Praktisi Hukum Surabaya Soroti Kasus Dugaan Penghinaan Wali Kota Risma

Praktisi Hukum Surabaya Sudarto mengatakan, pencemaran nama baik maupun bully di media sosial memang kerap terjadi pada pejabat publik.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 05 Feb 2020, 09:00 WIB
Balai Kota Surabaya (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Surabaya - Kasus dugaan pencemaran nama baik yang menimpa Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) mendapat sorotan dari praktisi hukum. Praktisi hukum menyayangkan Pemkot Surabaya hadir sebagai pelapor atas perkara tersebut.

Praktisi Hukum Surabaya Sudarto mengatakan, seharusnya pejabat publik tak perlu menghiraukan pencemaran nama baik. Apalagi jika itu sifatnya sekedar mengarah pada olok-olok. Bukan fitnah yang dampaknya membahayakan keamanan dan ketertiban masyarakat.

"Kalau sekadar diolok-olok, menurut saya tidak usah dihiraukan. Sebab yang seperti ini banyak. Terus saja bekerja," ujar Sudarto, Selasa, 4 Februari 2020. 

Menurut Sudarto, waktu pejabat publik akan habis untuk mengatasi persoalan seperti itu. Apalagi jika pejabat publik itu membawa instansinya masuk dalam perkara seperti itu. "Seperti misalnya kasus Risma ini. Di mana Risma memberikan kuasa pada Bagian Hukum Pemkot Surabaya untuk melaporkan perkaranya," kata dia. 

Kata Sudarto, harusnya Risma memberikan pembelajaran saja. Segera memaafkan pelaku. Apalagi Risma sebenarnya santai menghadapi pencemaran nama baik yang menimpanya di media sosial. "Namun faktanya, Pemkot Surabaya melalui Bagian Hukum melaporkan perkara tersebut ke polisi," ucapnya. 

Dia menjelaskan, pencemaran nama baik maupun bully di media sosial memang kerap terjadi pada pejabat publik. Terutama mereka yang berada di Jakarta. Anies Baswedan, Basuki Tjahaja Purnama, Joko Widodo maupun Prabowo Subianto termasuk yang sering mengalami hal tersebut. "Namun mereka tak pernah melaporkan langsung pencemaran nama baik tersebut," ujar dia. 

Dia juga mencontohkan, saat ini memang ada laporan terkait pencemaran nama baik dengan korban Anies Baswedan. Akan tetapi, pelapornya bukan Anies. Juga bukan Pemprov DKI Jakarta. "Namun yang melaporkan anggota DPD RI Fahira Idris. Anies tak menggubris pencemaran nama baik atas dirinya," ucapnya. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Tanggapan Pemkot Surabaya soal Kasus Dugaan Penghinaan Wali Kota Risma

Balai Kota Surabaya (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Sebelumnya, Kepala Bagian Humas Pemkot Surabaya, Febriadhitya Prajatara akhirnya angkat bicara terkait kasus dugaan penghinaan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) di media sosial. 

Dia menuturkan, atas keresahan dan desakan dari masyarakat Surabaya, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Bagian Hukum, akhirnya melaporkan akun facebook “Zikria Dzatil” kepada kepolisian.

"Inisiatif ini diambil karena melihat keresahan di masyarakat. Baik melalui sosial media, maupun menghubungi langsung jajaran Pemkot Surabaya,” tuturnya, Jumat, 24 Januari 2020.

Febriadhitya mengungkapkan, laporan tersebut, dibuat oleh Kabag Hukum Pemkot Surabaya, Ira Tursilowati, sebagai penerima kuasa resmi dari Wali Kota Risma. "Pelapornya adalah Ibu Ira (Kabag Hukum Pemkot Surabaya), yang menerima kuasa dari Ibu Wali Kota," kata dia.

Akun media sosial yang dilaporkan tersebut, atas nama “Zikria Dzatil”. Dalam bukti tangkapan layar atau screenshoot, akun tersebut diduga telah dua kali mengunggah foto Wali Kota Surabaya Risma dengan kalimat hinaan.

“Laporan itu secara resmi disampaikan kepada pihak kepolisian pada tanggal 21 Januari,” kata Febriadhitya.

Dalam laporan itu, pihaknya juga menyertakan bukti-bukti tangkapan layar screenshot di sosial media. Namun begitu, saat ini keberadaan akun facebook itu telah dihapus oleh pemilik. "Akunnya saat ini sudah dihapus, kita cek akunnya sudah tidak ada,” ujar Febriadhitya.

Kendati demikian, Febriadhitya mengimbau kepada masyarakat agar bijak dalam menggunakan sosial media, apalagi saat ini ada Undang-Undang ITE. Kasus penghinaan yang berujung pada masalah hukum beberapa kali terjadi.

"Untuk itu, kami imbau agar pengguna medsos tidak sembarangan mengunggah status. Apalagi jika berunsur adanya penghinaan terhadap orang lain,” tutur dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya