Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah masih menemukan kapal-kapal China berseliweran di laut Natuna. Padahal, larangan melintasi ZEE milik Indonesia itu sudah diultimatumkan.
Temuan terbaru TNI Angkatan Laut memperlihatkan bahwa masih ada beberapa kapal China yang berjejer di batas landas kontinen Indonesia-Vietnam. Dan ternyata, kapal milik China diketahui sengaja tidak menyalakan transponder agar tidak terdeteksi perangkat milik TNI AL.
Advertisement
Mengutip postingan akun resmi Instagram Pusat Penerbangan TNI AL (Puspenerbal) @puspenerbal, Senin (03/02/2020), tanggal 29 Januari 2020, tercatat 4 kapal pemerintah Vietnam masih terdeteksi memagari batas landas kontinen Indonesia-Vietnam, dan 1 unit kapal Coast Guard China ditemukan berkeliaran di ZEE Indonesia.
Data tersebut diperoleh dari patroli udara rutin yang dilakukan oleh pesawat CN235 MPA TNI AL.
"Seluruh kapal Vietnam menyalakan transponder sehingga terdeteksi oleh perangkat penerima AIS (Automatic Identification System) milik TNI AL. Namun, berbeda dengan kapal Coast Guard China yang tidak menyalakan, sehingga tidak terpantau manuvernya," demikian tulis admin akun tersebut.
Kendati demikian, kapal China ini berhasil terdeteksi radar surveillance milik pesawat P-8304 dari jarak 120 NM, sekitar 222 km. Setelah diobservasi beberapa menit, Kapten Pilot May Febriyanto memutuskan untuk melakukan identifikasi visual.
"(Ternyata), kontak permukaan laut tersebut teridentifikasi sebagai kapal Coast Guard China dengan nomor lambung CCG-5305," demikian keterangan menyebutkan.
Meskipun tidak dianggap melanggar, namun kehadiran kapal Coast Guard China sering ditujukan untuk mengawal kapal ikan China yang memancing di area ZEE Indonesia. Oleh karenanya, TNI AL mengawasi kapal tersebut dengan pesawat patroli maritim TNI AL CN235 MPA serta beberapa kapal perang Indonesia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
China Selalu Protes Kebijakan Susi Tenggelamkan Kapal, Pengamat: Teruskan Saja
Pakar hukum internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana berkata China sering tidak terima karena Susi Pudjiastuti pernah menenggelamkan kapal mereka. China cenderung tidak terima atas tuduhan illegal fishing.
"Pada masa ibu Susi itu biasanya (kapal pencuri ikan) diproses hukum lalu nanti pengadilan mengatakan benar melakukan illegal fishing kemudian dimusnahkan barang bukti kemudian itu ada istilah tenggelamkan," ucap Hikmahanto Juwana pada diskusi Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDDC) di Jakarta, Senin (13/1/2020).
BACA JUGA
"China selalu protes karena kalau dari segi perspektif pemerintah China, nelayan (mereka) sah kok," lanjutnya.
Kedatangan China ke Laut China Selatan hingga Natuna ternyata juga punya motif bisnis. Mas Achmad Sentosa, CEO Indonesia Ocean Justice Initiative, berkata kondisi Laut Kuning dan Laut China Timur sedang kronis akibat overfishing.
China memang punya predikat eksportir ikan terbesar dan konsumsi ikan di negaranya juga tinggi. Alhasil, nelayan China pun masuk ke wilayah negara lain.
"Konsusmi ikan di China dan kemampuan ekspor china yang terbesar di dunia ingin dipertahankan," ujar Achmad. "Jadi merambah ke wilayah kita," jelasnya.
Lebih lanjut, Hikmahanto berkata China datang ke Natuna untuk mempertegas klaim Sembilan Garis Putus mereka agar tak sekadar di peta saja. China pun menunggu bergantinya pemerintahan untuk melihat apakah ada inkonsistensi terhadap Natuna.
Ia pun mendukung agar kebijakan menenggelamkan kapal yang sebelumnya perah dilakukan Susi Pudjiastuti agar kembali dilanjutkan.
"Menurut saya yang soal (kebijakan) tenggelam-tenggelam diteruskan," pungasknya.
Advertisement