Liputan6.com, Surabaya - Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (Unair), Ekawestri Prajwalita Widiati menyebut, Omnibus Law merupakan teknik perancangan yang menggabungkan beberapa perundang-undangan dalam satu paket.
Omnibus Law ini meningkatkan aksesibilitas peraturan perundang-undangan. Produk hukum tersebut memiliki bentuk yang sama dengan UU lainnya. "Pendekatan seperti ini relatif baru mengingat sebelumnya perancangan kita sangat sektoral,” tutur dia, Selasa, 11 Februari 2020.
Wiwid, sapaan karibnya, menambahkan produk hukum di Indonesia yang kabarnya mencapai 65 ribuan sangat membutuhkan reformasi regulasi agar mendorong kepastian hukum dan efektivitas dalam pembangunan dan bukan sebaliknya. Melihat produk hukum yang masih sektoral dari zaman Belanda juga masih belum memudahkan.
Baca Juga
Advertisement
Wiwid mengungkapkan, pelaksanaan Omnibus Law yang banyak diterapkan di negara bersistem hukum common law telah berhasil memangkas jumlah peraturan dengan menggabungkan banyak aturan sehingga secara konsisten diterapkan sebagai salah satu kebijakan reformasi hukum.
"Penolakan ide omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja yang ada di masyarakat karena secara substantif masih belum memihak para kaum pekerja," ujar dia.
Ia juga menambahkan, belum ada penjelasan tentang hapusnya sanksi pidana bagi perusahaan di RUU tersebut padahal jenis sanksi itu dikenal di UU Ketenagakerjaan. Pekerja menginginkan kepastian hukum atas aturan baru yang akan menggantikan aturan lama.
Terlepas dari masalah itu semua, Wiwid berpendapat Omnibus Law juga merupakan tantangan bagi pembentuk UU karena jumlah pasalnya yang sangat banyak menuntut konsistensi dan kerja ekstra.
Pemerintah dan masyarakat perlu bersinergi dalam mewujudkan penegakan hukum yang mampu mendorong adanya kesadaran dalam masyarakat.
Ia mengatakan, dengan menyatakan Omnibus Law dapat memecah masalah penegakan hukum yang ada di Indonesia. Tuntutan seperti hukum pidana dan perdata mampu dipertegas kembali dalam Omnibus Law.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Omnibus Law Perpajakan Ditargetkan Berlaku pada 2021
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, Omnibus Law Perpajakan baru bisa rampung dan efektif berlaku pada 2021. Omnibus tersebut kini sudah berada di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk kemudian dimatangkan bersama pemerintah.
Suryo mengatakan, bersamaan dengan pembahasan Omnibus di parlemen pemerintah pun menyiapkan infratruktur pendukung. Menurutnya, aturan yang baik harus diikuti dengan infrastruktur yang memadai.
Harapannya (terealisasi) secepatnya harapan 2021, kita siapkan infrastruktur jangan sampai ketinggalan juga, jangan sampai undang-undang jalan infrastruktur belum siap. Sekarang sudah sampaj di DPR tinggal nunggu pembahasan dengan DPR," ujarnya di Hotel Kempinsky, Jakarta, Jumat, 7 Februari 2020.
Dalam Omnibus Law Perpajakan tersebut pemerintah berupaya memperkuat basis perpajakan dan mendorong perekonomian dengan kerangka regulasi yang baru. Tidak hanya itu, nantinya akan ada penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan berpotensi langsung diturunkan dari 25 persen menjadi 20 persen pada 2021.
"Beberapa pasal di Undang-undang omnibus law ini diperbaiki, bagaimana create satu infrastruktur undang-undang untuk mendorong perekonomian, contohnya penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan," kata dia.
Advertisement
Didukung Pengusaha
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani mengajak semua pihak mendukung pemerintah merampungkan pembahasan undang-undang tersebut. Sebab, hingga saat ini banyak yang pesimis Omnibus Law tersebut bisa berhasil.
"Dalam kesempatan ini kami ingin mengajak bersama-sama kita memberikan dukungan positif terhadap Omnibus Law. Banyak pihak yang skeptis yang memandang ini tidak bisa terjadi. Ini kita harapkan bisa segera, ini pekerjaan besar, kita bisa dukung untuk berhasil," paparnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com