Liputan6.com, Jakarta - Komisi VII DPR memandang pemerintah perlu mematangkan skenario penurunan harga gas untuk sektor industri, salah satu pilihanya dengan mengurangi bagian negara dari sisi hulu.
Dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR dengan PGN, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (10/2/2020). Anggota Komisi VII DPR Falah Amru mengatakan, formula pengurangan bagian negara dari sisi hulu untuk menurunkan harga gas sebesar USD 6 persen ditingkat konsumen industri harus dikaji dengan matang, didukung dengan skenario yang baik dari pemerintah.
"Harus kita cari formulanya. Agar sekenario besar gas ini dapat dijalankan," kata Falah, dikutip Selasa (11/2/2020).
Baca Juga
Advertisement
Dia melanjutkan, sekma lain yang memungkinkan untuk menurunkan harga gas bumi menjadi USD 6 per MMBTU ditingkat konsumen industri adalah mengurangi pajak pertambahan nilai (PPn).
"Bagian pemerintah di hulu ini harus dikurangi, atau PPN ini harus dikurangi, " tuturnya.
Menurutnya, pemerintah pun harus pintar memilah industri yang berhak mendapat penurunan harga gas menjadi US$ 6 per MMBTU. "Implementasi pemerintah terkait industri industri mana yang akan di ditunjuk harganya oleh pemerintah," tuturnya.
Dia memandang, untuk penurunan harga gas perusahaan penyalur gas di antaranya Perusahaan Gas Negara (PGN) hanya bisa menunggu kepasitan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, selaku regulator yang mengatur harga gas.
"Untuk harga gas, sebenarnya menunggu kementrian untuk menjawab hal ini, agar dapat segera dijalankan oleh PGN," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
PGN Evaluasi Biaya Distribusi untuk Turunkan Harga Gas
PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) tengah mengevaluasi biaya distribusi gas bumi. Evaluasi ini untuk membantu pemerintah dalam menurunkan harga gas bumi.
Direktur Utama PGN Gigih Prakoso mengatakan, saat ini PGN sedang melakukan koordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) selaku regulator.
Koordinasi tersebut dalam rangka menurunkan harga gas bumi ditingkat konsumen menjadi USD 6 per MBBTU.
"Kami sampaikan pembahasan penurunan harga gas industri, sedang kami konsultasikan dengan kementerian ESDM dan SKK secara intensif," kata Gigih, saat rapat dengan Komisi VI DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/2/2020).
Menurut Gigih, untuk menurunkan harga gas ditingkat konsumen menjadi USD 6 per MMBTU, PGN sedang melakukan evaluasi biaya distribusi gas melalui pipanya.
"Kami akan review seluruh biaya transportasi gas baik transmisi maupun distribusi, yang bisa kami berikan ke industri agar industri bisa lebih bersaing dan meningkatkan kapasitasnya," tuturnya.
Gigih mengungkapkan, PGN terus berkordinasi dengan pemerintah, agar penurunan harga gas menjadi USD 6 per MMBTU bisa tercapai, sesuai dengan target waktu 1 April 2020.
"Mudahan dari diksusi ini ada jalan keluarnya sehingga 1 April bisa kami terapkan Perpres 40," tandasnya.
Advertisement
Turunkan Harga Gas, Pemerintah Diminta Berikan Insentif
Sebelumnya, pemerintah diminta untuk lebih teliti dalam menurunkan harga gas. Hal ini disinyalir bisa memicu kerugian bagi para pelaku industri jika tak dibarengi dengan adanya insentif.
Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron mengatakan, pemerintah harus melihat dampak dari sisi hulu ke hilir migas jika harga gas harus turun menjadi USD 6 per MMBTU. Upaya ini dilakukan demi menghindari kerugian dan melemahnya geliat investasi pada setor tersebut.
"Saya kan pernah di komisi VII DPR, bagaimana menghitung terhadap berbagai instrumen yang menyebabkan kemudian berlaku harga saat ini," kata Herman, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/2/2020).
Dia mengungkapkan, saat ini harga gas dari sisi hulu atau sumur berkisar pada USD 7 hingga 9 per MMBTU. Jika ditambah biaya distribusi dan operasional makan tidak memungkinkan harga gas bumi turun menjadi USD 6 per MMBTU.
"Saya cek ke hulu, dihulu plus transportasi dan operasional, ya memang tidak memungkinkan," tuturnya.
Menurutnya, jika harga gas dipaksa turun menjadi USD 6 per MMBTU akan menimbukan kerugian bagi pelaku hulu migas dari hulu ke hiliri. Oleh sebab itu pemerintah perlu memberikan insentif untuk menghindari kerugian terjadi.
"Sehingga kalau kemudian dipaksakan, harga USD 6 per mmbtu, tanpa ada dispensasi dari pemerintah, ya pasti akan rugi karena dengan business as usual tidak mungkin kalau menurunkan harga sampai USD 6," ungkapnya.
Dia menyebutkan, dispensasi yang bisa diberikan adalah menurunkan harga gas bagian pemerintah dari produksi sumur migas dan mensubsidi pada biaya distribusi serta opersional.
"Kalau untungnya tidak besar, ya tidak apa-apa. Yang penting jangan rugi, karena kalau penugasan membuat korporasi rugi, ya berarti kita membuat pohon itu layu dan tdak berbuah nantinya.
"Ya harus ada dispensasi atau insentif dari pemerintah. Sehingga secara ekonomis bisa dijalankan dengan harga 6 dolar," tandasnya.