Lebih dari 100 Tentara AS Alami Cedera Otak Usai Serangan Rudal Iran

Serangan yang dilakukan oleh Iran beberapa waktu lalu mengakibatkan cedera otak pada lebih dari 100 orang anggota militer AS.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 11 Feb 2020, 11:27 WIB
Tentara AS berdiri di lokasi pemboman Iran di pangkalan udara Ain al-Asad, Anbar, Irak, Senin (13/1/2020). Iran menghujani pangkalan militer AS tersebut dengan rudal sebagai balasan atas kematian Jenderal Qasem Soleimani. (AP Photo/Qassim Abdul-Zahra)

Liputan6.com, Baghdad - Lebih dari 100 anggota Militer Amerika Serikat mengalami cedera otak traumatis yang berasal dari serangan rudal Iran di sebuah pangkalan di Irak, pada Januari lalu. 

Pasukan AS mengalami cedera segera ketika Iran menembakkan rudal ke pangkalan Ain al-Asad di Irak sebagai pembalasan atas pembunuhan terhadap Jenderal Pengawal Revolusi Qassem Soleimani dalam serangan pesawat tak berawak di bandara Baghdad pada 3 Januari. Demikian seperti dikutip dari Channel News Asia, Selasa (11/2/2020). 

Serangan-serangan rudal Iran itu mengakhiri aksi kekerasan yang telah dimulai pada akhir Desember. Kedua belah pihak telah menahan diri dari eskalasi militer lebih lanjut, tetapi meningkatnya jumlah korban AS dapat meningkatkan pengawasan pada pendekatan administrasi Presiden Donald Trump ke Iran.

Pada Senin 10 Februari, ada lebih dari 100 kasus Traumatic Brain Injury (TBI), naik dari 64 yang dilaporkan sebelumnya bulan lalu.

Pentagon, dalam sebuah pernyataan, mengonfirmasi sejauh ini ada 109 anggota militer AS telah didiagnosis dengan cedera otak traumatis ringan. Ia menambahkan bahwa 76 dari mereka telah kembali bertugas.

Sebelumnya, militer AS mengatakan bahwa ada kemungkinan peningkatan jumlah pada minggu-minggu setelah serangan itu terjadi, karena gejalanya yang memakan waktu untuk bermanifestasi dan juga bahwa pasukan terkadang membutuhkan waktu lebih lama untuk melaporkannya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Sebelumnya Diagnosis Ringan

Tentara dan jurnalis AS memeriksa puing-puing di pangkalan udara Ain al-Asad, Anbar, Irak, Senin (13/1/2020). Iran menghujani pangkalan militer AS tersebut dengan rudal sebagai balasan atas kematian Jenderal Qasem Soleimani. (AP Photo/Qassim Abdul-Zahra)

Jenderal Angkatan Darat Mark Milley, ketua Kepala Staf Gabungan, mengatakan bulan lalu bahwa anggota layanan yang menderita cedera otak traumatis telah didiagnosis dengan kasus-kasus ringan. Dia menambahkan bahwa diagnosis dapat berubah seiring waktu.

Gejala cedera concussive memiliki gejala seperti sakit kepala, pusing, sensitivitas terhadap cahaya dan mual.

Pejabat Pentagon telah berulang kali mengatakan tidak ada upaya untuk menutup-nutupi atau menunda informasi tentang cedera concussive.

Tetapi pernyataan tersebut kemudian kembali memunculkan pertanyaan tentang bagaimana pihak Pentagon menanggapi dan menangani masalah ini. 

Senator Republik AS Joni Ernst mengatakan lebih banyak jawaban diperlukan.

"Saya telah meminta Pentagon untuk memastikan keselamatan & perawatan pasukan kami yang dikerahkan yang mungkin terkena cedera ledakan di Irak," kata Ernst di Twitter.

Presiden AS Donald Trump tampaknya menutupi fakta tentang cedera otak yang dialami bulan lalu, mengatakan ia "mendengar bahwa mereka mengalami sakit kepala dan beberapa hal lain" setelah serangan itu, yang memicu kecaman dari anggota parlemen dan kelompok veteran AS.

Berbagai kelompok kesehatan dan medis selama bertahun-tahun telah berusaha meningkatkan kesadaran tentang keseriusan cedera otak, termasuk gegar otak.

Sejak tahun 2000, sekitar 408.000 anggota militer telah didiagnosis dengan cedera otak traumatis, menurut data Pentagon.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya