Wacana Pemulangan Eks ISIS, Komisi VIII: Mereka Sudah Bukan WNI Lagi

Pemerintah berencana untuk memulangkan eks ISIS ke Tanah Air. Rencana mendapatkan beragam tanggapan dari berbagai segi, termasuk segi hukum.

oleh Yopi Makdori diperbarui 05 Feb 2020, 20:36 WIB
Ilustrasi Anggota ISIS (AFP Photo)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah berencana memulangkan WNI eks ISIS ke Tanah Air. Rencana mendapatkan beragam tanggapan dari berbagai segi, termasuk segi hukum.

Pertanyaan yang kemudian muncul, apakah mereka yang bergabung dengan ISIS masih merupakan warga negara Indonesia (WNI)?

Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily mengatakan ada tindakan simbolis yang dilakukan WNI yang bergabung dengan ISIS. Salah satunya dengan membakar paspor Indonesia.

"Ketika mereka sudah menyatakan diri, membakar paspor Indonesia itu berarti mereka sudah bukan lagi WNI. Ada kasus dimana mereka membakar paspor kita. Itu kan sama saja dengan saya bukan orang Indonesia lagi. Itu kan kasusnya ada," kata dia, saat ditemui di Hotel Century Park, Jakarta, Rabu (5/2/2020).

Hal ini, kata dia, menunjukkan bahwa mereka telah menyatakan diri sebagai bukan WNI. Jika menilik dari perspektif hukum, maka mereka bukan lagi WNI.

"Saya baca dari perspektif teman-teman yang mengerti hukum, ketika mereka menyatakan diri tidak lagi bergabung dengan WNI, mereka bukan orang Indonesia lagi. Menurut undang-undang dasar kewarganegaraan itu adalah ketika mereka tidak lagi mengakui bangsa Indonesia," ujar dia.

Jika tindakan membakar paspor merupakan pernyataan menolak kewarganegaraan Indonesia, lantas apa dasar pemerintah getol ingin memulangkan eks kombatan ISIS.

Menanggapi hal ini, Ace mengatakan, karena itulah perlu kajian yang mendalam. Sebab dari 600 orang tersebut, bisa saja ada yang berperan sebagai pemain utama. Sementara ada yang lain hanya ikut-ikutan. Dengan kata lain, menjadi korban pencucian otak.

"Saya kira kan tentu harus diidentifikasi dari 600 orang itu. Misalnya, kan gradasi dari masing-masing 600 itu kan ada siapa tokoh utamanya, siapa yang ikut-ikutan, siapa yang terkena pencucian otak," ujar dia.

"Itu kan bisa berbeda-beda. Kalau misalnya tokoh-tokoh utamanya ya saya kira mereka itu yang menghancurkan kita. Mereka secara sadar ingin mendirikan ISIS. Mereka berangkat ke Suriah," imbuhnya.

Dia pun meminta pemerintah melakukan kajian mendalam soal rencana memulangkan eks kombatan ISIS. Mereka harus dipastikan benar-benar bersih dari ideologi ISIS.

Bukan hanya perjanjian tertulis, tapi betul-betul mereka dipastikan bahwa mereka tidak terkontaminasi dengan ideologi, paham anti-Pancasila.


Keterangan Menkopolhukam

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menyatakan, keputusan kepulangan WNI yang menjadi Foreign Terrorist Fighter (FTF) atau terduga teroris lintas-batas pada Mei atau Juni 2020.

"Nanti terakhir akan dibawa kepada Presiden Jokowi untuk didiskusikan secara lebih mendalam dan diambil keputusan apakah akan dipulangkan atau tidak. Itu nanti kira-kira Mei atau Juni sudah akan diputuskan," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (4/2/2020).

Menurut dia, pemerintah sudah menggelar rapat membahas rencana kepulangan eks Kombatan ISIS itu. Kepala BNPT Suhardi Alius ditunjuk untuk memimpin langsung rencana pemulangannya.

Dalam rapat itu menghasilkan dua draf alternatif keputusan yang akan dipilih Presiden Jokowi. Kedua alternatif putusan itu telah dipertimbangkan dengan matang.

"Keputusannya ada dua alternatif. Satu akan dipulangkan, yang kedua tidak akan dipulangkan. Akan dipulangkan tentu saja karena mereka warga negara (Indonesia), tidak dipulangkan karena mereka melanggar hukum, haknya bisa dicabut. Oleh sebab itu, sekarang sedang dibentuk satu tim yang dipimpin oleh Pak Suhardi Alius yang isinya itu membuat 2 draf keputusan," jelas Mahfud dikutip dari Antara.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Reporter: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya