Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan menargetkan SBN Ritel 009 atau SBR009 laku Rp2 triliun pada masa penawaran 27 Januari hingga 13 Februari 2020. Hingga hari ini, surat utang tersebut sudah laku sebesar Rp175 miliar.
Direktur Surat Utang Kementerian Keuangan Loto Srinaita Ginting, optimistis SBR009 akan capai target mengingat masa penawaran yang masih panjang hingga 13 Februari 2020.
"Masih Rp175 milliar tadi pagi. Tapi kan masih lama, sampai 13 Februari. Dan juga, ini kan kita bukan cuma capai target tapi juga ngejar jumlah investornya," ujar Loto di Kuningan, Jakarta, Rabu (29/1).
Baca Juga
Advertisement
Loto mengatakan, pemerintah berharap minat investasi masyarakat Indonesia semakin tinggi. Sebab, selama ini minat investasi domestik dinilai masih kalah dibandingkan dengan investor asing.
"Harapannya pemerintah itu, minat beli investor domestik meningkat. Jadi kalau bisa growth investor domestik lebih tinggi dari investor asing. Dari dulu kebijakan pemerintah itu. Memang mengutamakan pembiayaan dari SBN domestik. Secara implisit ya sebaiknya investor domestik," paparnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Milenial Dominasi Pembelian Surat Utang SBR009
Kementerian Keuangan menawarkan instrumen savings bond ritel seri SBR009 pada 27 Januari hingga 13 Februari 2020. Berlangsung dua hari, pembeli surat utang tersebut didominasi oleh generasi milenial yang mulai sadar pentingnya investasi.
"Generasi milenial sepanjang 2019 kemarin itu rata-rata mendominasi sebagai pembeli SBN ritel kita. Mencapai 51 sampai 52 persen. Generasi milenial diharapkan berlanjut tahun ini," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman di Kuningan, Jakarta, Rabu (29/1).
Luky mengatakan, pembelian SBR009 memang didesain dengan mudah. Masyarakat yang berminat bisa membeli instrumen Investasi tersebut secara online di 24 patner penjualan SBR009.
"Itu suatu perubahan yang mendasar. Jadi selain frekuensinya lebih banyak, Kita juga pakai platform online. Investor dimudahkan. Tahun lalu juga sama menerbitkan 4 jenis. Ada yang konvensional, sukuk syariah, ada yang sifatnya non tradeable dan tradeable," paparnya.
Dia menambahkan, tahun ini pemerintah akan menerbitkan sebanyak 6 sampai 8 SBR. Salah satunya adalah Diaspora Bond yang ditujukan bagi diaspora yang ingin turut membangun negeri. "Kami akan menerbitkan 6 sampai 8 kali. Kami ada produk baru Diaspora Bond," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Kemenkeu Terbitkan Surat Utang Valas USD 1 Miliar
Pemerintah Jokowi melakukan transaksi penjualan Surat Utang Negara (SUN) dalam dua valuta asing (dual-currency) berdenominasi USD dan Euro. Masing-masing sebesar USD 1 miliar untuk tenor 30 tahun dan EUR 1 miliar untuk tenor 12 tahun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan penerbitan SUN ini memperoleh peringkat Baa2 dari Moody’s, BBB dari Standard & Poor’s dan BBB dari Fitch.
"Tenor Euro bonds 12 tahun dan USD bonds 30 tahun. Jatuh tempo masing-masing 30 Oktober 2031 dan 30 Oktober 2049. Tingkat kupon masing-masing 1,400 persen dan 3,700 persen. Sementara yield untuk Euro Bonds 1,412 persen dan USD Bonds 3,750 persen," ujarnya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (25/10).
Transaksi kali ini merupakan penerbitan SUN dengan format SEC-Registered Shelf yang keempat kalinya untuk seri SUN valuta asing berdenominasi USD Bonds dan yang ketiga kalinya untuk Surat Utang Negara valuta asing dengan mata uang Euro (Euro Bonds).
Penerbitan SUN dual-currency ini dilaksanakan pada momentum yang tepat dengan memanfaatkan kondisi pasar keuangan yang relatif stabil, menjaga kecukupan likuiditas dalam negeri, serta respon positif atas pelaksanaan pelantikan Presiden dan pembentukan Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024.
Selain itu, penerbitan ini ditujukan untuk mengantisipasi adanya potensi pelebaran defisit APBN Tahun Anggaran 2019 yang diperkirakan dalam kisaran 2,0 persen-2,2 persen. Langkah ini juga sebagai implementasi kebijakan counter-cyclical untuk merespon kondisi ekonomi domestik dan global, namun dengan tetap menjaga kinerja penerimaan dan kualitas belanja.
Reporter: Anggun P Situmorang
Sumber: Merdeka.com