Tolak Omnibus Law, Buruh Bakal Serbu Gedung DPR RI Minggu Depan

Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) berencana akan mengepung Gedung DPR di Senayan, Jakarta, pada Rabu (12/2/2020)

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Feb 2020, 19:15 WIB
Ribuan buruh dari berbagai elemen melakukan longmarch menuju depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (29/9). Dalam aksinya mereka menolak Tax Amnesty serta menaikan upah minumum provinsi (UMP) sebesar Rp650 ribu per bulan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Puluhan ribu buruh Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) berencana akan mengepung Gedung DPR di Senayan, Jakarta, pada Rabu (12/2/2020).

Alasannya, KSPSI sebagai konfederasi buruh terbesar di Indonesia menolak Rancangan Undang-Undang Ominbus Law Cipta Lapangan Kerja yang tidak melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) khususnya unsur buruh dalam pembahasannya. Hal ini menimbulkan kecurigaan aturan itu ditumpangi suatu kepentingan tertentu.

Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea mengungkapkan, puluhan ribu buruh dari Banten, Jawa Barat dan Jabodetabek akan melakukan aksi unjuk rasa di DPR.

Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes atas sikap pemerintah yang terkesan sembunyi-sembunyi dalam memutukan omnibus law Cipta Lapangan Kerja.

Menurutnya, aksi dimulai sekitar pukul 11.00 WIB dan rencananya akan bertemu langsung dengan Ketua DPR Puan Maharani.

"Kami pastikan demo akan berlangsung aman dan kondusif," tegasnya dalam konferensi persnya di Jakarta, Rabu (5/2/2020).

Andi Gani mengakui walaupun KSPSI merupakan konfederasi buruh pendukung Jokowi sejak Pilgub 2012 tapi KSPSI sendiri pun kesulitan mengakses draft RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

"Saya tegaskan KSPSI tidak pernah menyetujui draft apapun. Konfederasi buruh mana yang sudah setuju? Jangan sembarangan mengeluarkan statement. Saya saja kesulitan mengakses draftnya," katanya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Timbulkan Kecurigaan

Ratusan buruh menggelar aksi demo di kawasan industri Pulogadung, Jakarta, Selasa (24/11/2015). Buruh menuntut dicabutnya Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Andi Gani menilai, RUU ini tidak seperti biasanya. Tidak ada sama sekali public hearing, tidak ada diskusi yang akhirnya menimbulkan kecurigaan satu sama lain. "Justru hal-hal seperti ini memancing akumulasi aksi-aksi buruh yang lebih besar," ujarnya.

Andi Gani yang juga pimpinan kofederasi buruh se-ASEAN ini menambahkan, akan membawa beberapa tuntutan ke DPR. Pertama, unsur buruh harus masuk ke pembahasan dalam tim perumus RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, bukan hanya sebagai pendengar. Kedua, kata Andi Gani, jangan sampai aturan ini justru merugikan bagi buruh.

"Kami tidak anti investasi. Selama aturan ini berpihak memberikan kesejahteraan buruh, kami terus. Sebaliknnya, kalau sampai mendegradasi hak pekerja maka kami akan lawan," jelasnya.

Andi Gani mengaku heran instruksi Presiden Jokowi kepada para menteri terkait seperti Menko Perekonomian dan Menteri Ketenagakerjaan untuk melibatkan seluruh stakeholder dalam pembahasan seperti diabaikan. "Ada apa ini sebenarnya?. Kok arahan presiden sendiri tidak dijalankan," ucapnya.

 


Hasil Survey WEF

Foto Ilustrasi Demo Buruh (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sekjen KSPSI Hermanto Achmad menambahkan, faktor penghambat investasi berdasarkan hasil survei World Economic Forum terhadap pelaku usaha ada 16 faktor.

"Yang paling tertinggi adalah korupsi, persentasenya 13,8 persen. Sementara peraturan ketenagakerjaan hanya di peringkat ke-13 sangat kecil hanya 4 persen. Jadi, sangat kecil kemungkinan KSPSI dianggap anti investasi," ungkapnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya