Bawaslu: Politik Uang di Pilkada, Jadi Cikal Bakal Korupsi

Ketua Bawaslu RI, Abhan menyebut bila ada praktik politik uang dalam pilkada tentu akan menjadi cikal bakal perilaku korupsi.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Feb 2020, 10:10 WIB
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Abhan (Merdeka/genan)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Bawaslu RI, Abhan menyebut bila ada praktik politik uang dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 tentu akan menjadi cikal bakal perilaku korupsi.

"Ada larangan dan ketentuan bahwa pasangan calon itu melakukan dan terbukti 'money politik' bagi yang bersangkutan maka itu sanksinya pidana dan diskualifikasi," ujar dia di Makassar, Selasa (4/2/2020).

Ia berharap agar praktik politik uang tidak terjadi di Sulsel maupun daerah lain, sebab sanksi yang dijatuhkan cukup tegas apabila nantinya memenuhi unsur, pidana dan digugurkan dari pencalonan.

Menurut dia, pilkada serentak harus diawali dengan baik, tanpa tercoreng perilaku yang kurang baik, sebab bila praktik politik uang masih berlangsung maka akhirnya bisa muncul perilaku korupsi.

"Pemilihan pilkada harus diawali tanpa politik uang. Karena kalau diawali dengan jualan politik uang, maka buntutnya akan korupsi gitu kan," ungkap dia seperti dikutip dari Antara.

Bawaslu berharap pilkada serentak di berbagai daerah termasuk Sulsel, pengawasan bisa lebih diperketat serta mendorong masyarakat untuk menolak pemberian uang dari para calon kepala daerah tersebut.

"Kita bisa berharap di pilkada ini tidak ada money politik dalam bentuk mahar politik, dari pada parpol dan money politik kepada pemilih untuk memilih yang bersangkutan," ujarnya.

 

Saksikan video di bawah ini:


Politik Uang 2018

Saat ditanyakan apakah sejauh ini ada temuan yang terindikasi melakukan praktik itu, kata dia, sampai hari ini belum ada pasangan calon melakukan itu, makanya dari awal lakukan pencegahan.

Sebelumnya, Bawaslu mengatakan pada Pilkada 2018 ada 35 kasus dugaan politik uang di tingkat provisi dan kabupaten kota. Sulawesi Selatan paling tinggi sebanyak delapan kasus, disusul Sumatera Utara dan Lampung tujuh kasus.

Selanjutnya, Jawa Tengah lima kasus, kemudian laporan dugaan politik uang, masing-masing dua kasus di Sulawesi Barat, Banteng, Sulawesi Tenggara, Bangka Belitung, Jawa Barat dan Jawa Timur masing-masing satu kasus.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya