5 Perkembangan Terkini Kasus Kematian Akseyna

Hingga saat ini penyidik masih berupaya mengungkap kasus kematian mahasiswa Universitas Indonesia Akseyna Ahad Dori.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 04 Feb 2020, 21:00 WIB
Polisi mencari benda yang diyakini mampu mengungkap misteri kematian mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Akseyna Ahad Dori di danau UI. (Liputan6.com/Atem Allatif)

Liputan6.com, Jakarta - Misteri kematian mahasiswa Universitas Indonesia Akseyna Ahad Dori belum juga berhasil tersingkap. Tepat 26 Maret 2020 nanti, genap lima tahun sudah kasusnya bergulir.

Kala itu, Akseyna ditemukan tewas mengambang di Danau Kenanga, Universitas Indonesia (UI) pada 26 Maret 2015. Saat ditemukan, Akseyna mengenakan baju hitam lengan panjang dan tas cokelat. Di dalam tasnya terdapat lima batu konblok.

Meski sudah lama berjalan, aparat kepolisian belum berhasil menemukan titik terang di balik tewasnya mahasiswa Universitas Indonesia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) jurusan Biologi angkatan 2013 itu.

Menurut Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra, hingga saat ini penyidik masih berupaya mengungkap kasus kematian Akseyna.

"Penyidik masih lakukan upaya penyelidikan," kata Asep di Mabes Polri, Senin, 3 Februari 2020.

Berikut perkembangan terkini kasus kematian Akseyna Ahad Dori, mahasiswa Universitas Indonesia yang ditemukan tewas mengambang di Danau Kenanga dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Periksa 28 Saksi

Keluarga dan polisi mengambil barang-barang Akseyna Ahad Dori dari kamar kosnya. (Ady Anugrahadi/Liputan6.com)

Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Asep Adi Saputra, mengatakan penyidik masih berupaya mengungkap kasus ini.

Asep memaparkan, hingga kini, sebanyak 28 orang dimintai keterangan sebagai saksi.

Lakukan Olah TKP LagiAsep menerangkan, Kapolres Metro Depok Kombes Azis Andriansyah bahkan kembali melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP).

"Penyidik masih lakukan upaya penyelidikan," kata Asep.

 


6 Kali Ganti Kapolres

Tim Polda Metro Jaya dan Polres Depok melakukan olah TKP di Danau Kenanga, Universitas Indonesia, yang mrupakan lokasi jenazah Akseyna.

Kasus ini akan genap lima tahun pada 26 Maret 2020 mendatang. Hingga pimpinan Polresta Depok berganti enam kali, kasus kematian Akseyna belum juga terungkap.

Kasus ini terjadi sejak masa kepemimpinan Kapolresta Depok Kombes Ahmad Subarkah, kemudian berganti ke Kombes Dwiyono, lalu Kombes Harry Kurniawan, Kombes Herry Heryawan, Kombes Didik Sugiarto, hingga Kombes Azis Andriansyah.

Dugaan awal, Akseyna Ahad Dori bunuh diri karena depresi. Hal itu berdasarkan keterangan dari 15 saksi yang diperkuat dengan temuan di lapangan seperti kondisi jasad dan ditemukan sepucuk surat di rumah kos Akseyna dengan tulisan, "Will not return for eternity, please don't search for existence, my apologies for everything".

Namun demikian hipotesis awal itu terbantahkan setelah Polres Metro Depok menggandeng Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri untuk turut mengusut kasus ini. Akseyna dipastikan tewas karena dibunuh.

Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya saat itu Kombes Pol Krishna Murti menyebut, surat wasiat yang ditemukan rekan Akseyna, Jibril, di kamar kos korban terindikasi bukan tulisan tangan Akseyna sepenuhnya.

Dia juga membeberkan analisisnya bahwa pelaku membawa tubuh Akseyna yang pingsan dengan cara menyeretnya ke tepi danau.

Setelah itu, pemuda yang akrab disapa Ace ini ditenggelamkan dengan cara memasukkan batu ke dalam tas yang diikatkan ke tubuhnya sebagai pemberat.

"Ada sepatu korban saat ia ditemukan. Bagian ujung belakang sepatunya robek dua-duanya, kiri dan kanan. Kemungkinan analisa kami korban diseret masuk ke dalam danau," kata Krishna di Mapolda Metro Jaya, Kamis 4 Juni 2015.

 


Ada Luka Lebam

(Liputan 6 TV)

Selain itu, ditemukannya sejumlah luka lebam di bagian wajah Ace mengindikasikan dia dianiaya hingga tidak sadarkan diri, sebelum akhirnya diseret dan ditenggelamkan.

"Ada luka yaitu bibir lebam, telinga dan kepala juga lebam yang mengindikasikan terjadi penganiayaan sebelum pembunuhan terjadi," sambung Krishna.

Dia menambahkan, malam saat Akseyna ditenggelamkan, situasi danau UI tidak ramai oleh pemancing seperti hari-hari biasa. Ini karena Kota Depok diguyur hujan deras sepanjang malam. Kondisi sepi tersebut dimanfaatkan pelaku untuk menghabisi nyawa pemuda asal Yogyakarta itu.

Dia menjelaskan, kedalaman Danau Kenangan UI hanya 1,65 meter dari permukaan sehingga tidak logis jika Akseyna sengaja menenggelamkan diri di tempat dangkal. Seandainya benar ia berniat bunuh diri, ia masih memiliki kesempatan untuk menyelamatkan diri jika berubah pikiran.

Sementara itu, AKBP Hendy F Kurniawan saat menjabat Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya mengaku menghadapi beberapa kendala dalam menyingkap tabir misteri kematian Akseyna.

Polisi kesulitan mencari jejak pelaku saat olah TKP dilakukan 2015 lalu. Menurut Hendy, TKP kos Akseyna sudah tidak murni lagi. Apalagi beberapa orang diketahui telah memasuki kos tersebut lantaran Akseyna semula sempat diduga tewas bunuh diri.

Hendy menjelaskan, pengungkapan perkara ini dibangun dari beberapa asumsi, seperti asumsi pelaku, modus operandi, waktu dan sebagainya. Asumsi tersebut kemudian dikaitkan dengan alat-alat bukti untuk mendukung pembuktian.

 


Keluarga Temukan Kejanggalan

Ayah mahasiswa tewas di danau UI, Akseyna Ahad Dori, saat mendatangi Polresta Depok (Liputan6.com/Atem Allatif)

Sepucuk surat dengan tulisan, "Will not return for eternity, please don't search for existence, my apologies for everything," ditemukan teman Akseyna Ahad Dori bernama Jibril.

Surat itu diduga ditulis oleh Akseyna Ahad Dori atau yang akrab disapa Ace sebelum meninggal dunia. Namun, polisi curiga, tak seluruh isi surat itu ditulis Akseyna.

Demikian yang diungkap oleh Krishna Murti yang kala itu menjabat Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya pada 2015 silam.

Penyataan Krisna pun diamini oleh pihak keluarga. Ayah Akseyna, Kolonel Sus Mardoto memastikan, itu bukanlah tulisan anaknya.

Dia mengaku telah mencermati tulisan di surat itu. Keluarga menilai ada beberapa kejanggalan di 'wasiat' tersebut.

Pertama, pada kata, "For". Ada tiga kata for di surat tersebut dan ketiganya memiliki bentuk berbeda. Orang awam pun bisa melihat kejanggalan ini dengan jelas.

Kedua, tulisan "Existence" dan beberapa kata lainnya memiliki bentuk dan kemiringan huruf yang sangat mencolok perbedaannya dengan huruf-huruf pada kata-kata yang lain.

Ketiga, jarak spasi antara satu kata dengan lainnya berbeda-beda dan tidak beraturan. Keempat, tanda tangan di surat tersebut sangat tidak mirip dengan tanda tangan Ace, begitu Akseyna dipanggil, di KTP lama maupun di e-KTP.

Kelima, tata bahasa surat dalam Bahasa Inggris itu tidak beraturan. Keluarga mengenal Ace memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang baik karena sudah terbiasa membaca jurnal ilmiah berbahasa Inggris, novel-novel bahasa Inggris dan menonton film-film berbahasa Inggris tanpa subtitle, bahkan sewaktu di SMP saja sudah memperoleh TOEFL 433.

"Setelah menelaah sejumlah data dan fakta dan mencermati berbagai informasi yang beredar kami menyatakan bahwa surat itu bukan ditulis oleh Aksyena (putra kami)," kata Mardoto saat dihubungi, Selasa (4/2/2020).

Mardoto mengaku mendapatkan surat itu pada Senin 30 Maret 2015 sekitar pukul 16.00 WIB. Pada saat mencari informasi mengenai kabar jasad yang mengambang di Danau UI.

Dia menuju gedung Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Indonesia untuk mencari informasi tentang Ace, dan ditemui oleh dua pengajar jurusan Biologi.

Di ruang pertemuan tersebut ternyata sudah ada juga dua mahasiswa yang mengenalkan diri sebagai teman Ace. Setelah berbincang-bincang beberapa saat, salah satu dari mereka menyerahkan surat yang katanya ditulis oleh Ace.

Penyerahan surat itu disaksikan oleh dua pengajar jurusan Biologi tersebut. Padahal pada saat itu, Ayah Ace belum mengonfirmasi dan memastikan bahwa jenazah itu adalah Ace.

Teman Ace tersebut mengaku mendapatkan surat itu dari kamar Ace. Dia mengaku masuk, bahkan menginap di kamar Ace pada malam sebelumnya, yakni Minggu 29 Maret 2015 malam.

Selain itu, Mardoto ingin mengklarifikasi pemberitaan yang menyebut, surat ditemukan polisi saat melakukan penyelidikan di kamar kos Ace.

Ia menegaskan, informasi itu tidak benar karena surat tersebut diserahkan langsung oleh seorang mahasiswa yang mengaku sebagai teman Ace kepadanya.

"Kemudian saya menyerahkannya kepada polisi," ujar Mardoto.

Demikian juga dengan foto atau capture surat yang tersebar, berbentuk foto yang tertempel paku di dinding. Menurut dia, gambar yang tersebar di media massa itu memunculkan pertanyaan sekaligus kecurigaan oleh keluarga.

Dari mana dan siapa yang menyebarkan foto tersebut, karena yang didapatkan penyidik adalah surat berbentuk lembaran yang diserahkan oleh Ayah Ace.

Penyebaran foto surat yang tertempel di dinding pasti memiliki motif yang tendensius untuk membuat berkembangnya opini bahwa surat tersebut memang tertempel di dinding kamar kos Ace.

Padahal, belum ada pihak yang bisa memastikan, wasiat tersebut benar-benar tertempel di dinding kamar kos Akseyna, karena bukan polisi yang mendapatkannya. Untuk itu, dia meminta penyidik/polisi mendalami penyebar foto itu dan apa motifnya.

 


Keluarga Tetap Menanti Keadilan

Tweet akun Akseyna Ahad Dori. (Liputan6.com/Nafisyul Qodar)

Mardoto menyampaikan, kondisi kamar Akseyna selama empat hari sejak jenazah ditemukan di Danau Kenanga Universitas Indonesia pada Kamis, 26 Maret 2015 tak lagi steril.

"Senin, 30 Maret 2015 sekitar pukul 17.30 WIB, telah banyak orang telah memasuki kamar Ace mendahului kegiatan penyelidikan oleh pihak polisi yang baru dimulai Senin, 30 Maret 2015 sekitar pukul 18.30 WIB," papar dia.

Mardoto menyebut, beberapa teman korban mendatangi kamar Aksyena beberapa kali. Bahkan, ada teman Ace yang masuk ke kamar Ace dan menginap di kamar tersebut pada Minggu malam, 29 Maret 2015.

Padahal, tidak ada satu pun pihak keluarga yang pernah meminta atau menyuruh siapapun untuk masuk bahkan menginap di kamar Aksyena.

Hal itu diketahui setelah ibunda Ace berhasil menghubungi handphone Ace pada Minggu, 29 Maret 2015 malam. Saat itu Ibu Ace sempat bicara dengan seseorang yang mengaku sebagai teman Ace.

"Yang bersangkutan menyebutkan bahwa ia berada di dalam kamar Ace. Keberadaan yang bersangkutan di kamar Ace dilakukannya bukan karena permintaan dari orangtua," ujar dia.

Mardoto menerangkan, beberapa orang yang dikatakan sebagai teman Ace juga berada di dalam kamar Ace pada Senin, 30 maret 2015 hingga polisi mulai masuk ke kamar tersebut untuk melakukan penyelidikan ke kamar kost Ace sekitar jam 18.30 WIB.

"Penyelidikan setelah saya mengonfirmasi bahwa jenazah yang diketemukan di Waduk Kenanga Universitas Indonesia tersebut adalah anak saya," ujar dia.

Menurut Mardoto, dengan banyaknya orang yang telah masuk ke kamar Ace, tidak ada seorangpun yang dapat menjamin bahwa di antara orang-orang tersebut tidak melakukan sesuatu.

Saat polisi tiba, kamar sudah dalam kondisi berantakan. Handphone dan laptop milik Ace sudah diakses dan diotak-atik, koper berisi barang-barang dan baju juga telah terbuka, buku-buku dan perlengkapan lain di meja belajar sudah berserakan.

"Kondisi ini memungkinkan banyak hal terjadi di dalam kamar Ace, termasuk kemungkinan berubahnya bentuk, letak, dan kondisi barang-barang yang seharusnya bisa menjadi barang bukti, termasuk pemunculan surat itu," terang dia.

Meski kasus ini belum juga terungkap, Mardoto tak lelah berharap. Dia menghargai usaha polisi yang melakukan olah tempat kejadian perkara ulang atas kematian sang buah hati, Akseyna.

"Kami berharap kasus ini segera terungkap. Ada kepastian hukum terkait kasus pembunuhan anak saya," harap Mardoto.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya