Sri Mulyani Tagih Keputusan DPR Terkait Cukai Plastik

Menteri Keuangan berpendapat pembahasan soal cukai plastik ini sudah terlalu lama didiskusikan tetapi belum menghasilkan kesimpulan

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Jan 2020, 20:15 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) berbincang dengan Menteri BUMN Erick Thohir saat konferensi pers terkait penyelundupan motor Harlery Davidson dan sepeda Brompton menggunakan pesawat baru milik Garuda Indonesia di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (5/12/2019). (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menagih kesimpulan dari hasil diskusi Komisi XI DPR tentang pengenaan cukai plastik. Karena menurutnya hal itu sudah terlalu lama didiskusikan tetapi belum menghasilkan kesimpulan.

Padahal, dia mengklaim, Kementerian Keuangan sangat membutuhkan kesimpulan dari Komisi XI DPR terkait penambahan barang kena cukai. Hal itu penting agar pemerintah bisa segera merumuskan dasar aturan untuk pengenaan cukai plastik.

"Kita minta kesimpulannya, kita sudah diskusi tapi belum ada juga, karena kami butuh," kata dia, di ruang rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Kamis (30/1/2020).

Seperti diketahui Kementerian Keuangan telah meminta rapat konsultasi diadakan oleh Komisi XI sejak Juni 2019. Namun rupanya rapat tersebut baru terealisasi dan berlangsung pada akhir 2019.

Pemerintah telah mengusulkan besaran tarif cukai plastik adalah Rp 30.000 per Kg dengan asumsi 1 Kg terdiri dari 150 lembar plastik. Namun usulan tersebut belum disetujui oleh Komisi XI DPR RI yang masih ingin melakukan pendalaman lebih lanjut.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kata Dirjen Bea Cukai

Presiden Joko Widodo berbincang dengan Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi saat penindakan barang tekstil impor ilegal di Jakarta, Jumat (16/10/2015). Jokowi menyebut, maraknya impor tekstil ilegal merusak industri nasional. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Kementeria Keuangan, Heru Pambudi mengungkapkan tarif Rp 30 ribu per Kg merupakan angka yang cukup moderat. Tidak kemahalan, tidak pula kemurahan.

"Kalau kita lihat di best practice internasional memang angka Rp 30 ribu per kg itu moderat ya. Vietnam itu di bawah kita karena Rp 24.900 kemudian Kenya itu Rp 19 ribu atau Rp 16 ribu," kata dia saat ditemui di kantornya, Rabu (3/7).

Kendati demikian, dia mengakui dibanding beberapa negara tetangga, tarif tersebut masih terbilang murah.

"Memang Malaysia itu Rp 63 ribu bahkan Filiphina yang sekarang sedang finalisasi itu Rp 120 ribu sekian per kg," ujarnya.

Adapun alasan pemerintah mengusulkan tarif moderat tersebut adalah sebagai titik tengah antara kelestarian lingkungan hidup dan keberlangsungan industri plastik di Tanah Air.

"Tentunya kita sudah mempertimbangkan beberapa dimensi, pertama tentunya adalah lingkungan hidup itu, jadi cukai ini harus mampu mengendalikan konsumsi jadi kalau dicukai harus ada penurunan produksi dan konsumsinya. Tetapi di pihak lain, bahwa plastik ini kan juga masih menjadi kebutuhan kita, jangan sampai cukai itu bisa menghilangkan kesempatan bisnis berusaha dan kebutuhan dari masyarakat juga. Oleh karena itu kita harus ambil titik tengah, kepentingan industri, kepentingan lingkungan hidup," jelasnya.

 


Evaluasi

Dirjen Bea Cukai, Heru Pambudi memberikan keterangan saat pemusnahan munuman keras dan rokok ilegal di Jakarta, Kamis (19/12/2019). Kerugian negara ditaksir mencapai Rp 5.524.632.922 yang seluruhnya merupakan hasil penindakan periode tahun 2017-2019. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Nantinya, pemerintah juga akan melakukan evaluasi seberapa jauh penurunan konsumsi plastik saat sudah dikenai cukai. Sebab tujuan utama dari adanya cukai tersebut adalah untuk menekan atau mengurangi konsumsi plastik di masyarakat.

Penggunaan plastik diharapkan dapat menurun. Pasalnya, konsumen akan otomatis dikenai biaya tambahan saat hendak menggunakan kantong plastik. Saat inipun, retail modern rata-rata sudah mematok tarif Rp 200 per kantong plastik, dipastikan angka tersebut akan naik jika telah dikenai cukai.

"Tentunya ini kita akan review naik turunnya yang paling penting adalah kita harus monitor produksi dan konsumsinya. Keberhasilan daripada cukai ini tentunya diukur dari seberapa jauh penggunaan plastik itu bisa kita kurangi dan seberapa jauh masyarakat bisa sadar dan mengganti di luar plastik, apakah itu kertas, ataukah tumbuh industri industri baru di bidang packaging ini yang ramah lingkungan," tutupnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu Achmud

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya