mengembangkan embung menjadi tempat wisata, selain sektor perikanan,” ucapnya.
Rencananya, ekowisata itu akan dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Tahun ini BUMDes bakal mulai mengelola agrowisata.
“BUMDes baru terbentuk. Sekarang sebenarnya sudah mulai diperkenalkan agrowisata, sambil memperbaiki infrastruktur, seperti jalan,” ujarnya.
Menurut dia, kemudahan akses adalah kunci agar sebuah destinasi wisata cepat berkembang. Lahirnya destinasi wisata, akan menggerakkan sektor ekonomi lainnya, seperti perdagangan dan jasa. Karenanya dia berharap agar Pemda Cilacap membantu, terutama perihal akses jalan.
Sepantun serima, Pemerintah Kabupaten Cilacap mendukung upaya pengembangan ini. Bahkan, Pemkab Cilacap mendorong agar desa memanfaatkan lahan terlantar atau kritis.
Di wilayah Cilacap barat, khususnya kecamatan Wanareja, banyak lahan kritis yang sebelumnya tak termanfaatkan. Sebagian lahan kritis dan terlantar itu adalah tanah kas desa.
“Kami petakan, kami lihat potensinya untuk dimanfaatkan di bidang pertanian,” katanya.
Dari hasil pemetaan itu, disimpulkan bahwa tiap wilayah memiliki potensi pertanian berbeda. Di Desa Limbangan, misalnya, dinilai cocok sebagai sentra durian.
Kemudian di Desa Majingklak, cocok untuk buah naga dan manggis. Adapun di Desa Madura, tanahnya dinilai cocok untuk budidaya melon dan belimbing Madu.
“Pemetaan itu sekaligus agar tidak ada penumpukan satu komoditas tertentu. Dikhawatirkan harganya akan jatuh,” ujarnya.
Surur mengemukakan, bibit tanaman dan diperoleh dengan program Pengembangan Lingkungan Konservasi Sumber Daya Alam (PLKSDA).