Jujur Mengakui, Kakek Miskin Pembakar Lahan Dituntut Denda Miliaran

Sang petani miskin pembakar lahan dituntut 4 tahun dan denda Rp 3 miliar. Tuntutan ini disebut sebagai bukti bahwa hukum hanya tajam ke bawah.

oleh M Syukur diperbarui 28 Jan 2020, 08:00 WIB
Terdakwa kebakaran lahan, Syafrudin alias Si Syaf, usai menjalani sidang di Pengadilan Negeri Pekanbaru. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Syafrudin alias Si Syaf dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 3 miliar karena menyebabkan kebakaran lahan 20x20 meter persegi di Pekanbaru. Kuasa hukum meminta pengadilan negeri setempat membebaskan kakek 69 tahun itu karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai tak bisa membuktikan dakwaan.

Pengacara Syafrudin, Andi Wijaya mengemukakan berbagai pendapatnya terkait penegakan hukum kebakaran lahan yang dinilai tajam ke bawah ini. Di antaranya, JPU tidak bisa menghadirkan saksi ahli, kebakaran tidak meluas dan api tidak menyebar ke lahan lain.

Terkait ini, Kejaksaan Negeri Pekanbaru melalui Kasi Pidum Robi Harianto angkat bicara. Dia menilai semua dakwaan sudah terbukti dan akan memberikan jawaban atas pembelaan (pledoi) Syafrudin pada sidang berikutnya.

"Begini, kalau dakwaan tidak bisa dibuktikan, kenapa hakim menolak eksepsi (keberatan terhadap dakwaan) yang diajukan kuasa hukum terdakwa di awal sidang," kata Robi kepada Liputan6.com.

Robi menjelaskan, Syafrudin ketika diperiksa penyidik Polresta Pekanbaru mengakui semua perbuatannya. Terdakwa menyebut ada unsur kesengajaan dan bukanlah kelalaian.

Dengan unsur kesengajaan ini, JPU lalu menjerat terdakwa dengan Pasal 108 Undang-Undang Lingkungan Hidup. Dalam pasal itu, ancaman minimal penjara adalah 3 tahun dan denda minimal Rp 3 miliar.

"Itu minimal ya, makanya tuntutan dilakukan sesuai dengan pasal itu. Undang-Undang mengatur begitu karena terdakwa mengaku sengaja, kalau kelalaian pasalnya berbeda pula," kata Robi.

Menurut Robi, lahan yang digarap bukanlah milik terdakwa tapi menumpang ke orang lain. Sang pemilik lahan sudah mengingatkan terdakwa agar tidak membakar saat pembersihan.

Selanjutnya, api yang disulut terdakwa merembet ke lahan lainnya. Lahan lain yang terimbas ini disebut Robi terbakar dengan luasan hampir 1 hektare lebih.

"1000 meter persegi lahan lain terbakar, itu sudah diukur oleh badan pertanahan nasional. Hasil ukuran ini dijadikan bukti, jadi tidak hanya 20x20 meter persegi itu," tegas Robi.


Keterangan Saksi Ahli

Proses pemadaman kebakaran lahan di Riau yang dilakukan petugas gabungan. (Liputan6.com/M Syukur)

Terkait tidak hadirnya saksi ahli lingkungan, Robi menyatakannya tidak jadi soal. Sebab dalam berita acara pemeriksaan yang dibuat polisi, saksi ahli lingkungan memberi keterangan di bawah sumpah.

Ketidakhadiran saksi ahli ini membuat JPU membacakan BAP polisi di hadapan majelis hakim. Robi menyatakan tidak ada permasalahan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

"Keterangan saksi di bawah sumpah bisa dibacakan ketika dia tidak datang ke pengadilan," tegas Robi.

Menurut Robi, penegakan hukum tidaklah memandang siapa yang terlibat. Apakah itu masyarakat biasa ataupun perusahaan karena semuanya dijalankan sesuai fakta hukum.

"Fakta hukumnya ada, makanya dituntut sesuai dengan undang-undang yang mengatur soal itu," kata Robi.

Sebelumnya, Andi Wijaya meminta majelis hakim di Pengadilan Negeri Pekanbaru membebaskan terdakwa Syafrudin dari segala tuntutan JPU.

"Dengan tidak terbuktinya dakwaan yang didakwakan maka demi keadilan dan kebenaran, kami mohon kepada Majelis hakim membebaskan terdakwa dari segela tuntutan (Vrijspraak)," Andi memohon saat membacakan pledoi.

Berbeda dengan Robi, Andi menyebut terdakwa dalam membakar lahan sudah membuat sekat api agar tidak berimbas ke lahan lain. Pembakaran juga di bawah 2 hektare dan sesuai dengan kearifan lokal.

Simak video pilihan berikut

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya