Liputan6.com, Afghanistan - Sahba Barakza tengah bersama keluarga serta anjing kesayangannya yang berusia 7 bulan, ketika mendaki pegunungan dekat rumah mereka di bagian barat Afghanistan. Sahba dan Aseman memang kerap melakukan aktivitas itu setiap Jumat.
Namun Jumat lalu tepatnya 7 Februari 2020, momen pendakian itu berubah menjadi tragedi setelah sekelompok pria tak dikenal mendekati keluarga Sahba dan menembak mati anjing kesayangan Sahba.
Advertisement
Para penyerang itu mengatakan bahwa seorang perempuan tidak boleh memiliki anjing. Namun menurut Sabha bukan itu alasannya.
Ia mengira hal itu berhubungan dengan kariernya sebagai seorang pengajar olahraga.
"Kami masih belum tahu tentang tujuan mereka, tetapi kami pikir itu karena kariernya. Dia adalah wanita pertama yang memiliki klub sendiri dan hal ini tabu," kata saudara perempuan Sahba yang bernama Setayesh dikutip dari BBC, Jumat (14/2/2020).
Sejatinya Sahba sudah terbiasa dengan ancaman-ancaman, tapi ia tak mengira anjing kesayangannya yang jadi incaran.
Sahba telah mengajar karate kepada anak-anak di Herat -- kota terbesar ketiga di Afghanistan selama 10 tahun. Dia juga mendirikan klub bersepeda untuk remaja dan gadis-gadis muda. Ia mendirikan klub itu sekitar kurang dari dua dekade lalu, di mana saat itu perempuan dilarang pergi ke sekolah, bekerja atau bahkan meninggalkan rumah tanpa pendamping laki-laki.
Setayesh mengatakan, masih tabu bagi anak perempuan untuk mengendarai sepeda di Herat dan beberapa komunitas awalnya bereaksi agresif kepada Sahba, tetapi Sahba bertekad untuk bertahan.
"Dia sendiri adalah orang yang aktif di masyarakat," Setayesh menjelaskan. "(Orang tua kami) benar-benar khawatir karena hidupnya dalam bahaya - dan kami melihatnya sendiri minggu lalu."
Saksikan video berikut ini:
Kronologi Penembakan
Tragedi yang terjadi pekan lalu telah membuat mereka semua terguncang. Tak hanya Sahba, tapi juga sang ayah dan dua saudara perempuannya, termasuk Setayesh dan Aseman.
Anjing jenis Siberian Husky ini memiliki nama yang artinya 'langit'. Binatang bermata biru itu baru bergabung dengan keluarga Sahba beberapa bulan sebelumnya. Kehadirannya begitu dicintai seluruh anggota keluarg Sahba.
"Kami hanya berjalan, piknik, dan semuanya seperti biasa,” kata Sahba. “Kami pergi ke sana hampir setiap minggu tetapi waktu itu berbeda." Sekitar dua jam setelah mendaki, seorang pria terlihat mendekati kelompok itu dan menembak Aseman.
“Saya berteriak dan berlari ke arah Aseman dan meminta pria itu untuk tidak menembak,” kata Sahba kepada kantor berita Afghanistan, Khaama. "Pria bersenjata itu tidak peduli, dan menembak empat peluru di dada Aseman.
Tembakannya fatal. Sahba menggendong Aseman di tangannya dan mulai berlari ke arah mobil.
Tetapi kemudian pria bersenjata itu, yang telah bergabung dengan beberapa temannya, melepaskan tembakan lagi, dan menuntut agar Sahba menurunkan anjing itu dan meninggalkan tubuhnya bersama mereka. Pria itu mengatakan kepada Sahba, dia tidak punya hak untuk memelihara anjing.
Keluarga tidak punya pilihan selain meninggalkan Aseman dengan para pria itu, dan melarikan diri. Mereka tidak tahu siapa pria itu, atau mengapa mereka menjadi sasaran.
Advertisement
Tidak Melapor pada Polisi
Menurut Sahba, tidak ada gunanya melapor pada polisi. “Aku tahu tidak akan terjadi apa-apa,” katanya kepada Khaama. “Puluhan manusia terbunuh setiap hari di negara ini dan tidak ada yang merasa bertanggung jawab.”
Serangan itu membuat seluruh keluarga kaget, kata Setayesh.
"Kami benar-benar takut. Aku belum pernah di dalam situasi seperti ini sebelumnya - itu adalah kenangan yang menakutkan bagi kita semua," kata Setayesh.
Hal ini meninggalkan luka yang sangat dalam bagi Sahba yang akhirnya memutuskan untuk menutup klub olahraganya. Ini merupakan kerugian besar bagi komunitasnya. Tak hanya itu, Sahba juga memutuskan untuk melintasi perbatasan, ke negara tetangga yaitu Iran, di mana dia berharap akan lebih aman di sana.
"Aseman seperti putri Sabha," Setayesh menjelaskan. “Aku tidak pernah berpikir bahwa kekasihku Aseman akan hidup hanya selama tujuh bulan dan kemudian dibunuh.” Kata Sahba.
Reporter: Deslita Krissanta Sibuea