Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal mengeluarkan aturan tentang rating untuk industri jasa keuangan. Aturan ini merupakan penyempurnaan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Dalam aturan baru nanti, perusahaan jasa keuangan akan diberi peringkat 1 sampai 5 berdasarkan laporan keuangan tahunan.
"Jadi kita akan ada rating 1 sampai 5, 1 berarti sehat, 5 tidak sehat," kata Kepala Departemen Pengawasan IKBN 1A OJK Ariastiadi di Gedung Soemitro Djojohadikusumo, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kamis (13/2).
Baca Juga
Advertisement
Ari mengatakan aturan ini bakal berlaku di perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi dan perusahaan yang menangani dana pensiun. Tujuannya, untuk mengindentifikasi kondisi keuangan perusahaan.
Dengan begitu, OJK sebagai pengawas bisa langsung memilah perusahaan jasa keuangan yang sudah baik, perlu pembinaan dan perusahaan yang perlu disehatkan. Sehingga bila ada perusahaan yang bermasalah bisa ditangani lebih awal.
Rancangan POJK ini sudah dibahas sejak awal tahun 2019. Saat ini pun sudah selesai disusun OJK. Hanya, sekarang tengah menjalani proses harmonisasi dengan beberapa institusi terkait di Kementerian Hukum dan HAM.
"Sekarang mengharmonisasi dengan ketentuan atau peraturan di institusi lain," kata Ari.
Dia berharap rancangan aturan ini bisa diundangkan pada 31 Desember tahun 2020. Sehingga bisa mulai direalisasikan penilaian tahun depan.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
DPR Sebut OJK Kecolongan di Kasus Jiwasraya dan Asabri
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Dolfie O.F.P mempertanyakan upaya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melakukan pengawasan di sektor industri jasa keuangan. Menurutnya, OJK telah kecolongan dalam kasus Jiwasraya dan Asabri.
"Dalam kasus Jiwasraya, Kenapa penyidik Kejaksaan Agung lebih dahulu masuk daripada penyidik OJK?" katanya dalam rapat kerja lanjutan bersama OJK di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Selasa (4/2/2020).
Dolfie mengatakan, dengan lengahnya pengawasan OJK memperlihatkan bahwa otoritas keuangan tersebut merasa tidak ada masalah di sektor industri jasa keuangan. Padahal, dalam kenyatannya ada dua perusahaan yang tengah tersandung masalah.
"Ini memperlihatkan OJK merasa ini tidak masalah tapi lembaga di luar OJK merasa ada pelanggaran hukum," kata dia.
Sebelumnya, Sekretaris Fraksi Nasional Demokrat Saan Mustofa menggarisbawahi pentingnya perhatian terhadap perlindungan nasabah. Dari kasus Jiwasraya dan Asabri, harus jelas proses pertanggungjawaban negara terhadap nasabah.
"Jangan sampai masa depan nasabah itu menjadi tidak jelas. Bagaimana pertanggungjawaban negara, dalam hal ini juga Jiwasraya terhadap nasabah," tegas Saan.
Uang nasabah harus dikembalikan. Dia berharap tidak seperti kasus First Travel, uang jemaah tak kembali.
"DPR, jiwasraya dan pemerintah, penegak hukum harus berikan jaminan uang nasabah tidak akan hilang. Itu penting, itu harus ditegaskan pemerintah dan Jiwasraya tidak akan uang nasabah yang hilang," ucapnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement