Ada Holding BUMN yang Tak Setuju Integrasi Data Perpajakan, Kenapa?

Wamen BUMN ‎Budi Gunadi telah memanggil direktur utama perusahaan BUMN yang belum melakukan integrasi perpajakan dengan Ditjen Pajak.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 31 Jan 2020, 13:25 WIB
Wamen BUMN Budi Gunadi Sadikin (kanan) menyampaikan paparan saat diskusi panel VI Rakornas Indonesia Maju antara Pemerintah Pusat dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Bogor, Jawa Barat, Rabu (13/11/2019). Panel VI itu membahas transformasi ekonomi I. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ingin agar tiga holding BUMN dan Perum Bulog segera melakukan integrasi data perpajakan dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin mengatakan, ada dua kategori perusahaan yang didorong untuk melakukan integrasi perpajakan, yaitu perusahaan BUMN besar terutama holding, berikutnya adalah perusahaan yang diberikan tugas menyalurkan subsidi.

"Lucu juga minta uang dari pemerintah, tapi tidak terintegrasi, kan, aneh. Terutama bagi kami semua holding," kata Budi, di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Jumat (31/1/2020).

Dia menyebut holding BUMN yang akan melakukan integrasi perpajakan tambang, pupuk dan semen, sedangkan perusahaan yang bertugas menyalurkan sub‎sidi, yaitu Bulog.

"Tambang, pupuk, semen dan BUMN yang mendapat uang dari pemerintah, Pertamina sudah PLN sudah tinggal Bulog," katanya.

‎Budi pun telah memanggil direktur utama perusahaan BUMN yang belum melakukan integrasi perpajakan dengan Ditjen Pajak. Saat ini, ada enam holding yang sudah terintegrasi perpajakannya.

"Pak Menteri ingin semua holding, tapi stakeholder tidak setuju. Mungkin tidak mau transparan pajaknya," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Jurus Pemerintah Kejar Target Pajak 2020

Pemohon pajak mengantri untuk mengikuti program Tex amnesty di kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (31/3). Hari ini merupakan hari terakhir program pengampunan pajak atau tax amnesty dan akan di tutup pada pukul 00:00. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan realisasi pajak sepanjang tahun 2020 sebesar Rp 1,642,6 triliun. Realisasi ini lebih besar dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar Rp 1.577,6 triliun.

Direktur Jenderal Perpajakan Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, mengatakan ada beberapa upaya fokus kerja di 2020 dalam mengejar target pajak di tahun ini. Salah satunya adalah dengan memperluas wajib pajak.

Suryo menyebut salah satu cara memperluas wajib pajak adalah dengan menambah jumlah pajak baru. Kemudian tidak kalah penting adalah pihaknya juga akan membina wajib bajak baru agar lebih patuh.

"Saya coba korelasikan yang sedang kita kerjakan. Kami ingin bagaimana kita meningkatkan kepatuhan sukarela tinggi," kata dia di Kantor PLN, Jakarta, Jumat (31/1/2020). 

Dia mengakui, untuk meningkatkan kepatuhan tinggi bagi wajib pajak memang tidak mudah. Untuk itu, pihaknya juga berupaya terus mengedukasi para wajib pajak baru maupun lama untuk tetap meningkatkan kepatuhan.

"Bagaimana kita edukasi dan bagaimana kita letakan regulasi kepastian hukum. Ini jadi PR kami terus terang saja," kata dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya