96 Persen Penerimaan Cukai Masih Disumbang dari Industri Hasil Tembakau

Realisasi penerimaan cukai di 2019 sebesar Rp 172,4 triliun, melampaui target yang ditetapkan yaitu Rp 165,5 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Jan 2020, 12:45 WIB
Barang bukti hasil penindakan barang kena cukai di Kantor Pusat Bea Cukai, Jakarta, Jumat (25/10/2019). Petugas mengamankan 8.074.940 batang rokok, 135.270 batang rokok elektrik, 21.650 gram tembakau iris, 2.700 batang cerutu, hingga 228 botol miras tanpa pita cukai. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Teknik dan Fasilitas Cukai Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto mengungkapkan, kinerja penerimaan cukai pada 2019 cukup baik. Realisasi penerimaan cukai tahun lalu sebesar Rp 172,4 triliun, melampaui target yang ditetapkan yaitu Rp 165,5 triliun.

Nirwala menyatakan, saat ini hampir 96 persen penerimaan tersebut ditopang oleh cukai Industri Hasil Tembakau (IHT).

“Cukai IHT mencapai Rp 164,9 triliun. Selebihnya adalah dari Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) dan cukai Etil Alkohol,” kata Nirwala di Jakarta, Kamis (30/1/2020).

Saat ini Bea Cukai masih mengandalkan cukai rokok sebagai kontributor utama setoran cukai dari industri. Nirwala mengatakan dari total penerimaan cukai IHT, industri Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) hanya berkontribusi sebesar Rp 426,6 Miliar atau kurang dari 1 persen.

Ketentuan cukai HPTL diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau termasuk cairan yang digunakan untuk vape, produk tembakau yang dipanaskan dan kapsul tembakau. Dalam aturan tersebut, HPTL dikenakan tarif cukai maksimal yakni sebesar 57 persen.

“Untuk sektor yang baru dikenakan cukai, dan ditambah pelaku usahanya juga baru, perolehan ini cukup signifikan ditengah sulitnya memompa penerimaan dari perpajakan secara umum,” ujar Nirwala.

Ia menambahkan pada 2020 tidak ada target spesifik untuk HPTL secara khusus, mengingat saat ini merupakan periode awal pengenaan cukai terhadap produk HPTL.

“Pengenaan cukai pada dasarnya untuk pengendalian produk (HPTL) yang sebelumnya sudah beredar tanpa ada pengawasan. Pemerintah akan menitiberatkan pada aspek kepatuhan industri terhadap regulasi,” kata Nirwala.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Harga Jual Eceran

Barang bukti hasil penindakan barang kena cukai di Kantor Pusat Bea Cukai, Jakarta Timur, Jumat (25/10/2019). Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan merilis hasil tindakan produk-produk ilegal, di antaranya rokok elektrik, rokok, hingga minuman keras . (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Meski demikian, sebelumnya Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi telah mengatakan pihaknya berencana menaikkan harga jual eceran (HJE) HPTL pada tahun 2020. Kenaikan HJE HPTL sejalan dengan naiknya tarif cukai dan HJE rokok konvensional yang efektif per Januari 2020.

Ketua Asosiasi Vaporizer Indonesia (APVI), Aryo Andrianto mengatakan industri HPTL masih tergolong baru dan membutuhkan waktu untuk tertib dalam mematuhi peraturan cukai. Sehingga, jika ditambah lagi dengan HJE yang ikut dinaikkan, akan semakin memberatkan industri.

“Sebagai industri baru, kami berharap industri ini bisa diberi ruang untuk dapat tumbuh terlebih dulu sehingga potensinya seperti penyerapan lapangan pekerjaan dan penerimaan negara dapat maksimal,” tambahnya.

Agar bisa berkontribusi lebih maksimal, Aryo berharap pemerintah terus mendukung pertumbuhan industri HPTL.

“Dengan komitmen pemerintah untuk mendukung pertumbuhan industri ini melalui penetapan peraturan yang jelas, maka diperkirakan kontribusi terhadap perekonomian negara bisa meningkat lebih tinggi,” kata Aryo.

Aryo mengakui bahwa saat ini industri rokok elektrik, bersama dengan produk HPTL lainnya, belum bisa disandingkan dengan objek cukai lainnya yang skala bisnisnya lebih besar. Ia juga menambahkan bahwa saat ini kontribusi HPTL terhadap pemasukan negara belum maksimal mengingat masih banyak produk yang beredar tanpa pita cukai.

 


Serap Tenaga Kerja

Proses pelintingan sigaret kretek tangan (SKT) di sebuah industri rokok di Kediri, Jatim. Saat ini tinggal 75 industri rokok yang bertahan akibat tarif cukai tembakau naik setiap tahunnya. (Antara)

Saat ini HPTL telah menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 50 ribu orang. Angka ini belum termasuk tenaga kerja yang ada di toko retailer vape, yang jumlahnya mencapai 3.500 toko di seluruh Indonesia.

Disamping itu, investasi untuk mendirikan pabrik juga cukup potensial. Hingga sekarang sudah ada kurang lebih 209 pabrik HPTL yang dibangun di sejumlah kota di Indonesia.

Senada dengan Aryo, Dimasz Jeremia, Pembina Asosiasi Vaper Indonesia (AVI) mengatakan pemerintah harus mendukung HPTL yang juga merupakan salah satu produk inovatif dengan memberikan regulasi yang dapat memberikan kepastian usaha yang kondusif.

“Pemerintah selayaknya menaruh perhatian dan mendukung pengembangan inovasi di industri tembakau alternatif, antara lain dengan tidak mengeluarkan kebijakan kenaikan harga jual eceran yang mana akan meningkatkan beban cukai. Setidaknya kami diberikan keringanan beberapa tahun sampai industri ini benar-benar stabil dan berkembang,” pungkas Dimasz.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya