Pemberian Izin Impor Bawang Putih Diminta Transparan

Permentan Nomor 38 Tahun 2017 menyatakan kewajiban tanam lima persen dari alokasi impor bawang putih harus dilakukan importir sebelum mendapatkan RIPH.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Feb 2020, 19:05 WIB
Aktivitas jual beli di pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Kamis (6/2/2020). Harga cabai dan bawang putih mengalami kenaikan hingga mencapai dua kali lipat akibat musim hujan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi IV DPR Darori Wonodipuro meminta pemberian izin Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) untuk bawang putih sebesar 103.000 ton dari China dilakukan secara transparan dan terbuka.

Pemberian izin RIPH yang tidak transparan dan berpotensi menimbulkan kegaduhan. "Kementan harus transparan dan terbuka," jelas dia seperti mengutip Antara, Rabu (12/2/2020).

Ia mengatakan Kementerian Pertanian juga harus melakukan diskusi dengan asosiasi untuk menelisik lebih lanjut latar belakang importir yang mengajukan RIPH.

Selama ini terdapat dugaan bahwa pemberian RIPH ini dilakukan untuk mengakomodir pihak tertentu. "Ini sempat diributkan ketika kita mengundang asosiasi, (ada keluhan) jadi RIPH-nya pilih-pilih dan tidak transparan, seharusnya terbuka saja," ujar Politisi Partai Gerindra.

Darori juga mempertanyakan peraturan yang mengubah wajib tanam bagi importir bawang putih usai mendapatkan RIPH.

Permentan Nomor 38 Tahun 2017 menyatakan kewajiban tanam lima persen dari alokasi impor bawang putih harus dilakukan importir sebelum mendapatkan RIPH.

Namun, peraturan itu diubah dalam Permentan Nomor 39 Tahun 2019, yang mewajibkan tanam sesudah importir mendapatkan RIPH untuk mempercepat swasembada.

"Sekarang terbalik. Nanamnya nanti. Kalau saya, mengusulkan adanya jaminan dalam tanaman bawang. Jadi importir deposit uang seluas rencana tanamannya," katanya.

 


Pemerintah Buka Keran Impor 103 Ribu Ton Bawang Putih dari China

Aktivitas pedagang bawang putih di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur, Rabu (5/2/2020). Kelangkaan pasokan bawang putih di dalam negeri berimbas tingginya harga komoditas tersebut yang mencapai kisaran Rp 57.500/kilogram. (merdeka.com/magang/ Muhammad Fayyadh)

Kementerian Pertanian telah menerbitkan izin Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) untuk bawang putih sebesar 103 ribu ton dari China.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto mengatakan, penerbitan izin impor ini dilakukan karena stok bawang putih di dalam negeri kian menipis, yakni 70 ribu ton. Stok tersebut hanya mampu memenuhi kebutuhan sampai pertengahan Maret mendatang.

"Stok kurang lebih 70 ribu ton. Jadi sampai bulan Maret itu sebetulnya dari stok masih cukup, tetapi kita sudah buka (impor) untuk mengantisipasi sampai dua-tiga bulan ke depan," kata Prihasto dikutip dari Antara, Senin (10/2/2020).

Prihasto memperkirakan impor bawang putih sebesar 103 ribu ton tersebut dapat memenuhi kebutuhan sampai 2-3 bulan ke depan. Ada pun kebutuhan konsumsi bawang putih nasional mencapai 560 ribu - 580 ribu ton per tahun atau sekitar 47 ribu ton per bulan.

Sebagai informasi, produksi bawang putih dalam negeri baru mencapai 85 ribu ton per tahun atau sekitar 10 persen dari kebutuhan nasional, sedangkan 90 persen harus dipenuhi lewat impor.

Sebagian besar impor bawang putih tersebut didatangkan dari China, mengingat negara tersebut memiliki produksi terbesar di dunia untuk komoditas bawang putih. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Indonesia mengimpor bawang putih dari China pada 2019 mencapai 465 ribu ton atau setara USD 529,96 juta.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya