Liputan6.com, Jakarta - PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) tengah mengevaluasi biaya distribusi gas bumi. Evaluasi ini untuk membantu pemerintah dalam menurunkan harga gas bumi.
Direktur Utama PGN Gigih Prakoso mengatakan, saat ini PGN sedang melakukan koordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) selaku regulator.
Advertisement
Koordinasi tersebut dalam rangka menurunkan harga gas bumi ditingkat konsumen menjadi USD 6 per MBBTU.
"Kami sampaikan pembahasan penurunan harga gas industri, sedang kami konsultasikan dengan kementerian ESDM dan SKK secara intensif," kata Gigih, saat rapat dengan Komisi VI DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/2/2020).
Menurut Gigih, untuk menurunkan harga gas ditingkat konsumen menjadi USD 6 per MMBTU, PGN sedang melakukan evaluasi biaya distribusi gas melalui pipanya.
"Kami akan review seluruh biaya transportasi gas baik transmisi maupun distribusi, yang bisa kami berikan ke industri agar industri bisa lebih bersaing dan meningkatkan kapasitasnya," tuturnya.
Gigih mengungkapkan, PGN terus berkordinasi dengan pemerintah, agar penurunan harga gas menjadi USD 6 per MMBTU bisa tercapai, sesuai dengan target waktu 1 April 2020.
"Mudahan dari diksusi ini ada jalan keluarnya sehingga 1 April bisa kami terapkan Perpres 40," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Turunkan Harga Gas, Pemerintah Diminta Berikan Insentif
Sebelumnya, pemerintah diminta untuk lebih teliti dalam menurunkan harga gas. Hal ini disinyalir bisa memicu kerugian bagi para pelaku industri jika tak dibarengi dengan adanya insentif.
Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron mengatakan, pemerintah harus melihat dampak dari sisi hulu ke hilir migas jika harga gas harus turun menjadi USD 6 per MMBTU. Upaya ini dilakukan demi menghindari kerugian dan melemahnya geliat investasi pada setor tersebut.
"Saya kan pernah di komisi VII DPR, bagaimana menghitung terhadap berbagai instrumen yang menyebabkan kemudian berlaku harga saat ini," kata Herman, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/2/2020).
Dia mengungkapkan, saat ini harga gas dari sisi hulu atau sumur berkisar pada USD 7 hingga 9 per MMBTU. Jika ditambah biaya distribusi dan operasional makan tidak memungkinkan harga gas bumi turun menjadi USD 6 per MMBTU.
"Saya cek ke hulu, dihulu plus transportasi dan operasional, ya memang tidak memungkinkan," tuturnya.
Menurutnya, jika harga gas dipaksa turun menjadi USD 6 per MMBTU akan menimbukan kerugian bagi pelaku hulu migas dari hulu ke hiliri. Oleh sebab itu pemerintah perlu memberikan insentif untuk menghindari kerugian terjadi.
"Sehingga kalau kemudian dipaksakan, harga USD 6 per mmbtu, tanpa ada dispensasi dari pemerintah, ya pasti akan rugi karena dengan business as usual tidak mungkin kalau menurunkan harga sampai USD 6," ungkapnya.
Dia menyebutkan, dispensasi yang bisa diberikan adalah menurunkan harga gas bagian pemerintah dari produksi sumur migas dan mensubsidi pada biaya distribusi serta opersional.
"Kalau untungnya tidak besar, ya tidak apa-apa. Yang penting jangan rugi, karena kalau penugasan membuat korporasi rugi, ya berarti kita membuat pohon itu layu dan tdak berbuah nantinya.
"Ya harus ada dispensasi atau insentif dari pemerintah. Sehingga secara ekonomis bisa dijalankan dengan harga 6 dolar," tandasnya.
Advertisement