Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan Agus Suparmanto memilih untuk tidak mengomentari adanya dugaan kasus penipuan yang dituduhkan kepadanya. Mendag Agus memilih untuk bungkam dan langsung pergi saat ditanya oleh para wartawan.
Untuk diketahui, Kantor Hukum Dr. Husdi Herman & Associates mengumumkan kasus dugaan penipuan kepada awak media melalui Konferensi Pers di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (03/02/2020). Kasus yang telah dilaporkan ke Polisi dengan nomor laporan polisi: LP/B.0016/I/2020/Bareskrim itu disebutkan berawal dari perjanjian kerjasama bisnis tambang.
"Saya sebagai Kuasa Hukum klien saya, Pak Yulius, akan melakukan konferensi pers skandal penipuan yang diduga melibatkan AS yang saat ini menjabat sebagai Menteri Perdagangan," ujar Husdi Herman dari Kantor Hukum Husdi Herman & Associates, Senin (3/2/2020).
Kasus ini berlupa pada 2000. Saat itu terjadi kesepakatan berupa MoU perihal proyek penambangan, pengangkutan dan pemuatan bijih nikel di Pulau Pakai dan Tanjung Buli milik PT Antam (Persero).
Baca Juga
Advertisement
MoU tersebut melibatkan Agus Suparmanto (Direktur Utama PT Mitrasysta Nusantara, pihak pertama), Miming Leonardo (Direktur Utama PT Surya Labuhan Sari, pihak kedua), Yulius Isyudianto (Komisaris dan Direktur PT Yudistira Bumi Bhakti, pihak ketiga dan Sardjono (Direktur Utama PT Trecon Multisarana, pihak keempat).
MoU tersebut menyepakati penunjukkan PT Yudistira Bumi Bhakti sebagai badan usaha untuk mengikuti tender proyek yang diselenggarakan Antam.
Pada tanggal 6 September 2000, PT Yudistira Bumi Bhakti dinyatakan menang tender tersebut, dilanjutkan dengan penandatanganan Nota Kesepakatan antara PT Yudistira Bumi Bhakti (yang diwakili oleh Juandy Tanumihardja sebagai Direktur dan Miming Leonardo sebagai Komisaris) dengan Yulius Isyudianto dkk pada 13 Maret 2001.
Nota tersebut, salah satunya, berisi kesepakatan pembagian keuntungan bersih setelah pajak dari proyek untuk PT Yudistira Bumi Bhakti sebesar 30 persen. Kemudian, perusahaan mulai melakukan penambangan bijih nikel dan pengangkutan ke kapal ekspor pada 12 Agustus 2000 (mulai menjalankan bisnis).
Lalu, 13 tahun kemudian (awal Agustus 2013), Rafli Ananta Murad selaku pihak Yulius cs menagih hasil keuntungan proyek tambang nikel kepada Juandy. Namun, Juandy menyatakan bahwa perusahaan terus merugi sehingga tidak ada keuntungan yang bisa dibagikan.
Namun, Rafli mengelak dan memperlihatkan laporan keuangan perusahaan yang menunjukkan bahwa keuntungan kumulatif perusahaan per 31 Desember 2012 mencapai USD 280,9 juta, sehingga keuntungan yang harusnya diterima oleh Yulius dkk ialah USD 84,293 juta.
Melaporkan
Merasa ditipu, Yulius cs melaporkan Agus Suparmanto, Juandy Tanumihardja dan Miming Leonardo atas pasal penipuan dan atau penggelapan. Tak lama setelah laporan tersebut dibuat, Agus Suparmanto menghubungi Yulius untuk berdamai dan berjanji akan memberikan Rp 500 miliar dengan syarat Yulius harus menandatangani perjanjian perdamaian.
Namun setelah dirinya melakukan hal tersebut, uang yang dijanjikan Agus dkk tak kunjung diterima dengan dalih telah terjadi perjanjian perdamaian antara kedua belah pihak.
"Bahwa Yulius Isyudianto dkk merasa telah ditipu dan diiming-imingi oleh Agus Suparmanto, Juandy Tanumihardja dan Miming Leonardo uang sebesar Rp 500 miliar apabila perjanjian damai diterima oleh Yulis. Namun faktanya, sampai sat ini Yulis tidak menerima satu senpun dan Rp 500 miliar tersebut," ujar Husdi.
Lebih lanjut, pihak Yulis memberi waktu 7 x 24 jam (1 minggu) bagi Agus, Juandy dan Miming untuk menyelesaikan permasalah tersebut. Husdi menegaskan bahwa yang menjadi permasalahan inti ialah janji Rp 500 miliar yang belum kunjung dibayarkan Agus Suparmanto.
"Jadi kita sudah nggak bicara laba yang nggak dibayar, laba sebesar USD 84,2 juta itu, karena sudah SP3 (surat penghentian penyidikan dan penuntutan) tapi yang Rp 500 miliar," ungkapnya.
Advertisement