Liputan6.com, Jakarta - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan penyidikan terhadap Wali Kota nonaktif Medan Tengku Dzulmi Eldin dan Kepala Bagian Protokoler Kota Medan Syamsul Fitri Siregar. Dengan begitu, keduanya segera disidangkan.
Dzulmi dan Syamsul merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait proyek dan promosi jabatan di Pemerintahan Kota Medan yang ditangani KPK.
Advertisement
"Penyidik hari ini melakukan tahap II atau penyerahan tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (11/2/2020).
Dalam menuntaskan penyidikan kasus ini, tim penyidik telah memeriksa sekitar 102 orang saksi. Setelah dilimpahkan, jaksa penuntut umum pada KPK memiliki waktu 14 hari kerja untuk menyusun surat dakwaan terhadap keduanya.
Nantinya, surat dakwaan itu akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Medan untuk disidangkan. "Persidangan rencananya akan dilaksanakan di PN Tipikor Medan," kata Ali.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
3 Tersangka
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Wali Kota nonaktif Medan Tengku Dzulmi Eldin (TDE) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan proyek dan jabatan di lingkungan pemerintahan Kota Medan tahun anggaran 2019.
Selain Dzulmi, KPK juga menjerat dua orang lainnya, yakni Kadis PUPR Kota Medan Isa Ansyari (IAN) dan Kabag Protokoler Kota Medan, Syamsul Fitri Siregar (SFI).
Dzulmi diduga menerima suap untuk menutupi ekses perjalanan dinas wali kota ke Jepang. Dalam perjalanan dinas, Dzulmi membawa serta keluarga dan beberapa kepala dinas.
Dzulmi dan keluarganya memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama tiga hari di luar waktu perjalanan dinas.
Akibat keikutsertaan pihak-pihak yang tidak berkepentingan, terdapat pengeluaran perjalanan dinas Walikota yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD.
Pihak travel kemudian menagih sejumlah pembayaran tersebut kepada Dzulmi. Dzulmi kemudian bertemu dengan Syamsul dan memerintahkannya untuk mencari dana dan menutupi ekses perjalanan ke Jepang tersebut dengan nilai sekitar Rp 800 juta.
Syamsul kemudian membuat daftar target kepala-kepala dinas yang akan dimintakan dana, termasuk diantaranya adalah kadis-kadis yang ikut berangkat ke Jepang dan Isa meskipun tidak ikut berangkat ke Jepang.
Advertisement