Lapas Penuh, Kemenkumhan Kaji Pengguna Narkoba Tak Mesti Dipenjara

Yasonna menegaskan, di Indonesia pengguna narkoba merupakan suatu perbuatan melawan hukum dan dapat dijatuhi dengan hukuman penjara.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Jan 2020, 15:29 WIB
Menkumham Yasonna Laoly mengikuti Rapat Kerja dengan Baleg DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (16/1/2020). Baleg DPR membuka peluang mengurangi jumlah RUU program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2020-2021 dari 50 RUU menjadi 40 RUU prolegnas prioritas. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM), Yasonna Laoly, menerima kunjungan delegasi Global Commission on Drug Policy. Organisasi ini berkedudukan di Jenewa, Swiss. Dalam pertemuan  itu, kedua pihak membahas permasalahan narkoba yang dihadapi di Indonesia.

Yasonna mengatakan, Indonesia berada dalam status darurat narkoba dan sedang melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan ini.

Di bidang hukum, kata Yasonna, Indonesia sedang melakukan perubahan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Masalah narkoba merupakan suatu tantangan terberat di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan negara (rutan).

"Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) di bawah Kemenkum HAM telah membentuk satgas untuk pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran narkoba di dalam rutan dan lapas sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika Tahun 2018-2019," kata Yasonna, dalam siaran pers, Kamis (30/1/2020).

Yasonna menjelaskan, di Indonesia pengguna narkoba merupakan suatu perbuatan melawan hukum dan dapat dijatuhi dengan hukuman penjara. Hal ini menyebabkan terjadinya over kapasitas di rutan maupun di lapas, karena hampir dari setengah penghuninya adalah merupakan warga binaan akibat penyalahgunaan dan peredaran narkoba.

"Karena itu Pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan untuk melakukan pendekatan bagi pengguna narkoba tidak harus dipenjara, tapi bisa direhabilitasi, sehingga lapas dan rutan tidak over kapasitas, mengingat kondisi di dalam lapas dan rutan tidak layak bagi penghuninya," ujarnya.

Delegasi Global Commission on Drug Policy dihadiri langsung oleh sang ketua, Madam Ruth Dreifuss, yang juga mantan Presiden dan Menteri Dalam Negeri Swiss.

Para komisionernya turut hadir yakni, Jose Ramos-Horta, mantan Perdana Menteri dan Presiden Timor Leste; Geoff Galop, mantan Gubernur Australia Barat, Khalid Tinasti, Staf dari Global Commission on Drug Policy.

Organisasi didirikan oleh para tokoh dunia sejak Januari 2011. Organisasi ini memiliki tugas untuk melakukan advokasi kebijakan tentang narkoba, yang dikaitkan dengan upaya mencapai sasaran pembangunan berkelanjutan, hak asasi manusia (HAM), kesehatan masyarakat.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Belajar dari Negara Lain

Sementara itu, Ketua Global Commission on Drug Policy yang juga Mantan Presiden dan Menteri Dalam Negeri Swiss, Madam Ruth Dreifuss senang, Yasonna terbuka menyampaikan permasalahan yang dihadapi Indonesia.

Dia mengatakan, Indonesia bisa mencontoh atau belajar dari pengalaman negara-negara lain yang juga menghadapi permasalahan narkoba seperti Swiss, Portugal dan Ekuador.

"Portugal dan Ekuador, penggunaan narkoba bukan merupakan suatu perbuatan melawan hukum karena hukum tidak dapat menyelesaikan permasalahan narkoba secara komprehensif. Pendekatan secara kemanusiaan dengan menjelaskan akan bahayanya penggunaan narkoba untuk kesehatan lebih efektif," jelasnya.

Sedangkan Komisioner Geoff Galop, yang merupakan mantan Gubernur Australia Barat, menyatakan, perlu dilakukan upaya secara bertahap untuk membuat kebijakan yang efektif di suatu negara.

Menanggapi hal tersebut, Yasonna mengungkapkan, perlu dilakukan kerja sama internasional dan dukungan institusi internasional seperti Global Commission on Drug Policy untuk mengatasi narkoba di Indonesia.

"Dalam kaitan ini harus dicari pendekatan di Indonesia, khususnya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya narkoba untuk masyarakat Indonesia," tegasnya.

Dalam pertemuan tersebut Menkum HAM didampingi Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan (Dirjen PP), Widodo Ekatjahjana, Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM), Mualimin Abdi, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU), Cahyo R. Muzhar.

 

Reporter: Randy Ferdi Firdaus

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya