Pemerintah Butuh Rp 38,4 Triliun untuk Bangun Jaringan Gas hingga 2024

Peran swasta dalam skema KPBU jaringan gas kota ini rencananya akan dimulai pada 2021.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 11 Feb 2020, 12:45 WIB
Pekerja merawat jaringan pipa gas milik Perusahaan Gas Negara (PGN) di Jakarta, Rabu (21/9/2016). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong keterlibatan badan usaha dalam pembangunan jaringan gas (jargas) kota. Peran swasta dalam skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) jargas kota ini rencananya akan dimulai pada 2021.

Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Kementerian ESDM Alimudin Baso mengatakan, pembangunan jargas kota ini jangan dilihat dari sudut pandang ekonomis. Sebab, inisiasi proyek ini di awal akan memakan biaya yang sangat besar.

"Tentu perdebatannya keekonomian. Saya bicara dengan teman-teman, kalau Anda bicara soal keekonomian, maka gas kota tidak akan pernah ekonomis," tegas dia dalam sesi forum group discussion bersama IAPMIGAS di JS Luwansa Hotel, Jakarta, Selasa (11/2/2020).

Sebagai contoh, dia memaparkan, jika suatu badan usaha berinvestasi pada kegiatan jaringan gassebagai supplier product, maka rata-rata angka modalnya terhitung cukup mahal, di atas Rp 11-12 juta per sambungan.

"Tapi untuk daerah kota yang punya tingkat kerapatan lebih tinggi, mungkin sekitar Rp 7 juta (per sambungan). Sementara di diskursus kita selama ini kalau mau ekonomian itu dibawah Rp 7 juta itu sulit sekali," jelas dia.

Alimudin menyampaikan, pemerintah telah membuat skenario keterlibatan badan usaha dalam pembangunan jargas kota hingga 2024. Pada skema tersebut, pendanaan untuk pengadaan jargas dalam periode waktu tersebut terhitung mencapai Rp 38,4 triliun.

Indikasi pendanaan APBN pada skema ini terhitung kecil, hanya sekitar Rp 4,1 triliun. Sisanya diambil oleh perusahaan BUMN sebesar Rp 6,9 triliun, dan badan usaha melalui KPBU sekitar Rp 27,4 triliun.

"Tentu kami sangat berharap, dan kita akan men-support badan usaha melakukan komitmen untuk membangun jaringan gas kota. Ini yang kita dorong sampai tahun 2024 ini sangat besar," ujar Alimudin.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Jaringan Gas Kota Jadi Cara Pemerintah Tekan Subsidi Elpiji

Petugas membersihkan area dekat instalasi jaringan gas PGN di Rusunawa Griya Tipar Cakung, Jakarta, Kamis (28/11/2019). Pada tahun 2020, Kementerian ESDM melalui PGN menargetkan 266.070 rumah tangga dan industri kecil di 49 kabupaten/kota tersambung jaringan gas bumi. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Nilai subsidi elpiji 3 kilogram (kg) terus membengkak hingga Rp 42,47 triliun pada 2019. Sehingga pemerintah berencana mencabut subsidi sebagai salah satu upaya efisiensi keuangan negara.

Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Kementerian ESDM mengatakan, kemampuan pemerintah saat ini hanya 21 persen- 25 persen. Kemitraan badan usaha swasta dan pemerintah sangat diharapkan. 

"Beban pemerintah besar dari sisi subsidi LPG. Triwulan 4, tahun 2019 karena kebutuhan LPG 75 persen dari impor atau 5,9 juta MT, itu sangat bebani keuangan negara Rp 42,47 triliun belum teraudit," ujarnya pada FGD flexible / thermoplastic gas pipeline, Selasa (11/2/2020).

Alimuddin Baso juga menambahkan jika tidak dikelola masalah gas ini akan membebani keuangan pemerintah. Salah satu alternatif yang sedang dikembangkan Kementerian ESDM ialah penggunaan jaringan gas (jargas) kota.

Alternatif tersebut dianggap cukup efisien untuk menekan pembengkakan anggaran dengan lingkup yang lebih luas.

"Pemanfaatan gasnya tidak begitu besar. Kalau lihat neraca gas 6.600 mmscfd kira-kira 0,8 persen untuk jargas yang bisa utilisasi untuk 500 ribuan Saluran Rumah (SR)," pungkasnya.


Pembangunan Pipa Gas Ruas Transmisi Cirebon-Semarang Dimulai

Petugas PT Perusahaan Gas Negara (PGN) memeriksa meteran jaringan gas bumi di perumahan warga di kawasan Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (14/12). Pemerintah melalui PGN memberi tambahan 5.120 jargas pada tahun 2018. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas (BPH Migas) dan PT Rekayasa industri (Rekind) melakukan groundbreaking pembangunan jaringan pipa gas ruas transmisi Cirebon-Semarang. Pipa transmisi ini merupakan bagian dari visi pemerintah membangun infrastruktur Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi yang bakal menggantikan pemakaian gas elpiji 3 kg di sektor industri dan rumah tangga.

Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa mengungkapkan, dengan terlaksananya pembangunan Ruas Pipa Transmisi Gas Bumi Cirebon- Semarang ini diharapkan dapat mendorong pengembangan kawasan-kawasan industri baru di sepanjang jalur pipa.

"Para pelaku industri juga diharapkan dapat beralih dari penggunaan bahan bakar, khususnya HSD dengan memanfaatkan gas bumi dalam pengoperasiannya. Sehingga kita dapat memaksimalkan pemanfaatan gas bumi domestik," ujar dia di Kantor BPH Migas, Jakarta, Rabu (5/2/2020).

Kehadiran pipa ruas transmisi ini juga dianggapnya akan mendukung rencana Pemerintah yang mau menghentikan pasokan gas ke Singapura sebanyak 300 MMSCFD (juta standar kaki kubik per hari) pada 2023. Penghentian ekspor ini bertujuan untuk memenuhi pasokan dalam negeri.

"Pembangunan pipa gas Cirebon-Semarang ini akan sangat bermanfaat dalam mendukung terintegrasinya pipa gas bumi Trans Sumatera dan Jawa. Ke depan BPH Migas akan melaksanakan lelang ruas pipa transmisi seperti Ruas Dumai-KEK Seimangke serta lelang Wilayah Jaringan Distribusi (WJD) yang telah diusulkan oleh badan usaha sejumlah 193 wilayah untuk peningkatan pemanfaatan gas bumi di Indonesia," bebernya.  

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya