Liputan6.com, Jambi - Sudah sepekan ini, lima orang tua korban mondar-mandir mendatangi tiga institusi setelah mereka mengetahui terdakwa kasus pencabulan anak dibawah umur, Ambok Lang, divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jambi.
Para orang tua yang anaknya menjadi korban pencabulan itu tak henti berjuang untuk menuntut keadilan. Ada tiga institusi yang mereka datangi saban hari, mulai dari Kejaksaan Tinggi Jambi, Pengadilan Negeri Jambi hingga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jambi.
Jumat pagi, 31 Januari 2020, mereka mendatangi P2TP2A. Kedatangan sejumlah orang tua korban yang tinggal di kawasan Simpang III Sipin, Kota Jambi, itu juga untuk meminta solusi supaya institusi ini turut mengawal upaya hukum selanjutnya. Masih ada harapan melalui kasasi yang diajukan jaksa.
Baca Juga
Advertisement
Mereka juga mengadu kalau anak-anak mereka mengalami traumatik, tak mau sekolah. Trauma itu semakin menjadi, terlebih saat melihat pelaku divonis bebas dan berkeliaran sehingga korban takut keluar rumah.
"Anak saya dibayangi ketakutan, tidak berani keluar rumah kalau tidak ada saya. Kondisi anak-anak tidak seperti biasa sekarang lebih banyak di dalam rumah," kata NNG, salah seorang orang tua korban saat ditemui di P2TP2A Jambi.
Para orang tua korban mengaku tidak mengerti masalah hukum dan juga mereka merasa ada kejanggalan saat sidang putusan yang dilangsungkan 23 Januari 2020. Saat sidang putusan ini berlangsung, mereka tidak mengetahuinya dan tiba-tiba pelaku bebas.
Juga saat selama sidang berlangsung mereka tidak didampingi kuasa hukum. Saat sidang saksi dengan menghadirkan anak-anak yang menjadi korban pun tak ada pendampingan dari psikolog. Suatu ketika kata dia, pada saat korban dihadirkan mereka ketakutan melihat terdakwa.
"Kami enggak ngerti, pokoknya kami harus mendapatkan keadilan, pelaku harus dihukum, dan kami mau ada efek jera untuk pelaku, jangan sampai ada korban lainnya," kata dia.
Kini mereka hanya bisa bertumpu pada keadilan hukum selanjutnya melalui kasasi. Sambil menunggu kasasi, para korban pencabulan juga mendapat pemulihan psikologis dari pekerja sosial yang akan mendampingi mereka.
Trauma Healing Korban
Setelah mengetahui korban mengalami trauma, membuat Unit Pelaksana Teknis Daerah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jambi langsung menerjunkan pekerja sosial untuk pemulihan korban.
Trauma healing atau pemulihan trauma untuk korban itu tidak dilalukan di rumah aman. Melainkan dilakukan di rumah korban, mengingat korban masih ada sekolah.
Kepala UPTD P2TP2A Jambi, Asi Noprini mengatakan, pihaknya telah memeriksa 4 orang anak yang menjadi korban. Diketahui, mereka mengalami trauma berat dan takut saat melihat pelaku yang bebas dan berkeliaran di kompleks rumah mereka.
"Kondisi seperti ini tidak bisa ditentukan waktu pemulihannya. Psikologis ini terganting lingkungan dan kondisi korban, apalagi pelakunya selama ini orang yang dipercaya, jadi butuh waktu panjang untuk pemulihan," kata Asi Noprini.
Selain itu, dia mengaku terkejut ihwal keputusan hakim yang memvonis bebas pelaku pencabulan yang dilakukan oknum PNS itu. Padahal kasus ini telah mereka ikuti sejak awal atau saat masih proses penyidikan di kepolisian.
Ia juga terkejut setelah mengetahui bahwa pelaku sudah kembali dan beraktivitas di tengah masyarakat. Kondisi ini akan semakin memperburuk psikologis korban.
"Saat sidang juga tidak menggunakan saksi ahli dari PPA. Saya sebagai saksi ahli sempat di BAP, tapi pas sidang tidak ada pemanggilan saksi ahli. Pas saya tanya ke jakasa tidak ada berkas BAP-nya," kata Asi.
Soal putusan bebas pelaku pencabulan itu, pihaknya mengakui sudah berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani perkara ini. Upaya selanjutnya, Jaksa akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
"Sudah secara lisan kami menghadap dan ketemu jaksa. Kata jaksa ini pasti kasasi," katanya menjelaskan.
Advertisement
Terdakwa Oknum PNS dan Guru Ngaji
Sebelumnya, Hakim Pengadilan Negeri Jambi memvonis bebas Ambok Lang, seorang terdakwa pencabulan anak di bawah umur.
Vonis bebas Ambok Lang tersebut tertuang dalam petikan putusan nomor 591/Pid.Sis/2019/PN.Jmb. Dalam surat itu tertera putusan ditentukan pada 13 Januari 2020 dan dibacakan pada 23 Januari 2020 oleh Yandri Roni sebagai hakim ketua, Oktafiatri Kusumaningsih dan Annisa Bridgestirana sebagai hakim anggota.
Dalam putusan hakim yang dipimpin Hakim Yandri Roni, Ambok Lang dibebaskan dan dinyatakan secara sah dan meyakinkan tidak bersalah seperti yang didakwa JPU melanggar pasal 82 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2014.
Dalam salinan putusan terdakwa yang diterima Liputan6.com, Ambok Lang diketahui sehari-harinya bekerja sebagai ASN di Dinas Pendidikan Provinsi Jambi.
Selain bekerja di Dinkas Provinsi Jambi, ia juga bekerja sebagai guru ngaji. Sepulang dari kantor, Ambok Lang mengajar ngaji di tempat tinggalnya, untuk anak-anak usia sekolah dasar.
Ambok Lang dilaporkan ke polisi karena diduga melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur. Dalam sidang yang digelar sebelumnya terungkap setidaknya ada lima korban dalam laporan itu. Dalam laporannya, Ambok Lang disebut-sebut mencabuli murid ngajinya.
Menanggapi atas vonis bebas itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Jambi langsung menempuh upaya hukum kasasi. Jaksa yang menangani perkara itu menyatakan, secepatnya akan memasukan memori kasasi ke Mahkamah Agung.
"Iya benar ada upaya hukum kasasi karena putusannya bebas, yang terdakwanya Ambok itu. Memori kasasinya sedang kami susun. Secepatnya kami kirim ke MA melalui Pengadilan Negeri," kata Jaksa yang menangani perkara tersebut, Yuriswandi, Selasa (28/1/2020).
Dalam proses persidangan atas perkara itu, JPU kata Yuriswandi mengaku, sudah cukup maksimal. Belasan saksi juga dihadirkan di sidang pembuktian perkara. Jaksa menuntut terdakwa Ambok Lang dengan hukuman 6 tahun penjara.
Tapi nanti upaya hukum yang kami tempuh, kami juga belum bisa membaca putusan lengkap. Pertimbangan apa sehingga dibebaskan," kata Yuriswandi yang juga ketua tim jaksa perkara ini.
Sebelumnya Ambok Lang didakwa melanggar pasal 82 ayat 2 UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Pasal tersebut berbunyi: setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa,melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp300 juta dan paling sedikit Rp60 juta.