Tak Kalah Bahaya dari Coronavirus, Penyakit Ini Muncul Sebulan Terakhir

Akhir-akhir ini muncul wabah penyakit akibat proses alamiah, seperti pergantian cuaca maupun akibat kelalaian manusia, seperti Antraks, Distemper, Leptospirosis dan DBD yang bahayanya tak kalah dari Coronoavirus atau Virus Corona

oleh Liputan Enam diperbarui 02 Feb 2020, 12:00 WIB
Belum ada terapi spesifik terhadap virus korona atau Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS CoV).

Liputan6.com, Jakarta - Akhir-akhir ini di sejumlah daerah muncul wabah penyakit akibat proses alamiah, seperti pergantian cuaca maupun akibat kelalaian manusia. Di antaranya, pertama, bakteri Antraks (Bacillus anthracis) yang membuat hewan ternak mati mendadak yang juga berpotensi menular ke manusia, dan tak kalah bahayanya dari virus Corona.

Kedua, bakteri Leptospirosis dari urin tikus yang cukup berbahaya bagi manusia. Ketiga, virus Distemper yang menyerang kucing.

Keempat, Demam Berdarah (DBD) yang diakibatkan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypt. Dan yang kelima, tentu saja Coronavirus yang menurut data penularannya dari hewan liar dan dapat membuat tewas manusia baik hanya melalui kontak mata maupun kontak fisik antarmanusia dan hingga saat ini belum ditemukan obatnya.

Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber. 

1. Antraks

Berasal dari Bakteri Bacillus anthracis yang menjadi penyebab penyakit antraks. Bakteri ini dapat bertahan hidup puluhan tahun di tanah. Bakteri antraks juga bisa tahan terhadap kondisi atau lingkungan panas, serta bahan kimia atau desinfektan.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita menyampaikan, soal bakteri penyebab Antraks yang tengah marak terjadi di Gunung Kidul, Yogyakarta, Jawa Tengah. 

"Bakteri Bacillus anthracis ini bisa tahan lama di lingkungan. Jadi, kewaspadaan masyarakat tetap diperlukan (terhadap kejadian antraks)," ucap Diarmita sebagaimana keterangan resmi kepada Health Liputan6.com, Senin (20/1/2020).

Bacillus anthracis, bakteri penyebab antraks (Wikipedia)

Mengutip laman Kementerian Pertanian, menjelaskan gejala antraks yang harus diwaspadai, sebagai berikut:

  1. Kematian mendadak dan adanya perdarahan di lubang-lubang kumlah (lubang hidung, lubang anus, pori pori kulit).
  2. Ternak mengalami kesulitan bernapas, demam tinggi, gemetar, berjalan sempoyongan, kondisi lemah, ambruk dan kematian secara cepat.
  3. Pada kuda, gejala biasanya kronis dan menyebabkan kebengkakan pada tenggorokan.
  4. Pada manusia bisa terjadi tukak atau luka pada kulit dan kematian mendadak.

Adanya gejala antraks di atas, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Diarmita mengharapkan kepada warga untuk melaporkan bila ada hewan ternak mati mendadak.

"Laporkan juga kalau ada ternak yang mati mendadak. Masyarakat juga tidak membeli hewan yang berasal dari daerah tertular atau tanpa keterangan kesehatan hewan yang resmi," sarannya. 

Bakteri antraks yang menginfeksi manusia biasanya lewat luka terbuka, para pekerja penyeleksi bulu domba atau orang yang memakan daging hewan ternak yang positif antraks. 


2. Leptospirosis

Tikus – hewan yang berpotensi menularkan Leptospirosis. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Dinas Kesehatan (Dinkes) Klaten mengimbau warga mewaspadai penyakit leptospirosis selama musim penghujan. Banyaknya genangan air mempermudah penularan penyakit yang disebarkan melalui urin atau darah hewan seperti tikus yang terinfeksi bakteri leptospira.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Klaten, Anggit Budiarto, mengatakan kasus penyakit leptospirosis bisa berujung pada kematian jika terlambat ditangani. Pada 2019, Dinkes Klaten mencatat ada 41 kasus leptospirosis dengan jumlah korban meninggal dunia sebanyak enam orang.

Sementara, sepanjang 2018 tercatat ada 85 kasus leptospirosis dengan 12 orang meninggal dunia. "Untuk 2020, sampai pekan ketiga Januari belum ada kasus. Mudah-mudahan tidak ada yang sampai meninggal dunia," kata Anggit saat berbincang dengan Solopos.com, Kamis (30/1/2020).

Selain itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta menerima laporan tiga kasus pasien terjangkit penyakit leptospirosis pada awal tahun 2020 dengan satu pasien meninggal dunia.

"Satu orang yang meninggal dunia ditangani Puskesmas Depok 2, sedangkan kondisi dua pasien lain sudah berangsur membaik," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sleman Novita Krisnaeni di Sleman, Sabtu, dikutip dari Antara.

Mengutip dari Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Klaten, menjelaskan bagaimana penularan, gejala, dan imbauannya, sebagai berikut:

  1. Leptosirosis bisa ada pada musim apapun, Selagi tikus masih ada dan di sana ada air, pasti sangat memungkinkan.
  2. Bakteri penyebab leptospirosis bisa memasuki tubuh melalui luka terbuka pada kulit saat kontak dengan air. Gejala penyakit itu diantaranya demam, nyeri otot, meriang, hingga mata pedas.
  3. Bagi petani yang ingin bertani di sawah diimbau agar sebisa mungkin kulit tidak kontak langsung dengan air di sawah seperti mengenakan sepatu bot.

3. Distemper

Petugas Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Karanganyar memeriksa dan mendata kucing di Jaten, Selasa (28/1/2020). (Solopos/ Ist)

Pengawas Hewan Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Karanganyar, Sutiyarmo menjelaskan, munculnya Virus Distemper lazim terjadi ketika cuaca tidak menentu.

"Virus itu kan tertular karena terjadi interaksi dengan kucing yang sudah terinfeksi. Sebisa mungkin sementara waktu, dikandangkan dulu dan lebih baik lagi kucingnya diberi vaksin agar tidak tertular. Cuaca seperti saat ini memang musimnya dan lazim. Tapi tenang saja karena tidak menular ke manusia," katanya, dikutip dari solopos.com.

Puluhan kucing di Jaten, Karanganyar, Jawa Tengah, dilaporkan mati mendadak dalam waktu yang berdekatan, akibat terinfeksi Virus Distemper, yang menyerang organ pencernaan.

Camat Jaten, Aji Pratama Heru Kristanto mengatakan, berdasarkan data laporan yang dia peroleh, terdapat sekitar 27 ekor kucing mati di Kecamatan Jaten. Usai temuan tersebut, pihaknya langsung memeriksa semua kucing yang ada di daerahnya.

Berdasarkan paparannya, dengan memberikan vaksin dan memberi makanan teratur pada kucing dapat terhindar dari virus distemper ini.


4. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Nyamuk Ber-Wolbachia Bisa Lumpuhkan Virus DBD

Merebaknya kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, pada awal tahun 2020 merupakan bagian dari siklus lima tahunan, kata Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinkes Kabupaten Temanggung Sukamsih.

"Ini siklus lima tahunan, setiap lima tahun sekali bisa dipastikan DBD di Temanggung selalu terjadi dan kasusnya banyak," katanya di Temanggung, Jumat, dilansir Antara.

Selain itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun, Jawa Timur, mencatat terdapat 12 kasus penderita demam berdarah dengue (DBD) di awal tahun 2020 hingga pertengahan bulan Januari.

"Dari jumlah 12 kasus demam berdarah tersebut, satu orang di antaranya meninggal dunia," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Madiun Amam Santosa di Madiun, Jawa Timur, Senin, 27 Januari 2020, dikutip dari Antara.

Tingginya kasus DBD di Januari 2020 akibat kelalaian dari masyarakat dalam merawat dan menjaga kebersihan lingkungan.

Menurut data Dinkes Kabupaten Madiun mencatat jumlah kasus DBD selama 2019 mencapai sebanyak 305 penderita, dengan empat penderita di antaranya meninggal dunia.

Dikutip dari Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun, langkah antisipatif agar terhindar dari DBD, sebagai berikut:

  1. Tidak membuang sampah sembarangan, rajin menguras dan menggosok dinding bak mandi, menutup tempat-tempat air, serta mengubur dan mendaur ulang barang bekas agar tidak terdapat genangan air hujan yang bisa menjadi media perkembangbiakan nyamuk.
  2. Makan makanan bergizi seimbang dan istirahat yang cukup, untuk meningkatkan daya tahan dan kekebalan tubuh sehingga tidak mudah terserang virus DB.
  3. Fogging (pengasapan) hanya membunuh nyamuk dewasa dan tidak memberantas sarangnya. Lebih utama, warga diimbau untuk rajin melakukan pemberantasan sarang nyamuk.

5. Coronavirus atau Virus Corona

Staf medis memindahkan seorang pasien dari ambulans ke rumah sakit Jinyintan, tempat pasien-pasien terinfeksi virus corona dirawat di Wuhan, provinsi Hubei, China pada Senin 20 Januari 2020. (Source: AP)

Virus Corona diyakini pertama kali muncul di Wuhan di China pada Desember 2019 dan hingga 24 Januari 2020, virus corona telah menewaskan 25 orang dan menginfeksi 800 orang lainnya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri menyatakan situasi darurat namun bukan pada level internasional.

Palang Merah Indonesia (PMI) terus mensosialisasikan cara pencegahan penularan dan bahaya virus Corona yang saat ini menjadi perhatian dunia, khususnya Indonesia, terkait banyaknya warga Wuhan, China yang tertular hingga meninggal dunia akibat terinfeksi virus mematikan ini.

"Kita sebar sosialisasi tersebut melalui media sosial PMI dengan tujuan untuk membantu masyarakat mengenali gejala penularan dan pencegahan agar mereka tidak tertular virus corona," kata Kepala Biro Humas PMI Pusat Aulia Arriani saat dihubungi dari Sukabumi, Jawa Barat, Senin, dikutip dari Antara.

Adapun gejala seseorang yang diduga tertular virus tersebut seperti gangguan pernapasan, batuk, demam melebihi dari 38 derajat Celcius, sesak nafas, pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, bahkan jika sudah parah bisa menyebabkan kematian.

Sementara untuk pencegahan agar tidak tertular corona, katanya, yakni dengan memastikan tangan selalu bersih dan mencuci tangan dengan sabun, memasak daging maupun telur hingga matang, tutup mulut jika bersin maupun batuk dan selalu menggunakan alat pelindung diri saat kontak lansung dengan hewan liar maupun ternak.

Selain itu, jika bepergian keluar daerah, khususnya luar negeri yang terdampak virus tersebut seperti China, agar selalu menjaga kesehatan dan apabila tubuh mengalami gejala tertular corona agar segera menggunakan masker dan segera ke fasilitas atau pelayanan kesehatan terdekat, serta tidak lupa menceritakan riwayat perjalanan.

Akhmad Mundzirul Awwal/PNJ.

Simak video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya