Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah mengevaluasi tarif ojek online atau (ojol). Dalam evaluasi itu muncul usulan tarif naik menjadi Rp 2.500 per km.
Penyesuaian tarif dasar ojol tersebut dipastikan hanya berlaku untuk kawasan Jabodetabek yang menjadi wilayah operasi terpadat dengan jumlah permintaan terbesar.
Kendati begitu, pengemudi ojek online yang tergabung dalam Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia menyarankan agar tarif ojol di Jabodetabek tidak berubah, lantaran pesanan yang diterima semakin menipis.
"Mengingat kondisi saat ini menurunnya jumlah order ojol, jadi kesimpulannya agar tarif jangan dinaikkan atau diturunkan," ucap Ketua Presidium Nasional Garda Indonesia Igun Wicaksono dalam keterangan tertulis yang diberikan pada Liputan6.com, Selasa (28/1/2020).
Baca Juga
Advertisement
Namun, apabila harus ada kenaikan tarif ojol, Igun meminta kepada regulator supaya kenaikan tarif maksimal sebesar 10 persen. Dengan pertimbangan biaya modal atau Capital Expenditure (Capex) dan biaya operasional yang mengalami kenaikan.
"Kami juga harus pertimbangkan kemauan membayar dan kemampuan membayar para pelanggan kami agar penumpang pelanggan tidak keberatan dan tidak meninggalkan jasa ojol," serunya.
"Kami inginkan hasilnya nyaman untuk semua, nyaman untuk pelanggan pengguna jasa ojol, nyaman untuk para driver ojol, dan nyaman untuk aplikator juga," dia menambahkan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perubahan Sistem Zonasi
Igun pun mencetuskan agar hitungan tarif ojol diubah dari sistem zonasi dan memberi kesempatan kepada masing-masing daerah untuk menentukan besaran tarifnya.
"Evaluasi tarif, tarif ojol diberikan kepada mekanisme daerah atau provinsi dan ditentukan berdasarkan regional provinsi. Jadi, mengubah dari sistem tarif zonasi ke sistem tarif provinsi, daerah dapat menentukan tarif sendiri," katanya.
Advertisement