Liputan6.com, Cirebon - Ragam kesenian lokal Cirebon masih terus dilestarikan oleh masyarakat setempat. Salah satunya adalah Gong Renteng Ki Muntili di Desa Kedungsana, Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon.
Gong Renteng merupakan salah satu kesenian yang dimiliki oleh Desa Kedungsanga. Gong renteng terdiri dari sejumlah gong fengan ukuran besar dan kecil, dan dimainkan secara bersamaan dengan cara direnteng (dijajarkan).
Baca Juga
Advertisement
Kepala Desa Kedungsana Sudianto mengatakan, kesenian gong renteng, merupakan warisan dari leluhur di desanya sejak tahun 1500 masehi. Menurutnya, gong tersebut bukan hanya sebagai karya seni, tapi juga bisa dijadikan sebagai pemersatu masyarakat.
"Karena akhirnya banyak warga yang saling kenal dan silaturahmi, setelah belajar gong ini," ujar Sudianto, Selasa (4/2/2020).
Pada tahun 2012, saat Sudianto baru menjabat sebagai Kepala Desa Kedungsana, dia mulai mengajak warganya untuk berlatih gong renteng.
Antusiasme masyarakat cukup bagus. Hingga saat ini, terdapat sekitar 50 orang yang bergabung di Sanggar Gong Renteng Ki Muntili Cirebon.
Mereka terdiri dari siswa SD, SMP, SMA, dan Karangtaruna. Sudianto menuturkan, dalam melestarikan Gong Renteng tidak dipungut biaya.
"Bagi siapa saja yang mau bergabung dan berlatih memainkan gong renteng. Latihannya malam Rabu, malam Sabtu dan Minggu pagi. Semuanya gratis," kata Sudianto.
Dana Desa
Untuk menjaga kondisi Gong Renteng Ki Muntili yang bersejarah, Sudianto akhirnya membuat replika gong. Replika tersebut menjadi alat untuk berlatih.
Sementara itu, Gong Renteng Ki Muntili sendiri disimpan di museum desa yang berada di Kantor Desa Kedungsana. Gong Renteng Ki Muntili hanya ditabuh ketika acara muludan (maulid nabi).
"Kalau muludan, gongnya dicuci, kemudian dimainkan," kata Sudianto.
Dia menceritakan, awal mula melestarikan kembali Gong Renteng, pemerintah desa mengundang pelatih dari Keraton Kasepuhan. Namun, seiring berjalannya waktu, banyak pelatih gong dari warga desanya.
Bahkan, kata dia, pengurus karang taruna desa menjadi pelatih gong renteng ini. Dalam upaya melestarikan warisan budaya nenek moyang, pemerintah desa rela berbagi ruangan dengan sanggar.
Keterbatasan lahan, membuat pemdes akhirnya mendirikan sanggar di kantor desa. Sudianto juga mengungkapan, keberadaan Gong Renteng tersebut dianggap dapat meminimalisasi perilaku negatif para remaja dan pemuda desa.
Silaturahmi antar warga menjadi lebih terjalin dan bersatu. Pemerintah desa memanfaatkan dana desa untuk melestarikan gong renteng ini.
"Selain untuk pemeliharaan alat, anggaran dari dana desa digunakan untuk membayar pelatih dan kebutuhan lainnya. Perselisihan juga jarang terjadi," kata Sudianto.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement