Liputan6.com, Jakarta Tokyo selalu terlihat padat. Maklum saja, sebagai Ibu Kota Jepang, kota ini punya magnet tersendiri untuk menarik orang untuk melancong ke sana, utamanya wisata belanja. Nah, bagi Anda yang ingin mancari pengalaman lain dari wisata Jepang, Matsumoto bisa menjadi pilihan untuk menghindari keriuhan kota besar.
Matsumoto terletak di Perfektur Nangano. Dari Stasiun Tokyo saya menuju Stasiun transit Shinjuku dan melanjutkan perjalanan dengan kereta ekspres Azusa seharga 4.070 yen sekali jalan. Matsumoto adalah sebuah kota kecil yang tidak seramai kota-kota besar di Jepang.
Advertisement
Jarak dari Tokyo ke kota ini ditempuh 2,5 jam dengan kereta ekpres Azusa. Sesampainya di Matsumoto jangan bingung utuk mencari hotel yang akan menjadi tempat tinggal Anda sementara. Nikmantya kota ini, orang-orang tidak berjalan cepat untuk mencapai tujuan. Mereka menikmati senda gurau dengan kerabat atau rekan selama perjalanan.
Lokasi tujuan satu dengan lainnya dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Cara ini merupakan salah satu cara terbaik untuk menjelajahi spot-spot menakjubkan Matsumoto, apalagi saat saya berkunjung ke sana, 10 Januari 2020, Jepang tengah diselimuti musim dingin. Jadi, hitung-hitung menjaga tubuh tetap hangat dengan berjalan kaki.
Ada baiknya Anda membawa botol untuk isi ulang air minum. Kota yang dikelilingi pegunungan ini memiliki banyak cadangan air siap minum yang berasal dari mata air-mata air Japan Alps. Jadi, ketika Anda haus, tinggal cari keran yang menyediakan air siap minum.
Cara ini juga salah satu langkah menghemat pengeluaran, satu botol air mineral 600 mililiter dihargai 150-160 yen atau Rp 19 ribu per botolnya. Lumayan menghemat, bukan?
Namun, ada pilihan lain bagi Anda yang ingin memilih tidak berjalan kaki, yaitu menggunakan bus yang khusus untuk mengantar para pelancong menikmati berbagai panorama Kota Matsumoto. Bus ini unik dengan desain polkadot khas seniman kontemporer Jepang Yayoi Kusama. Tiket bus dipatok 200 yen untuk sekali jalan atau 500 yen untuk satu hari penuh.
Tapi jangan khawatir, ada juga rental sepeda untuk menjelajah Matsumoto. Namun, untuk rental ini diperlukan aplikasi khusus yang terpasang di gawai penyewa. Bersepeda dan berkeliling Matsumoto cocok untuk menjaga badan tetap hangat serta menjaga stamina untuk menjelajah spot berikutnya.
Nah, tanpa berpanjang lebar berikut spot-spot yang dapat anda jelajahi selama di Matsumoto. Usul saya siapkan dua-tiga hari untuk menikmati sensasi ketenangan Jepang dengan segudang budaya di Matsumoto.
Kastil Matsumoto
Ini adalah salah satu kastil dari ratusan kastil yang tersebar di Jepang yang diakui sebagai warisan dunia oleh UNESCO, pada September 2019. Jalan panjang dilalui tim yang menobatkan Kastil Matsumoto sebagai aset penting dunia, karena bukan saja tua, tapi nilai-nilai orisinalitas dan bukti-bukti yang menyebut bahwa kastil tersebut layak dinobatkan sebagai bagian dari peradaban Jepang sejak era Edo.
"Orisinalitas dan bukti-bukti, jadi tidak hanya usia yang tua. Dan pencarian bukti itulah yang paling lama," kata Yoshi, sapaan Yoshiko Tomiyama #tourguideyoshi, pertengahan Januari 2020 lalu, kepada Liputan6.com yang turut serta dalam tur ekslusif Three Stars Route; Hokuriku-Hida-Shinsu.
Pembangunan kastil ini dimulai sejak 1582 dimana sejak Jepang masih belum bersatu dan terjadi perang saudara. Oleh sebab itu kastil yang memiliki enam lantai ini dibangun sebagai bagian pertahanan dari musuh-musuh yang menyerang.
Layaknya sebuah benteng pertahanan, terdapat dua kolam yang dibangun mengelilingi kastil sebagai bentuk pertahanan. Setiap sudut dinding luar kastil terdapat lubang-lubang berbentuk segitiga dan kotak. Lubang segitiga adalah untuk para pasukan pemanah, sementara lubang kotak adalah untuk pasukan petembak.
Halaman luar kastil ini sangat kuat menjadi spot foto. Di sudut manapun foto diambil, latar jajaran pegunungan Japan Alps akan tertangkap kamera.
Kini bangunan bersejarah enam lantai tersebut masih tegak berdiri. Pemerintah setempat menjadikan Kastil Matsumoto sebagai ikon kebanggan warga. Di setiap sudut kota dan suvenir, dipenuhi dengan gambar atau foto kastil.
Penampilan kastil ini tampak gagah dan misterius. Sebab, warna hitam mendominasi bangunan kastil dan sekelompok gagak yang berterbangan di sekitar komplek kastil. Pengelola mematok tarif masuk 700 yen untuk dewasa dan 300 yen untuk anak-anak. Adapun untuk kelompok akan diberikan harga khusus tergantung jumlah orang yang dibawa berkunjung ke objek wisata tersebut.
Advertisement
Sekolah Kaichi, Saat Jepang Membuka Diri dalam Bidang Pendidikan
Sekolah ini adalah sekolah pertama di Jepang yang menjadi jejak peradaban Jepang yang modern. Sekolah yang berada tidak jauh dari Kastil Matsumoto, sekitar 10 menit bila berjalan kaki, dibangun oleh Seiyju Tateishi yang juga didapuk sebagai pimpinan perajin kayu di Matsumoto.
Sekolah Kaichi merupakan perjalanan awal kala Restorasi Meiji dimulai. Jepang mulai membuka diri dari dunia luar dan lepas dari perang saudara kala itu. Pengaruh asing perlahan mulai masuk dalam dunia pendidikan, seperti penggunaan papan tulis dan meja belajar. Para guru juga menggunakan setelan jas, tidak lagi Kimono sebagai pakaian khas Negeri Matahari Terbit.
Bangunan sekolah juga menunjukkan mulai diterimanya pengaruh asing di sekolah tersebut. Bangunan berdiri kokoh dari semen dan batu bata. Sebagai penanda yang mewakili tradisi, mereka menggambarkan naga dan malaikat berwajah orientalis.
"Sebagai penanda Jepang mulai membuka diri dari pengaruh asing, ornamen sekolah jelas memperlihatkan adanya pengaruh China dan bangunan mewakili arsitektur barat," kata kata Yoshiko Tomiyama, seorang pemandu lepas yang mengantarkan saya berkeliling Matsumoto, pertengahan Januari lalu.
Sekolah ini tidak sepenuhnya dibangun oleh dana pemerintah Matsumoto. Pada zamannya, 70 persen pembangunan sekolah ini adalah sumbangan dari warga Matsumoto. Bahkan, beberapa bukti catatan siapa dan berapa yang memberi sumbangan untuk sekolah ini dipamerkan di sekolah yang kini menjadi museum tersebut.
Saat memasuki museum ini kita terasa dibawa ke massa lalu, bangku kayu dan papan tulis dan aturan-aturan disiplin untuk siswa, terdapat di ruangan kelas. Total 13 ruangan dan satu aula di bangunan cagar budaya pemerintah Jepang ini.
Museum buka dari pukul 09.00 hingga pukul 17.00 waktu setempat. Pengelola mematok tarif 400 yen untuk dewasa dan 200 yen untuk anak-anak. Sementara untuk grup dengan jumlah tertentu diberikan harga khusus.
Menelusuri Kawasan Nakamachi
Nakamachi adalah salah satu tulang punggung ekonomi di Matsumoto. Dahulu kala, Nakamachi merupaka rute perdagangan yang menghubungkan Kyoto dan Nagoya. Hingga saat ini, toko-toko atau outlet masih menjual berbagai macam pernak-pernik kerajinan tangan.
Saat saya berkunjung ke Matsumoto, sepanjang jalan Nungyo-cho outlet-outlet berlomba memamerkan boneka Hina atau Hinamatsuri. Boneka cantik dengan kimono elegan ini dijual dengan harga bervariasi. Bahkan mencapai ratusan rinu yen pun dijual di sini. Soal harga tentunya bergantung pada kualitas boneka yang diproduksi.
Murayame Kensuke, salah satu penjual Boneka Hina mengatakan, untuk memproduksi satu boneka dengan setelah Kimono sesuai pesanan, dia menghabiskan waktu dua bulan. Yang menjadi lama adalah proses pembuatan kimono mulai dari motif dan desain.
"Kami memilih bahan terbaik untuk kimono dari desain dan pemakaian, sehingga bisa memakan waktu dua bulan," kata Murayame kepada Liputan6.com.
Boneka Hina adalah sepasang boneka raja dan permaisuri. Hinamatsuri digelar setiap 3 Maret. Para orangtua akan memberikan Hina doll kepada puteri mereka untuk kemudian disimpan. Tidak hanya memberikan, boneka ini juga dipercaya memberikan berkat sukses dan enteng jodoh sampai dengan sang putri kelak menikah.
Pantauan Liputan6.com di toko milik Kensuke, boneka Hina dengan harga tertinggi adalah seharga 360 ribu yen atau setara Rp 46,8 juta. Ini baru satu boneka raja, para orangtua harus membeli boneka permaisuri, tentunya dengan kualitas yang tidak jauh berbeda dengan sang raja.
Namun jangan khawatir, bila budget pembeli terbatas, maka ada juga satu paket boneka Hina yang dijual sepasang dengan harga yang tidak terlalu tinggi. Tentunya tidak sebagus kualitas Kimono yang ekslusif.
Advertisement
Tembok Namako
Ada pemandangan unik di kawasan Nakamachi, yaitu begitu banyak outlet atau rumah-rumah dengan gaya tembok yang serupa. Desain tembok itu dinamakan Tembok Namako dan sudah ada sejak tahun 1800-an. Tentunya tembok tersebut dibangun memiliki tujuan tertentu.
Tembok ini dibangun dari bata dan mortar dengan pola kisi hitam dan putih. Dari penjelasan yang didapat di papan informasi di Nakamachi, dahulu kala kawasan tersebut dilanda kebakaran besar pada 1888. Seluruh bangunan luluh lantah karena dilahap api.
Seiring restorasi Meiji di mana pengaruh asing mulai masuk Jepang, desain tembok Namako adalah jawaban untuk menjawab agar peristiwa tragis serupa tidak terjadi di Nakamachi.
Masih di kawasan Nakamachi, anda juga bisa mengunjungi toko kue dan pastry yang legendaris, Kaiundo. Kebetulan saat saya berada di Matsumoto, warganya tengah merayakan Festival Gula. Sehingga, menu khusus Kaiundo adalah kue manis khas toko tersebut. Toko ini sudah berdiri sejak 130-an tahun lampau.
Pengunjungnya begitu ramai. Mereka memilih beragam varian kue manis sebagai teman minum teh. Menu favorit adalah Shinmito. ada dua varian Shinmito, yaitu dibuat dari gula putih dan gula merah. Harga satuan adalah 160 yen. Adapun gula menjadi sangat penting dirayakan di Matsumoto karena zaman dulu, 1800-an, gula sangat-sangat mahal dan langka di Jepang. Gula hanya bisa dihasilkan dari nasi. Sehingga memerlukan proses panjang untuk menyaring gula dari nasi.
Berburu Barang Bekas di Nawate Street
Nawate Street adalah semacam pasar tradisional di Matsumoto. Kawasan ini menyajikan rupa-rupa mulai dari barang bekas hingga kuliner. Bagi anda yang menyukai Sake atau es krim, banyak pilihan kedai yang bisa anda singgahi. Atau sekedar menyicipi paganan.
Pasar ini berdiri seiring dengan hadirnya kuil Yohashira di Nawate Street pada 1879. Seiring dengan hadirnya kuil tersebut, banyak orang datang dan menyaksikan beragam pertunjukan di halaman kuil dan beberapa orang lainnya membuka dagangan di sepanjang jalan menuju kuil.
Sampai saat ini toko-toko dan berbagai macam pedagang hadir di Nawate hingga pukul 17.00 waktu setempat.
Advertisement
Bukan Andi Warhol, Ini Museum Yayoi Kusama
Tempat terakhir yang layak dikunjungi adalah Museum Matsumoto. Di dalam museum ini terdapat dua pameran, yaitu permanen dan temporer. Permanen temporer adalah untuk karya-karya perupa yang menggelar pameran karyanya di museum tersebut. Semntara yang permanen adalah khusus karya perupa Yayoi Kusama.
Sayangnya aturan di museum ini tidak memperbolehkan merekam karya masyur Yayoi. Bahkan untuk mengunggah ke media sosial karya Yayoi sangat dilarang keras. Museum ini sebagai bentuk penghargaan kota terhadap perupa yang lahir di Matsumoto.
Yayoi adalah perupa kelahiran Matsumoto pada tahun 1929. Dari karyanya dia banyak bercerita mengenai kisah-kisah yang dia alami semasa kecil. Dari paparan penjelasan di pintu masuk menuju ruang pamer Yayoi Kusama, tertulis bahwa perupa yang juga satu nafas dengan Andy Warhol dalam pop art ini mengalami massa-massa suram dan kompleks. Bahkan dia kerap berhalusinasi.
Bakat seni rupa Yayoi sudah mulai tampak sejak dia kecil. Di usia 28 tahun dia pindah ke Amerika Serikat untuk mendalami seni rupa. Enambelas tahun dia di Amerika dan kembali ke Jepang pada 1973 dan mendirikan studio di Tokyo, lalu kembali Matsumoto tanah kelahirannya.
"Saat dia mendapatkan banyak penolakan dari masyarakat, terutama soal budaya barat yang bertabrakan dengan pakem budaya Jepang," kata Yoshi.
Karya Yayoi yang paling populer adalah polkadot. Apapun medium karya rupa, Yayoi akan memadukannya dengan polkadot. Namun, ada pula instalasi rupa yang cukup apik, yaitu 'Ladder to Heaven' dan 'Hearth of God'. Dua instalasi ini seakan mengajak berinteraksi dengan siapapun yang ada di hadapannya.
Yayoi selain sebagai perupa juga merupakan seorang novelis. Saat ini perupa terkenal itu tengah dirawat di rumah sakit jiwa di Matsumoto.