Kontroversi Pemulangan Eks ISIS di 5 Negara

Tak hanya Indonesia yang berkutat dengan para eks-ISIS.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 12 Feb 2020, 15:28 WIB
Sejumlah perempuan keluarga militan ISIS menunggu untuk meninggalkan kamp penampungan al-Hol di Provinsi Hasakeh, Suriah, Senin (3/6/2019). Setelah dibebaskan, beberapa perempuan yang keluar dari kamp mengatakan tidak menyesal dan tetap menjadi pendukung ISIS. (AP Photo/Baderkhan Ahmad)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia sudah memutuskan tidak akan memulangkan seluruh warga asal Indonesia yang terlibat dengan ISIS. Totalnya ada 689 eks-ISIS yang ditolak.

Keputusan itu diumumkan Menko Polhukam Mahfud Md. Para eks-petarung ISIS dari negara asing atau disebut FTF (Foreign Terrorist Fighters) dikhatirkan malah menyebar virus terorisme di Indonesia.

"Karena kalau FTF ini pulang itu bisa jadi virus baru yang membuat rakyat 267 juta tidak aman," ucap Mahfud di Istana Kepresidenan Bogor.

Sementara, masih ada kesempatan terbuka bagi anak-anak petarung ISIS asal Indonesia agar bisa kembali ke Tanah Air. Mahfud berkata pemerintah tidak akan melakukan generalisir terhadap anak-anak itu dan akan meninjau satu per satu.

Keputusan Indonesia sejatinya sudah dilakukan sejumlah negara-negara maju. Ada pula negara yang mempertimbangkan untuk memulangkan anak-anak petarung ISIS.

Berikut respons 5 negara terhadap pemulangan eks-ISIS, yang dirangkum dari berbagai sumber, Rabu (12/2/2020):

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


1. Australia

Perempuan dan anak-anak keluarga militan ISIS menunggu untuk meninggalkan kamp penampungan al-Hol di Provinsi Hasakeh, Suriah, Senin (3/6/2019). Otoritas Kurdi yang mengelola kamp tersebut membebaskan sekitar 800 perempuan dan anak-anak keluarga militan ISIS. (AP Photo/Baderkhan Ahmad)

Pemerintah Australia menolak pemulangan eks-ISIS ke negara mereka. Ada setidaknya tiga petarung ISIS asal Australia yang kini ditahan di Turki.

Turki meminta Australia untuk segera mengambil kembali warganya. PM Australia Scott Morrison menegaskan tak tertarik membawa pulang warganya yang menjadi anggota ISIS karena menimbang faktor risiko pada masyarakat.

Namun, PM Morrison masih mempertimbangkan agar anak-anak pasukan ISIS bisa pulang.

Fakta bahwa ada orang tua yang membawa anak mereka ke mara bahaya dengan membawa me"reka ke zona perang adalah tindakan keji," ujar Morrison kepada CNN. "Namun, anak-anak seharusnya tidak dihukum akibat kejahatan orang tua mereka," imbuhnya.


2. Rusia

Presiden Rusia Vladimir Putin. (AFP)

Rusia ternyata banyak memiliki pasukan ISIS. Melansir Foreign Policy Research Institute, pasukan ISIS dari Rusia diperkirakan mencapai 5.000 orang.

Reuters melaporkan pemerintah Rusia memberikan lampu hijau bagi para penganut Muslim radikal untuk bergabung ISIS pada 2014 lalu.

Pemerintah Rusia telah mengekspresikan simpati bagi anak-anak ISIS, meski belum ada kebijakan yang jelas. Ada 1.000 perempuan dan anak-anak Rusia yang berada di daerah ISIS.

Hingga tahun lalu, Rusia membawa pulang 73 anak di bawah umur. Kini, mereka sudah membawa pulang lebih dari 200 anak eks-ISIS.


3. Prancis

Presiden Donald Trump dan Emmanuel Macron di NATO Summit 2019. Dok: AP

Presiden Emmanuel Macron ogah memulangkan kembali prajurinya yang menjadi anggota ISIS. Ia bahkan sempat silat lidah ketika Presiden Donald Trump "mengancam" mau memulangkan pasukan ISIS dari Prancis.

"Apa kamu mau beberapa pasukan ISIS yang menyenangkan? Saya bisa memberikan mereka padamu. Kamu bisa mengambil semua yang kamu inginkan," kata Trump.

Tahun lalu, Prancis memulangkan 12 anak yatim piatu eks-ISIS. Namun, Foreign Policy menyebut 89 persen orang Prancis menolak pemulangan petarung ISIS dewasa, dan 67 persen menolak pemulangan yang masih anak-anak.


4. Inggris

Big Ben London (Creative Commons)

Inggris menolak kepulangan petarung ISIS, meski demikian The Guardian mencatat 45 persen atau sekitar 400 orang petarung ISIS asal Inggris sudah pulang ke Inggris. Intel Inggris kesulitan mengawasi mereka semua.

Meski demikian, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab masih mempertimbangkan untuk memulangkan anak-anak yang dibawa bergabung ke ISIS agar bisa pulang dengan selamat ke Inggris.

"Amat tidak adil ketika orang-orang yang tidak bersalah harus terlibat dalam pertempuran," ujarnya seperti dikutip Evening Standard.


5. Uni Eropa

Ilustrasi Anggota ISIS (AFP Photo)

Uni Eropa juga tegas menolak pemulangan eks-petarung ISIS. Koordinator anti-terorisme Uni Eropa Gilles de Kerchove bahkan tak mau lengah terhadap anak-anak eks-ISIS.

Menurut NPR, Gilles de Kerchove menyebut anak-anak itu bisa menjadi generasi bom bunuh diri selanjutnya, serta merupakan bom waktu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya