Dalam RUU Omnibus Law, Pekerja Cuma Libur Sehari Setiap Minggu?

Pekerja dapat istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Feb 2020, 13:00 WIB
Elemen Buruh melakukan aksi di depan Gedung MPR/DPR/DPD Jakarta, Rabu (12/2/2020). Dalam aksinya mereka menolak draft Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menyerahkan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ke DPR untuk segera disahkan jadi Undang-Undang. Dalam RUU ini, pemerintah hanya memberi waktu istirahat atau waktu libur minimal satu hari dalam satu minggu atau sepekan.

Dikutip dari draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja pasal 79 ayat 2 (b), Minggu (16/2/2020), disebutkan bahwa: Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Sedangkan dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pasal 79 ayat 2 (b) dituliskan: Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja diklaim pemerintah dapat mendorong sektor ekonomi dan investasi di Indonesia yang kini lesu.

 


Pekerja Konstruksi Tak Bersertifikat Bakal Kena Pecat

Pekerja kontruksi menyelesaikan proyek pembangunan Rusunawa Tingkat Tinggi Pasar Rumput, Jakarta, Selasa (14/11). Pembangunan dengan luas unit 36 meter persegi ini nantinya memiliki 25 lantai dengan 1.984 unit di dalamnya. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Pemerintah berencana melarang tenaga kerja konstruksi tak bersertifikat bekerja. Hal ini tertuang dalam draf rancangan undang-undang (RUU) omnibus law cipta kerja.

Seperti tertuang dalam pasal 99 dalam UU No 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mengatur bahwa pekerja tak bersertifikat kompetensi yang kedapatan bekerja akan diberhentikan.

"Setiap tenaga kerja konstruksi yang bekerja di bidang Jasa Konstruksi tidak memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja dikenai sanksi administratif berupa pemberhentian dari tempat kerja," tulis pasal 99 ayat 1 tersebut.

Sementara, kepada pemberi kerja pekerja tak bersertifikat kompetensi juga akan dikenakan sanksi. Mulai dari denda administratif sampai penghentian sementara kegiatan layanan jasa konstruksi.

Di ayat 3 bagian dari omnibus law ini menyebutkan setiap tenaga kerja konstruksi bersertifikat yang bekerja di bidang Jasa Konstruksi dan tidak berpraktik sesuai dengan standar kompetensi kerja nasional Indonesia, standar internasional, dan atau standar khusus dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis, denda administratif, pembekuan sertifikat kompetensi kerja, dan/atau pencabutan sertifikat kompetensi kerja.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya