Liputan6.com, Gaza - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berniat membangun universitas top di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Wacana ini tertuang dalam Middle East Peace Plan yang baru dirilis Gedung Putih.
Rencana tersebut memang kontroversial dan ditentang Palestina. Isinya menegaskan bahwa Yerusalem tetap menjadi ibu kota Israel dan Palestina mendapat bagian Yerusalem Timur.
Baca Juga
Advertisement
Rencana Trump juga penuh dengan iming-iming investasi. Ekonomi Palestina pun dijamin meningkat beserta kualitas pendidikan dan kesehatannya.
Dari segi pendidikan, pemerintahan Donald Trump berencana mendirikan universitas baru Palestina di Tepi Barat dan Gaza. Dana yang disiapkan mencapai USD 500 (Rp 6,8 triliun).
"Proyek ini akan menggabungkan input dari pemimpin akademis Palestina untuk membangun fasilitas-fasilitas dengan menggunakan teknologi terkini untuk memberikan pendidikan kualitas tertinggi. Guru-guru dan administrator top akan turut direkrut untuk memberi dampak kepada kehidupan rakyat Palestina yang bersemangat ingin belajar dan sukses secara akademis," tulis laporan tersebut.
Pembangunan universitas baru ini akan mengikuti model pendidikan Uni Emirat Arab dan Qatar. Program pertukaran pelajar dan guru, serta pemberian beasiswa akan ditingkatkan.
Nantinya, pelajar Palestina yang mendapat beasiswa dan dikirim untuk belajar di luar negeri diharapkan agar kembali ke negaranya.
"Sesudah lulus, murid-murid ini diharapkan kembali pulang, sebagaimana diterapkan di negara-negara lain dengan program serupa, untuk menjadi elemen dasar dari pemimpin masa depan di Tepi Barat dan Gaza," tulis laporan itu.
(USD 1 = Rp 13.628)
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Soal Perdamaian Timur Tengah, Janji Trump Jadikan Yerusalem Ibu Kota Israel Diprotes Palestina
Presiden AS Donald Trump telah menyampaikan rencana perdamaian Timur Tengah miliknya yang selama ini telah lama ditunggu-tunggu. Ia berjanji untuk mempertahankan Yerusalem barat sebagai ibu kota Israel yang tidak terbagi.
Dia mengusulkan agar negara Palestina merdeka dan pengakuan kedaulatan Israel atas permukiman Tepi Barat.
Berdiri di samping Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Trump mengatakan usulnya "bisa menjadi kesempatan terakhir" untuk Palestina.
Pengumuman bersama tersebut dilakukan karena Trump dan Netanyahu menghadapi tantangan politik di dalam negeri. Trump adalah subjek dari pengadilan pemakzulan di Senat AS sementara PM Israel pada hari Selasa membatalkan upayanya untuk kekebalan terhadap tuduhan korupsi. Keduanya membantah melakukan kesalahan.
David Friedman, duta besar AS untuk Israel, mengatakan bahwa waktu pengumuman itu tidak terkait dengan perkembangan politik, dan menambahkan bahwa pengumuman itu "sepenuhnya sedang direncanakan" untuk beberapa waktu.
Sementara itu, laporan mengatakan Netanyahu berencana untuk terus maju dengan mengincar 30 persen suara dari Tepi Barat yang ditempati dalam pemungutan suara kabinet pada hari Minggu.
Lebih dari 400.000 orang Israel tinggal di permukiman Tepi Barat. Permukiman tersebut dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional, meskipun Israel membantahnya.
Friedman mengatakan Israel "tidak harus menunggu sama sekali" untuk bergerak maju dengan aneksasi.
Advertisement