Kurikulum Istimewa di Sekolah Anak-Anak Pemulung Bekasi

Pendidikan anak-anak pemulung di Bekasi nyatanya diliputi beragam masalah, termasuk pernikahan dini dan ketiadaan dokumen kependudukan.

oleh Henry diperbarui 06 Feb 2020, 16:02 WIB
Sekolah untuk anak-anak pemulung di Bintara, Bekasi Barat. (Liputan6.com/Adhita Diansyavira)

Liputan6.com, Jakarta - Tak terlalu terik, langit Bekasi tampak agak sendu, meski tak diguyur hujan siang itu. Masuk ke Gang Masjid RT.03 RW.09 Bintara Jaya, Bekasi Barat, terdapat jalan setapak tanah yang hanya bisa dilewati satu mobil pribadi.

Menyusuri lebih dalam jalanan, penglihatan berganti pemukiman kumuh dengan beberapa gerobak terparkir, serta barang-barang rongsokan menggunung yang menimbulkan bau kurang sedap.

Tak jauh dari pemukiman, terdapat sebuah rumah yang disebut sebagai sekolah bagi anak-anak pemulung bernama Sekolah Kami. Berbeda dengan pemandangan sampah di pemukiman sekitar, area sekolah ini bersih, bahkan terdapat tanaman beserta rumput hijau.

Memasuki gerbang sekolah, ada sebuah pendopo yang digunakan sebagai ruang serba guna untuk melangsungkan kegiatan. Juga, rumah baca berlokasi tak jauh di samping pendopo. Sekolah yang dibangun dr. Irina Among Pradja sejak 2001 ini punya sepuluh ruang kelas.

Anak-anak dikelompokkan sesuai jenjang usia, mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Saat Liputan6.com berkunjung pada Rabu, 5 Februari 2020, Irina mengungkapkan saat ini total ada 125 siswa di Sekolah Kami.

Di samping pendidikan formal, kurikulum yang disusun secara istimewa memungkinkan para siswa dibekali keterampilan di berbagai bidang, seperti olahraga futsal, bela diri, maupun musik dalam waktu belajar Senin--Jumat pukul 9.00--13.00 WIB.

Para siswa Sekolah Kami dengan percaya diri unjuk kebolehan mereka bermain angklung. Tangan-tangan mereka lihai melantunkan lagu daerah Burung Kakak Tua.

Simak Video Pilihan di BAwah Ini:


Pernikahan Dini dan Tidak Adanya Dokumen Resmi

Lingkungan di sekitar Sekolah Kami, sekolah untuk anak-anak pemulung di Bekasi Barat. (Liputan6,com/Adhita Diansyavira)

Meski tak berlatar belakang pendidikan, rasa miris dan prihatin menggerakan Iriana membenahi kualitas pendidikan di lapisan bawah. Realitanya, banyak permasalahan yang turut menyoroti pendidikan anak-anak di lingkungan pemulung.

Yang paling mengiris hati datang dari peran orangtua. Dokter yang pernah bertugas di Timor Timur ini mengaku tak mudah mendidik sikap dan karakter anak di lingkungan kurang mendukung.

"Coba kita lihat rumah mereka, biasanya hanya berbentuk kotak. Di dalam biasanya hanya ada satu kasur yang digunakan bersama. Kalau yang di sana itu betul orangtua dan keluarga asli mereka, kalau bukan?" ujar Irina.

Irina juga menyinggung segala perilaku orangtua akan terekam dalam ingatan anak. Mulai dari cara bicara, perlakuan kasar, hingga kegiatan seks dapat bersarang di kepala anak dan membentuk kepribadian mereka.

"Maka sudah tak heran lagi usia 13 atau 14 tahun sudah menikah. Saya kadang sedih. Ada anak yang sekolah di sini, lalu tiba-tiba hilang. Tahu-tahu sudah jadi pengantin," tuturnya.

"Belum lagi mereka (anak-anak sekolah pemulung) tidak mempunyai dokumen penduduk yang berarti mereka menikah sah secara agama, tapi tidak tercatat secara hukum," sambung Iriana.

Tak memiliki dokumen legal, seperti akta kelahiran, jadi cabang masalah bagi anak-anak pemulung. Hal ini membuat mereka tak terdata sebagai warga Indonesia, sehingga sulit mendapatkan hak-hak, termasuk hak pendidikan.

Karenanya, Irina turut membantu anak-anak di sekolahnya mendapatkan akta kelahiran. Tingginya pernikahan dini dan kepemilikan dokumen hanya secuil masalah di lingkungan pemulung. Banyak hal yang masih perlu dibenahi.

Faktor pendorong terbesar adalah kesadaran orangtua. Pendidikan tak hanya penting bagi anak-anak, tapi juga orangtua untuk jadi sumber daya manusia dengan kualitas hidup yang baik.


Donasi untuk Sekolah Kami

Penyerahkan bantuan untuk Sekolah Kami. (dok. Liputan6.com/Adhita Diansyavira)

Di tengah masalah pendidikan yang tek pernah usai, nyatanya masih banyak orang-orang baik yang bersedia membantu anak-anak di Sekolah Kita. Salah satunya disampaikan Project Lead Blibli Histeria Syok Geoffrey Dermawan.

Geoffrey mengungkap, digital platform dapat digunakan sebagai media untuk menebarkan kebaikan lewat perangkat donasi dan crowdsourcing.

"Melalui kegiatan ini diharapkan Blibli.com tak hanya menawarkan berbagai produk dan program belanja, tapi juga menggugah semangat kepedulian pelanggan untuk memberi dukungan bagi anak-anak yang merupakan generasi masa depan bangsa," ujar Geoffrey.

Berbagai bantuan dalam bentuk paket, seperti paket gizi, paket perawatan kesehatan, paket pendidikan dan keterampilan, paket mengajar, paket cangkir minum, tas, serta paket olahraga diberikan langsung demi menunjang belajar-mengajar di Sekolah Kami. (Adhita Diansyavira)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya