Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, modus investasi bodong akan makin beragam ke depan. Akan tetapi, YLKI melihat model investasi bodong yang ditawarkan hampir sama dengan memakai model ponzi.
"Sangat makin beragam nantinya. Kalau yang lama itu modelnya konvensional, modelnya adalah ritel. Mereka itu membungkusnya dengan macam-macam, disesuaikan dengan sekarang yang lagi tren,” ujar Koordinator Pengaduan dan Hukum Yayasan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sularsi, saat berbincang dengan Liputan6.com, ditulis Rabu (29/1/2020).
Sularsi menuturkan, model ditawarkan untuk investasi bodong tersebut pun sama yaitu skema ponzi. Skema ini menawarkan untung besar. Skema tersebut mengandalkan pengembalian dana investasi dari investor atau dana dari investor berikutnya. Skema ini membayarkan dana investor lama dari investor baru.
"Kesamaannya adalah model kaya ponzi. Hampir sama modelnya ponzi. Yang awal dia akan dapat,” tutur dia.
Baca Juga
Advertisement
Ia menambahkan, skema ponzi itu masih dilakukan karena mudah. Padahal kalau ada yang tidak bisa bayar skemanya akan rusak. Selain itu, ia mengatakan, model skema ini sudah dilarang dan diatur dalam UU Perdagangan Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan dengan skema piramida.
"Model ponzi untuk merekrut itu mudah. Bahwa yang pertama nanti akan dapat. Semakin dapat banyak, itu kamu mendapatkan untung, itu yang dipakai. Jadi keuntungannya bukan proses bisnis tapi didapat dari uang-uang yang ada di downline kita,” kata dia.
Oleh karena itu, Sularsi mengingatkan untuk mewaspadai tawaran investasi bodong dengan untung besar. Ia mengingatkan kalau keuntungan didapat dengan kerja keras.
"Jangan hanya menaruh uang kemudian duduk ongkang kaki yang mendapatkan keuntungan berlipat ganda. Itu tidak ada. Olah usaha dengan menggunakan dana itu misalnya. Dana itu diputar melakukan suatu usaha, dapatnya berapa?paling 10 persen, tidak mungkin hingga 50 persen," ujar dia.
(Shafa Tasha Fadhila - Mahasiswa PNJ)
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
YLKI Imbau Perkuat Pengawasan
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengimbau pentingnya penguatan pengawasan, koordinasi hingga kerja sama antarsektoral untuk mencegah investasi bodong.
Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, Sulasri menuturkan, modus pengumpulan dana dari masyarakat saat ini makin beragam. Modus yang dapat memicu pengumpulan dana tersebut, ia mencontohkan kasus seperti kebun pohan kurma dan MeMiles.
Sulasri menuturkan, seseorang bisa saja mendapatkan izin usaha jual beli untuk menjalankan usaha. Akan tetapi, praktik usahanya tersebut juga ternyata menghimpun dana masyarakat. Hal tersebut menurut Sulasri butuh kolaborasi misalkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Perdagangan bila terjadi masalah seperti ada kasus investasi bodong.
"Izinnya adalah usaha untuk jual beli. Misalnya alat elektronik dan baju. Ini ada di satu paket. Tapi dalam praktiknya dia adalah uang atau pemungutan uang. Ini antara oJK dan Kementerian Perdagangan kalau sifatnya online juga mau bekerja sama dengan Kementerian Kominfo. Jangan sampai oh ini bukan kewenangan saya. Terus ini kewenangan siapa? Kolaborasi untuk bagaimana menyelesaikan masalah,” kata dia, saat berbincang dengan Liputan6.com, ditulis Selasa (28/1/2020).
Kemudian, menurut Sulasri juga butuh koordinasi memberikan izin. Ini terutama antara pemerintah pusat dan daerah. Hal ini agar masing-masing dinas di pemerintah pusat dan daerah mengetahui pemberian izin sehingga dapat mencegah penyebaran investasi bodong di daerah-daerah.
"Satu kementerian misalnya, perdagangan yang memberikan izin. Ini perdagangan itu di 34 provinsi sekarang ini. Nah, masing-masing dinas itu karena tidak ada suatu pengetahuan, dia memberikan izin. Di Jakarta sudah ditutup karena ini sudah masalah, eh di tetangganya Bekasi di kasih izin oleh dinas pedagangan. Karena dia tidak tahu. Nah ini sekarang bisa inline secara koordinasi online,” kata dia.
Advertisement
Butuh Peran Masyarakat dan Pemerintah
Selain itu, ia juga mengimbau pemerintah turut aktif memberikan sosialisasi dan edukasi mengenai investasi bodong. Dengan begitu masyarakat bisa tahu mengenai ciri-ciri dan karakteristik investasi bodong sehingga dapat terhindar dari investasi bodong.
Sularsi menilai digitalisasi yang sudah terjadi di Indonesia adalah langkah yang dapat memudahkan untuk berkomunikasi dan terjadinya koordinasi antarpihak. Ia juga mengatakan perlunya pengamanan dan transparansi kepada masyarakat.
"Nah kayak misalnya badan obat dan makanan. Itu menghasilkan suatu produk, hasilnya itu diinformasikan kepada masyarakat. Harusnya semua (pihak terkait) melakukan seperti itu. Setidaknya ada guidance-nya, ‘Oh obat ini sudah tidak boleh’ nah ketika itu (obat) ada, konsumen lapor ke BPOM-nya," kata dia.
Selain tindakan dari pihak pemerintah, peran dan partisipasi masyarakat juga penting agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kasus dugaan investasi bodong yang sedang terjadi di Tanah Air.
(Shafa Tasha Fadhila - Mahasiswa PNJ)