Sembuh dari Tuberkulosis, Nurdin Cerita Perjuangan Selama Berobat dan Menghadapi Stigma

Nurdin, 37 tahun, adalah bukti bahwa tuberkulosis (TB atau TBC) tidak akan menjadi momok sepanjang hayat jika mau berobat

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 29 Jan 2020, 14:34 WIB
Nurdin, mantan penderita tuberkulosis (Aditya Eka Prawira/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Nurdin, 37 tahun, adalah bukti bahwa tuberkulosis (TB atau TBC) tidak akan menjadi momok sepanjang hayat jika mau berobat. Tak hanya itu, pantang juga mengenal yang namanya bosan, capai, dan lelah minum obat.

Kemarin siang, Selasa (28 Januari 2020), Health Liputan6.com menemui Nurdin di rumahnya di kawasan Kota Wetan, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pria yang sehari-hari berprofesi sebagai tukang jahit ini tinggal di sebuah gang kecil. Dari luar, terlihat seperti rumah tingkat dua. Namun, saat masuk ke dalam, ternyata istana kecilnya itu memiliki empat tingkat. 

Lantai satu adalah ruang keluarga dengan dapur dan toilet di bagian belakang, lantai dua kamar tidurnya, lantai tiga kamar dua orang anaknya, dan lantai empat dijadikan gudang.

Andai dari dulu rumahnya kayak begini, Nurdin mungkin tidak akan mengenal tuberkulosis. Sayangnya, saat itu rumahnya tak layak huni, yang membuat dia mau tidak mau harus bersahabat dengan TB.

Batuk berkepanjangan lebih dari satu minggu membuat Nurdin berinisiatif untuk menemui dokter. Ditambah pula, dia kerap merasa dingin dan mengigil di waktu sore, berkeringat di malam hari, dan kembali normal keesokan hari.

"Saat itu saya bertemu dengan kader TB Aisyah. Beliau menyarankan saya berobat ke Puskesmas Guntur. Dari situ saya dirujuk karena kurang memadai dari segi peralatan. Dikasihlah saya ke BKPM dekat rumah sakit Guntur. Di sana saya dicek darahnya, rontgen, dan dahak, ternyata saya positif (tuberkulosis)," kata Nurdin.

 

Simak Video Menarik Berikut Ini:


Mencari Tahu Penyebab TB

Nurdin, mantan penderita tuberkulosis (Aditya Eka Prawira/Liputan6.com)

Nurdin tak memungkiri hatinya sempat hancur tatkala dokter mendiagnosis TB. Yang terbersit di pikirannya saat itu, bagaimana caranya dia bisa bekerja agar dapat membiayai keluarganya.

"Tentu anak-anak saya yang saya pikirin," kata dia. "Namun, saya percaya, ini pasti cepat selesai," Nurdin menambahkan.

Nurdin sempat bertanya hal apa yang menyebabkan dia bisa kena TB. Menurut penjelasan dokter, tuberkulosis bisa menimpa orang-orang yang rumahnya jarang atau tidak pernah sama sekali terpapar sinar matahari. 

"Dulu saya juga kerja mengamplas dinding-dinding. Tidak terasa, debu-debu yang lembut masuk ke tubuh saya, yang membuatnya jadi infeksi," kata Nurdin.

"Sama terinfeksinya karena tempat tinggal yang mendukung juga," Nurdin menambahkan.

Dulu, rumahnya kecil tanpa adanya ventilasi. MCK (mandi, cuci, kakus) pun tak memadai seperti sekarang. Kondisi rumah seperti itu, membuat virus, kuman, maupun bakteri penyebab penyakit apa saja jadi berkembang biak.

 


Sang Istri pun positif TB

Nurdin, mantan penderita tuberkulosis (Aditya Eka Prawira/Liputan6.com)

Satu bulan setelah dirinya didiagnosa tuberkulosis, giliran istrinya yang kena. "Alhamdulillahnya istri, bukan anak. Kalau istri, saya bisa sama-sama kasih semangat," katanya.

Stigma dirasakan Nurdin dan istri. Saat tahu Nurdin menderita tuberkulosis, para tetangga tahu dan sempat mengucilkannya. Beruntung, Kader TB Aisyah rajin mendatanginya untuk sekadar mengecek kesehatannya, dan mengedukasi masyarakat sekitar bahwa TBC tidak berbahaya seperti yang mereka takutkan.

"Beliau juga bilang, selama saya berobat, terus selalu pakai masker saat mengobrol, tidak akan menular," katanya.

"Tenang, sekarang saya sudah sembuh 100 persen kok," ujarnya.

Tekadnya bulat untuk rajin minum obat. Meskipun harus minum obat selama enam bulan, dia janji ke diri sendiri untuk tidak sehari pun melupakannya.

"Kan katanya yang menjadi kendala pasien TB bisa sembuh karena minum obat terus menerus jadinya bosan," ujarnya.

 


Sempat bosan berobat

Nurdin, mantan penderita tuberkulosis (Aditya Eka Prawira/Liputan6.com)

Mula-mula Nurdin memang sempat merasa bosan. Namun, dia terus memaksa dirinya sendiri lantara keinginannya buat sembuh.

"Saya kan sebagai kepala rumah tangga yang harus menafkahi istri dan dua anak," katanya.

Selama berobat, Nurdin dan istri tidak mengeluarkan uang sepeser pun. BPJS Kesehatan telah menyelamatkan hidupnya. Tak hanya itu, bantuan sembako pun dia dapatkan dari yayasan. 

"Alhamdulillah," katanya.

Sekarang, Nurdin dan sang istri sudah terbebas dari tuberkulosis. Perbedaan memang tidak terlihat jelas di dirinya, tapi tidak di istrinya yang menurut Nurdin tambah berisi.

"Saya senang istri saya gemukan," katanya

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya