Menjaga Yogyakarta Tetap Lucu dengan Dagelan Mataram

Jogja terkenal dengan Dagelan Mataram yang dipopulerkan oleh Basiyo. Sepeninggal Basiyo bagaimana menjaga Jogja tetap lucu?

oleh Yanuar H diperbarui 30 Jan 2020, 07:00 WIB
Jogja terkenal dengan Dagelan Mataram yang dipopulerkan oleh Basiyo. Sepeninggal Basiyo bagaimana menjag Jogja tetap lucu ? ( Foto : Yanuar H)

Liputan6.com, Yogyakarta - Yogyakarta yang memiliki Basiyo dengan Dagelan Mataram saat itu tentu dikenal kelucuannya. Tapi setelah tidak adanya Basiyo, bagaimana menjaga Jogja tetap lucu? Gita Gilang seniman asal Yogyakarta mengatakan Yogyakarta menjadi gudang lucu mulai dari band lucu, grup dagelan, hingga tari lucu. Sehingga, Yogyakarta juga dianggap sebagai Kota Lucu selain kota budaya.   

"Jogja kota lucu bagus sebetulnya. Banyak dari Jogja, Stand Up komedi dari Jogja itu berangkat dari tradisi lebih kuat dan cemantol le (terpatri) tersimpan itu lebih lama, lebih deket dengan kehidupan," katanya, Selasa, 28 Januari 2020.

Dukungan menjaga Yogyakarta tetap lucu saat ini masih kuat dilakukan. Melimpahnya pendagel dari Yogyakarta menjadi salah satu barometer menjaga Yogyakarta tetap lucu.

"Menjaga Jogja tetap lucu tapi tetap ada garis yang harus ditaati itu Dagelan Mataram, dari kostumnya, kata katanya itu ada garisnya termasuk ceritanya. Ini menjaga Jogja tetap lucu," katanya. 

Menjaga Yogyakarta tetap lucu menurutnya harus diawali dengan pertunjukan rutin yang khas di Yogyakarta. Salah satunya sudah diawali oleh Dinas Kebudayaan DIY dengan Dagelan Mataram sebulan sekali.  

"Ini dagelan sebulan sekali, ketoprak ada dan tarian juga. Lainnya (pentas dengan unsur dagelan) banyak dan tidak teragenda dan ter-publish, saya misalnya job di Dinas lalu di benteng ulang tahun lalu di festival Merapi," katanya.

Sesuai jalur sejarahnya maka menjaga Yogyakarta tetap lucu salah satunya bisa melalui pentas Dagelan Mataram. Saat ini, pentas Dagelan Mataraman masih diminati baik dari kalangan tua maupun generasi milenial. 

"Setiap bulan di Gita Gilang sanggar saya misalnya, bulan Agustus sampai Desember itu penuh agenda pentas dagelan mataraman, pagi pentas, malam pentas," ujarnya. 

Gita Gilang mengatakan Dagelan Mataram itu sangat mudah diterima masyarakat Jogja maupun Indonesia. Ini terlihat dari seniman dagel dari Yogyakarta yang sering pentas di Yogyakarta, luar kota sampai di Jakarta. 

"Dagelan itu punya karakter kuat pakem dagelan itu ada. Kalau lawakan kan ngejar lucu saja walaupun permintaan lawakan banyak juga. Ini menjaga Jogja tetap lucu," katanya. 

 

 


Regenerasi Seniman Dagel

Jogja terkenal dengan Dagelan Mataram yang dipopulerkan oleh Basiyo. Sepeninggal Basiyo bagaimana menjag Jogja tetap lucu ? ( Foto : Yanuar H)

Menjaga Jogja tetap lucu di antaranya juga melalui regenerasi seniman dagel. Menurut Gita Gilang, regenerasi seniman dagel di Yogyakarta cukup optimis menjaga Jogja tetap lucu. 

"Regenerasi sangat bagus dalam dagelan ini, kita selalu mengajak pendagel muda bahkan yang profesional ini rumayan dari 15 ini separuhnya muda. Ada Rio Srundeng, Gina dan lain-lain," katanya. 

Gita Gilang mengaku optimis dengan regenerasi seniman dagel di Yogyakarta. Ia selalu berpesan kepada seniman muda dagel Yogyakarta untuk serius di dunia ini.

"Saya selalu ngomong ke temen temen asal serius menyikapi profesi maka yang kita dapati adalah serius, penonton senang itu serius, hasil job banyak itu serius. Kalau main-main ya jangan salahkan kalau hasilnya main-main," katanya.

Sebagai seniman dagel maka harus serius di dunia ini. Sesuai dengan prinsipnya, bahwa seniman punya tanggung jawab harus menghidupkan seni dan bisa hidup dari seni. 

"Itu yang saya pegang kalau saya hidupkan seni maka saya bisa hidup dari seni," katanya. 

Basiyo yang membuat Dagelan Mataram naik terutama di era 70-an menjadi penanda seniman dagel Yogyakarta. Saat ini, banyak munculnya seniman dagel di Yogyakarta karena masyarakatnya pun ikut mendukung tradisi ini. 

"Cucunya Pak Basiyo juga ikut meramaikan di seni ini, Mbak Harin berangkat dari seni tari seperti saya, anaknya Pak Basiyo yakni Pak Harto juga masih di seni ini," katanya.

Basiyo menjadi parameter seniman dagel Yogyakarta saat ini. Melalui lakon-lakonnya, tetapi dikemas berbeda sesuai era kekinian.

"Kita pakai cara yang sesuai dengan generasi milenial agar mereka tertarik. Ini harus sesuai dengan konteks kekiniannya," katanya.


Lucunya Dagelan Mataram  

Jogja terkenal dengan Dagelan Mataram yang dipopulerkan oleh Basiyo. Sepeninggal Basiyo bagaimana menjag Jogja tetap lucu ? ( Foto : Yanuar H/ Dokumentasi Gita Gilang)

Menurut Gita Gilang, Dagelan Mataram sangat mudah dilakukan. Jumlah pemainnya juga bebas tapi yang penting ada pasangannya. "Dua orang bisa kalau dah biasa enak mainnya," katanya.

Lucunya Dagelan Mataram bisa melalui kata-katanya aneh, properti yang aneh dan di luar dugaan. Contohnya, dari tebak-tebakan 5+5 =11. 

"Lima tambah lima berapa 10 yang benar, jawabannya 11 itu kan mikir setelah dijawab jadi lucu karena dua tangannya di saku celana, yang satu di antaranya dua saku, ya itu agak saru misalnya itu contoh saja," katanya.

Gita Gilang mengatakan jika lucu itu adalah sesuatu yang diperhatikan kemudian membuat orang itu ketawa tetapi ketawanya mengandung unsur lucu atau komedi. Penonton tertawanya benar-benar bahagia.

"Lucu itu dimunculkan pasti sesuatu aneh tidak seperti biasanya, di luar dugaan manusia terus tidak seperti biasanya," katanya. 

 


Pentas Dagelan Mataram Gratis

Jogja terkenal dengan Dagelan Mataram yang dipopulerkan oleh Basiyo. Sepeninggal Basiyo bagaimana menjag Jogja tetap lucu ? ( Foto : Yanuar H/ Gita Gilang)

Menjaga Jogja tetap lucu harus melakukan pentas secara rutin. Salah satunya pentas Dagelan Mataram yang digelar setiap Rabu malam setiap bulannya.

"Dagelan Mataram ini 11 kali setahun pas bulan puasa enggak ada, yang ini yang profesional digarap serius karena ini perdana digarap sak lucunya," katanya.

Pentas Dagelan Mataram bertajuk Hantu Emoh Korupsi ini hasil kerja sama dengan Dinas Kebudayaan DIY. Pentas perdana akan digelar Rabu (29/1) ini dengan penampil grup profesional.

"Pemain profesional dagelan Jogja itu ada saya, Wisben, Juned, Dalijo, Dina Angkringan, Rio Srundeng, Bude Minten, Jumintri, Harin dll. Kelompok kami yang perdana, besoknya dagelan Gunungkidul lalu Kota lalu komunitas lalu lima kabupten kota lalu professional lagi," katanya.

Khusus perdana pentas Dagelan Mataram digelar pada hari Rabu akhir bulan Januari 2020. Namun, setelah itu akan digelar setiap hari Rabu malam pada awal bulan. "Mulai 20.00 WIB durasi sekitar setengah jam, di Concert Hall yang selatan di TBY dan itu gratis," katanya. 

Sebagai supervisor acara Dagelan Mataram berjudul Hantu Emoh Korupsi Gita Gilang menjelaskan cerita diawali dari Sugeng Iwak Bandeng dan Ari. Ari ada proyek jembatan dengan biayanya Rp 1 miliar tapi Sugeng diminta mark up menjadi Rp3 miliar.

"Sugeng menolak karena itu korupsi. Ari minta anak buahnya membunuh Sugeng padahal habis jadi manten. Setelah mati ia bersahabat di alam sana dengan Aldo yang mati bertahun-tahun lalu.

Aldo lalu mau balas dendam kepada pelaku klithih salah satunya anaknya juragan Ari itu. Saat itu, anaknya Ari bertemu dengan Sugeng yang sudah meninggal dan melapor ke Ari kalau Sugeng masih hidup.

"Akhirnya Ari enggak percaya dicari ketemu akhirnya terjadi perkelahian Ari kalah, setelah itu Ari harus dilaporkan ke berwajib, endingnya seperti itu," katanya.

Pementasan Dagelan Mataram secara rutin itu memiliki dua visi. Pertama, visi pelestarian Dagelan Mataram dan kedua, harus dicintai generasi muda. 

"Agar genrasi muda tertarik konteksnya kekinian itu pelestarian dan ada nilai yang dibawa pesan sosial ada. Lucu boleh tapi nilai yang ada harus sampai," katanya. 

Beberapa kelucuan terlihat di beberapa adegan nantinya. Termasuk, saat istri Sugeng yang sedih dan ketemu dengan Sugeng.   

"Ketemu Sugeng mau bercinta tapi enggak bisa ketemu beda alam dipegang, enggak bisa akhirnya cuma curhat," katanya.

Gita mengaku sementara ini untuk pelaksanaan Dagelan Mataram "Hantu Emoh Korupsi" tidak ada kendala apa pun. Menurutnya, hanya perpindahan lokasi yang awalnya di Societet TBY kini pindah di Concert Hall TBY.

"Pak Kepala Dinas takut meluber akhirnya dipindah karena yang nanya acara ini cukup banyak jadi dipindah agar tidak berdesakan pas melihatnya," katanya. 

 

 

Simak video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya